• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Tak akan Ada Masa Depan, Tanpa Melawan Hegemoni Kekuasaan

MAHASISWA BERSUARA: Tak akan Ada Masa Depan, Tanpa Melawan Hegemoni Kekuasaan

Gerakan mahasiswa yang merupakan kelompok intelektual organik memiliki banyak cara dalam melakukan perlawanan terhadap hegemoni kekuasaan.

Tegar Afriansyah

Mahasiswa Ilmu Sosiologi di Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Jakarta.

Mahasiswa mengecam kepemimpinan Presiden Joko Widodo di penghujung masa kekuasaannya, termasuk soal putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi, di depan gedung DPRD Jabar, Bandung, 20 Oktober 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

7 Januari 2024


BandungBergerk.id – Perguruan tinggi tidak hanya menghasilkan gelar, namun juga berkontribusi terhadap perubahan sosial dan politik. Hal ini dikarenakan civitas academica yang ada di dalamnya, mulai dari dosen hingga mahasiswa sebagai kaum intelektual yang selalu mewacanakan dan mengembangkan ilmu pengetahuan baru, dalam hal ini sosial dan politik. Dengan begitu, perguruan tinggi menjadi wahana, khususnya bagi mahasiswa untuk melakukan perubahan sosial melalui serangkaian perjuangan politik dengan orientasi melawan segala bentuk ketidakadilan dan hegemoni kekuasaan.

Secara historis, perjuangan politik mahasiswa telah menjadi tonggak penting dalam setiap perubahan sosial dan politik dari masa ke masa. Sebut saja perjuangan politik mahasiswa di Amerika yang menentang perang melalui gerakan anti perang atau peace movement. Gerakan ini muncul dalam berbagai bentuk dan organisasi seperti Students for a Democratic Society (SDS), Vietnam War Protest Movement, dan National Mobilization Committee to End the War in Vietnam, hingga perjuangan politik mahasiswa pro-demokrasi di Indonesia dalam meruntuhkan kekuasaan yang otoriter pada masa orde baru yang di inisiasi oleh Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) dan lain-lain. Semuanya dilandasi oleh suasana kebatinan yang sama, yaitu menentang struktur kekuasaan yang menghegemoni mereka untuk tunduk pada kondisi yang menindas dan tidak adil. Mereka datang dengan satu misi besar, yaitu menggugat status quo kekuasaan demi masa depan yang lebih baik.

Hutington mengatakan bahwa gerakan mahasiswa adalah The Universal Opposition (oposisi sejati) terhadap bentuk ketidakadilan yang dilakukan oleh para pemimpin dan pemerintah selama ini. Hutington menegaskan bahwa mahasiswa adalah bentuk perlawanan yang tidak akan pernah padam terhadap pemerintahan yang lalim. Terkait dengan kata-kata tersebut, mahasiswa secara kritis akan dituntut untuk melakukan perubahan secara adil dan hati-hati dalam mengusung ide-ide demokratisasi. Betapa pentingnya peran mahasiswa dalam pemersatu bangsa dan menjadi suara di tengah masyarakat.

Dengan demikian, gerakan mahasiswa merupakan jantung dari perjuangan publik untuk mendapatkan keadilan. Ketika publik mendengar aksi-aksi kolektif yang dilakukan oleh gerakan mahasiswa, maka masyarakat akan secara otomatis menilai bahwa ada yang salah dengan negara kita. Sepanjang sejarahnya yang beragam, gerakan mahasiswa telah mengguncang struktur kekuasaan yang ada, mengekspos ketidakadilan, dan memperjuangkan hak asasi manusia.

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Siapa itu Mahasiswa?
Aku Tahu maka Aku Bergerak, sebuah Usulan untuk Mematahkan Keterputusan Pengetahuan dalam Gerakan Mahasiswa
BUKU BANDUNG #68: Potret Gerakan Mahasiswa Bandung 1960-1967

Mengapa Kita Harus Melawan Hegemoni Kekuasaan?

Gerakan mahasiswa merupakan manifestasi dari suara dan aspirasi generasi muda yang berani dan berpikiran terbuka. Gerakan mahasiswa memiliki potensi yang besar dalam melakukan perlawanan dan perubahan terhadap tatanan kekuasaan yang lalim, terutama pada situasi di mana kekuasaan terkonsentrasi di tangan segelintir orang atau elite politik. Untuk memahami perlawanan gerakan mahasiswa terhadap hegemoni kekuasaan, kita dapat merujuk pada teori hegemoni yang dikemukakan oleh Antonio Gramsci. Menurut Gramsci, hegemoni adalah dominasi budaya dan ideologi oleh kelas dominan dalam masyarakat.

Teori hegemoni Gramsci juga menjelaskan bagaimana para elit politik dan ekonomi berusaha mempertahankan dominasi mereka dengan mengendalikan struktur sosial dan budaya. Dalam buku mereka yang berjudul ""Hegemony and Socialist Strategy: Towards a Radical Democratic Politics," menjabarkan bagaimana hegemoni kekuasaan dapat menciptakan ketimpangan sosial dan politik. Hegemoni kekuasaan yang didominasi oleh elit politik juga dapat berakibat pada pengurasan sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sempitnya akses publik (Laclau & Mouffe, 1985).

Gerakan mahasiswa memainkan peran penting dalam memperkuat demokrasi dan mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan. Mereka membawa suara publik ke panggung politik dan menuntut kebijakan yang melayani kepentingan publik. Dalam penelitiannya yang berjudul "Student Activism and Youth Politics in Contemporary Europe," te Velde (2017) menyoroti bagaimana gerakan mahasiswa di Eropa terlibat dalam memperjuangkan demokrasi yang lebih kuat dan akuntabel. Gerakan mahasiswa melakukan hal tersebut dengan cara mengorganisir, mengadvokasi, dan berpartisipasi dalam arena politik.

Bagaimana Kita Melawan Hegemoni Kekuasaan?

Pada intinya, pendidikan memainkan peran kunci dalam kehidupan masyarakat. Tentunya melalui pendidikan yang memiliki sikap ilmiah dan keberpihakan kepada mereka yang tertindas. Penggunaan ilmu yang diperolehnya harus diabdikan untuk menegakkan nilai-nilai kesetaraan dan kemanusiaan, serta membela kaum mustadh'afin. Dalam karya Freire “Pedagogy of the Oppressed. Herder and Herder”, baginya, di perguruan tinggi, mahasiswa memiliki kesempatan untuk mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang isu-isu sosial dan politik, serta mempelajari teori-teori yang mendukung gerakan mereka. Pendidikan ini memberikan dasar yang kuat bagi mahasiswa untuk memahami betapa pentingnya melawan hegemoni kekuasaan.

Dalam ruang sejarah, mahasiswa telah berada di garis depan perubahan sosial. Mereka tidak hanya menjadi simbol perlawanan, tetapi juga katalisator perubahan yang membawa perubahan paradigma dalam masyarakat. Di tengah bayang-bayang hegemoni kekuasaan, mahasiswa menjelma menjadi suara-suara kritis yang menantang struktur-struktur yang mapan, memunculkan beragam pilihan dalam perlawanannya. Gerakan mahasiswa yang merupakan kelompok intelektual organik memiliki banyak cara dalam melakukan perlawanan terhadap hegemoni kekuasaan.

Gerakan Mahasiswa di Dunia yang Melawan Hegemoni Kekuasaan

Di banyak negara, terdapat gerakan mahasiswa yang berhasil menggulingkan kekuasaan yang lalim. Indonesia, misalnya, gerakan mahasiswa  memainkan peran penting dalam penggulingan rezim otoriter Orde Baru pada tahun 1998. Mereka mengorganisir demonstrasi dan pemogokan besar-besaran untuk menuntut reformasi politik dan kembalinya demokrasi. Kemudian, gerakan ini muncul lagi pada tahun 2019 dan 2020.

Eskalasi gerakan mahasiswa yang dibarengi dengan kesadaran kritis yang semakin tinggi mampu menjungkirbalikkan beberapa kebijakan yang dianggap merugikan masyarakat. Negara tetangga, Hong Kong, juga mengalami hal serupa. Aksi protes berangkat dari situasi RUU ekstradisi yang dianggap sebagai upaya pemerintah China untuk memperkuat kontrol atas Hong Kong.

Chili melalui Gabriel Boric melakukan aksi yang lebih radikal. Mereka menggunakan hak politiknya untuk menantang hegemoni kekuasaan dan merebut kekuasaan dengan membangun Front Politik Strategis. Hasilnya, Gabriel Boric yang memiliki rekam jejak memenangkan tuntutan pendidikan gratis melalui Penguin Movement, kini menjadi Presiden Chile termuda yang berasal dari gerakan mahasiswa.

Babak Baru Gerakan Mahasiswa di Indonesia.

Era Reformasi telah melahirkan generasi pemimpin baru yang dipilih melalui pemilihan umum. Sistem politik di Indonesia telah memperbaharui diri setelah runtuhnya rezim otoriter Orde Baru. Hal yang sama juga berlaku untuk gerakan mahasiswa. Rezim Jokowi memang telah melahirkan penaklukan gaya baru. Hegemoni kekuasaan yang dijalankan oleh rezim Jokowi berujung pada penundukan daya kritis mahasiswa melalui berbagai cara: mulai dari kurikulum pendidikan hingga mengooptasi cara berpikir mahasiswa dengan berbagai platform yang seolah-olah menjadi wadah partisipasi mereka.

Situasi ini menjadi babak baru sekaligus tantangan baru bagi gerakan mahasiswa untuk melawan hegemoni kekuasaan. Momentum pemilu juga menjadi aspek penting bagi gerakan mahasiswa. Mereka mulai diarahkan untuk mendukung capres dan cawapres tertentu. Padahal, capres dan cawapres yang akan bertarung pada pemilu 2024 mendatang tidak merepresentasikan mahasiswa. Jauh dari itu, mereka mulai membentuk relawan dan menjadi simpatisan elite politik. Hegemoni kekuasaan rezim Jokowi memang menjijikkan. Tidak tahu malu. Gerakan mahasiswa harus memperbaiki situasi ini untuk mendorong partisipasi yang bermakna dan keterlibatan kritis.

Hanya Ada Kegelapan di Depan

Kelak, jika gerakan mahasiswa jalan di tempat, maka kita hanya akan diajari untuk melihat teman sekelas kita yang harus putus kuliah karena biaya kuliah yang semakin mahal, teman yang lantang mengkritik dikeluarkan dari kampus, atau bahkan kita kehilangan nyawa teman hanya karena mengkritik kekuasaan. Bahkan lebih jauh dari itu, kita akan terhenyak ketika melihat setiap penindasan dan eksploitasi yang dilakukan oleh hegemoni kekuasaan di depan mata.

Selama ribuan tahun, masyarakat telah menjadi sasaran hegemoni kekuasaan yang tak berkesudahan dan tirani. Namun, apakah gambaran buruk itu terjadi atau tidak sekarang tergantung pada kita, apakah kita mau melawan halimun gelap untuk meraih masa depan yang lebih cerah atau berkompromi dengan hegemoni kekuasaan dengan dalih tidak punya pilihan. Kini, perjuangan mahasiswa melawan hegemoni kekuasaan harus digaungkan dengan lantang untuk mengembalikan masa depan yang lebih adil.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//