• Buku
  • RESENSI BUKU: Membilas Duka dengan Mencuci Piring

RESENSI BUKU: Membilas Duka dengan Mencuci Piring

Buku Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring adalah proses Andreas Kurniawan memaknai kehilangan besar dalam hidupnya.

Sampul buku Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring karya Andreas Kurniawan terbitan Gramedia Pustaka Utama (2023). (Foto: Instagram Andreas Kurniawan @dr.ndreamon)

Penulis Alda Agustine Budiono 31 Desember 2023


BandungBergerak.id – Ketika menyambut pasien yang sedang berduka, seorang psikiater akan menggali keilmuan yang dimiliki. Dia akan menggali semua teori duka yang pernah dipelajari di masa kuliah dulu dan mengingat pengalaman dari pasien-pasien sebelumnya. Kemudian, dia menyintesis itu untuk membantu si pasien yang sedang berduka di hadapannya.

Tapi, ketika Andreas—seorang psikiater—kehilangan anaknya, dia melakukan hal yang berbeda. Dia melemparkan semua teori tersebut ke luar jendela dan memutuskan untuk mencari makna tentang mengapa ini semua terjadi. Dalam pengalamannya, dia menemukan bahwa duka bisa dilalui dengan mencuci piring kotor yang menumpuk di dapur.

Dr. Andreas Kurniawan menyelesaikan pendidikan kedokteran umum dan spesialis Kedokteran Jiwa (Psikiater) di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan ketertarikan dalam bidang behavioral sciences. Beliau menangani pasien dengan gangguan mood: depresi dan bipolar, gangguan kecemasan dan fobia, gangguan tidur, hiperaktivitas pada usia anak, konsultasi mengenai gangguan seks dan perkawinan, serta berbagai masalah pikiran-perasaan-perilaku lainnya.

Dr Andreas juga merupakan anggota dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia.

Buku ini adalah proses Dr. Andreas memaknai kehilangan besar dalam hidupnya. Diceritakan santai dengan tambahan sedikit bumbu humor gelap, buku ini memuat panduan bermanfaat yang langsung bisa diaplikasikan dalam hidup, seperti “Tutorial Mencuci Piring”, “Tutorial Menyusun Puzzle”, dan tentunya “Tutorial Menerima Kematian Seorang Anak”.

Membaca 16 bab buku ini seperti mengarungi sebuah perjalanan dari awal sampai akhir. Di bab pertama Dr. Andreas mengucapkan selamat datang kepada pembaca di Klub Berduka, tempat orang-orang bisa datang dan membicarakan tentang duka mereka.  Dalam sebuah wawancara dengan SEA Today, beliau mengatakan bahwa tantangan terberat dalam menulis buku ini adalah menghadapi duka itu sendiri. Menurutnya Bab 10, Hitungan Mundur ke Detak Jantung Terakhir, adalah bab yang paling sulit ditulis. Bab ini menceritakan secara rinci 30 menit sebelum Hiro, putranya, meninggal. Di bab terakhir, Bab 16 berjudul “Normal Baru yang Asimetris”, pembaca diajak melihat bagaimana kehidupan berjalan setelah ditinggalkan orang yang dicintai. Ada 3 bab yang menurut saya unik, yaitu bab tutorial. 

Baca Juga: RESENSI BUKU: Museum Kenangan, Membagikan Jatuh Cinta Pertama pada Buku
RESENSI BUKU: Jejak Pencak Silat yang Mendunia
RESENSI BUKU: Membaca Buku Sejarah Dunia Seasyik Mendengarkan Dongeng Hebat

Berduka dan Mencuci Piring

Bagian yang paling menarik adalah bagaimana penulis menghubungkan  proses berduka dengan mencuci piring. Bab 4, Tutorial Mencuci Piring, menguraikan pengalaman penulis menceritakan kematian Hiro berulang kali. Ketika melakukan ini, seorang yang sedang berduka mengombinasikan kata di pikiran dan rasa di hati. Semakin sering diceritakan dengan sedetail mungkin, emosi yang muncul akan makan berkurang. Dalam praktik klinis, ini disebut desensitisasi (desensitization). Sampai pada suatu titik, orang yang berduka merasa capek, dan mulai menghilangkan rincian kejadian yang tidak perlu diketahui orang lain. Pada akhirnya, hanya jawaban ini yang keluar, “Yah, sudah sakit lama kan. Doakan saja ya.” (halaman 31 paragraf 4).

Berduka adalah hal yang tidak menyenangkan, sama dengan mencuci piring. Tidak ada orang yang mau melakukannya, tapi tetap harus dikerjakan. Bagi Dr. Andreas, cuci piring selalu menjadi sebuah program negatif di otaknya; sebuah virus yang harus dihindari. Saya setuju bahwa kita tidak bisa begitu saja mengubah duka dan bersabar. Menghapus duka memerlukan waktu, seperti mencuci piring. Setiap kali kita harus membilas duka dengan air, digosok dengan sabun sampai bersih, lalu dikeringkan. Proses ini memakan waktu yang lama, dan durasinya berbeda bagi setiap orang.

Di Indonesia, yang menganut budaya timur, rasa duka adalah sesuatu yang sepertinya tabu untuk diekspresikan. Bahkan kalau ada yang mengekspresikan duka dengan tangis dianggap sebagai cengeng dan lemah. Padahal, terapi penerimaan dan komitmen (acceptance and commitment  therapy) mengajarkan bahwa kesedihan dan rasa sakit adalah perasaan wajar yang perlu kita terima. Mencoba menolaknya akan membuat semakin sulit untuk menghilangkannya. Tetapi, jika diberi tombol otomatis untuk menghilangkan duka, tidak ada seorang pun yang mau menekannya. Karena duka adalah bagian dari cinta. Menghapus memori orang atau hewan peliharaan yang sudah meninggal sama saja menghapus cinta kita kepada orang atau hewan itu.

Oleh karena itu, jika sedang berduka, tidak perlu menyangkal atau berpura-pura tegar. Akui saja perasaan sedih itu, Menangislah berhari-hari bila perlu. Air mata akan membasuh duka, seperti sabun membilas sisa makanan di piring kotor. Juga jangan menghakimi orang yang sedang berurai air mata karena duka.  Duduklah bersamanya, genggam tangannya. Tidak perlu banyak berkata, tapi jadilah pendengar yang baik. Kehadiranmu di sisinya saja sudah sangat membantu.

Terima kasih Dr. Andreas, yang sudah membimbing saya dalam membilas duka dan mencuci piring.

Informasi Buku:

Judul Buku: Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring
Penulis: Andreas Kurniawan
Jumlah halaman: 212
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tanggal-bulan-tahun diterbitkan: 13 Desember 2023
ISBN: 978-602-06-7467-4

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//