MAHASISWA BERSUARA: Merantau di Jatinangor, Aman Nggak Ya?
Sebuah mini survei terkait tingkat keamanan di Jatinangor mendapati tindakan kriminal paling sering terjadi adalah pencopetan, pencurian motor, dan begal.
Winona Salsabilla Wisnuputri
Mahasiswa
1 Januari 2024
BandungBergerak.id – Jatinangor, sebuah kawasan yang dikenal sebagai pusat kegiatan akademis dengan keberagaman mahasiswa dari berbagai universitas dan lembaga pendidikan. Namun, sayangnya, kehidupan di Jatinangor tidak selalu seaman yang dibayangkan. Kawasan yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk belajar, kini dihantui oleh ancaman tindakan kriminal seperti begal, copet, penodongan, pengeroyokan, maling, dan curanmor.
Seperti pepatah yang menyatakan "di mana ada lebah, di situ ada madu," mengingat mayoritas penghuni Jatinangor adalah mahasiswa, yang sebagian besar berasal dari luar kota dan tidak jarang dari kota-kota besar, maka sejumlah dari mereka memiliki barang-barang berharga yang menjadi daya tarik bagi para pelaku kejahatan. Situasi ini tidak hanya menimbulkan peningkatan kasus pencurian barang berharga, tetapi juga menciptakan gelombang pencurian handphone yang semakin meluas di Jatinangor. Hal ini mencerminkan bahwa tingkat ketidakamanan semakin merayap dalam kehidupan sehari-hari para mahasiswa di kawasan tersebut, menggarisbawahi perlunya perhatian serius terhadap isu keamanan di sekitar mereka.
Kekhawatiran akan keamanan di Jatinangor semakin memuncak setelah terjadi kasus penculikan dan pencabulan terhadap seorang anak balita. Mengejutkannya, pelaku dalam kasus tersebut ternyata adalah warga asli Jatinangor. Insiden ini menjadi pukulan keras bagi citra kawasan ini sebagai lingkungan aman bagi mahasiswa dan masyarakat pada umumnya.
Sebuah mini survei yang dilakukan mengungkap fakta menakutkan terkait tingkat keamanan di Jatinangor. Tindakan kriminal yang paling banyak dan sering terjadi adalah pencopetan, dengan daerah Ciseke dan kawasan Universitas Padjadjaran (Unpad) sebagai lokasi paling rawan. Disusul oleh pencurian motor dan tindakan begal yang paling sering terjadi di Jalan Sayang, Sukawening, dan Institut Pertanian Bogor (Ikopin).
“Jadi, singkatnya pas bulan November atau Oktober, agak lupa. Saya bangun, lalu TV, PS5, dan HP sudah hilang. Pintu dan gerbang kosan terbuka dengan gembok yang sudah rusak,” jelas salah satu korban berinisial W.
Baca Juga: Data Jumlah Kriminalitas di Kota Bandung 2003-2021: Dalam Setahun tidak Pernah Kurang dari 2.000 Kasus Kejahatan
Lebih Baik Mengakses Tol Cileunyi daripada Tol Jatinangor
MAHASISWA BERSUARA: Ada Apa dengan Jatinangor Sekarang?
“Sudah Coba Lapor Polisi ?”
Sayangnya, meskipun tindakan kriminal semakin merajalela di Jatinangor, mayoritas korban memilih untuk tidak melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib. Fenomena ini dapat dijelaskan oleh tingginya tingkat ketidakpercayaan terhadap penyelesaian kasus dan proses hukum. Banyak korban yang beranggapan bahwa melapor ke polisi hanya akan membuang-buang waktu mereka, tanpa menjamin penyelesaian yang memuaskan atau keadilan yang mereka harapkan.
“Tolong wadahi hal-hal begini nggak pake uang. Suka bingung kalau mau lapor, malah jadi kayak aku yang salah. Padahal jelas-jelas aku korban,” ujar salah satu korban dengan inisial D.
Hal yang sama terjadi pada Arfan. Ia kehilangan handphone-nya. Arfan mengungkapkan bahwa tindakan melaporkan ke pihak berwajib hanyalah salah satu langkah untuk membantu proses pengembalian handphone miliknya, bukanlah upaya menyelesaikan masalah secara utuh. Keputusan untuk melaporkan kejadian tersebut diambil dengan tujuan untuk memperoleh Surat Keterangan Tanda Lapor Kehilangan (SKTLK) atau dokumen resmi dari kepolisian. Dokumen tersebut penting guna melacak keberadaan handphone yang hilang tersebut. Menariknya, proses pengajuan laporan Arfan berjalan cepat, bahkan tidak memakan waktu satu hari penuh.
Tak dapat dipungkiri bahwa tidak semua individu memiliki keberanian untuk melaporkan suatu kejadian ke pihak berwajib. Sebagai contoh, W memilih untuk tidak melapor dan merelakan kehilangan handphone yang dialaminya. Kendati demikian, korban yang lain, L tetap berusaha memberikan informasi ke pihak keamanan di Universitas Padjadjaran dengan melaporkan peristiwa tersebut kepada satpam. Namun, meskipun usaha telah dilakukan, keberhasilan dalam menemukan pencuri ternyata sulit diwujudkan, mengingat pelaku tidak meninggalkan jejak yang jelas.
Tindakan yang di ambil Arfan dan W memang kontras, meskipun keduanya menghadapi kehilangan yang serupa. Arfan memilih langkah-langkah hukum dengan melaporkan ke pihak berwajib, sementara W lebih memilih untuk menerima kenyataan dan mengikhlaskan kehilangannya. Meski begitu, kisah ini juga menggambarkan bahwa meskipun telah dilakukan pelaporan, tidak menjamin bahwa kehilangan tersebut dapat diatasi sepenuhnya, terutama ketika pelaku telah berhasil melarikan diri tanpa jejak.
“Apa Kata Polsek Jatinangor?”
Sabar Budiono, Penyidik (KATIM) Polsek Jatinangor, mengakui bahwa keterbatasan alat merupakan kendala utama dalam upaya penanganan kejahatan di kawasan ini. Meskipun Polsek telah bekerja sama dengan beberapa satpam di Jatinangor untuk meningkatkan koordinasi dan menjaga keamanan, tetapi nyatanya, tantangan keamanan masih terus ada.
Sabar memberikan saran kepada masyarakat Jatinangor, khususnya para mahasiswa, untuk selalu menjaga barang berharga mereka. Termasuk di tempat tinggal atau kosan pribadi. Peningkatan kesadaran akan keamanan pribadi dapat menjadi langkah awal dalam mencegah dan mengurangi tindakan kriminal di kawasan ini.
Meskipun keterbatasan sumber daya menjadi hambatan, tetapi perlindungan terhadap warga Jatinangor harus menjadi prioritas bersama. Kolaborasi antara pihak kepolisian, satpam, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi semua. Peningkatan patroli, pemasangan CCTV, dan peningkatan kesadaran masyarakat dapat menjadi langkah-langkah konkret dalam menjaga keamanan di Jatinangor.
Dengan demikian, perlu adanya perhatian serius dari semua pihak terkait untuk menciptakan Jatinangor sebagai kawasan mahasiswa yang aman dan nyaman bagi setiap individu yang tinggal di sana. Keamanan adalah hak setiap warga, dan upaya bersama akan menjadi kunci utama dalam mencapai tujuan tersebut.