• Opini
  • Aku Tahu maka Aku Bergerak, sebuah Usulan untuk Mematahkan Keterputusan Pengetahuan dalam Gerakan Mahasiswa

Aku Tahu maka Aku Bergerak, sebuah Usulan untuk Mematahkan Keterputusan Pengetahuan dalam Gerakan Mahasiswa

Gerakan mahasiswa di Indonesia menderita keterputusan pengetahuan. Harus segera menaruh prioritas pada kerja pengarsipan dan pengelolaan informasi.

Anju Gerald

Mahasiswa yang aktif di Lingkar Belajar Pergerakan (LBP)

Mahasiswa membakar ban dalam aksi mengkritik pemerintahan Joko Widodo di depan kantor Gubernur Jawa Barat, Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (11/4/2022). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

31 Juli 2023


BandungBergerak.id - Setiap tahun dirangkailah kajian tentang Uang Kuliah Tunggal (UKT), namun isinya seringkali berulang dan ide-ide di dalamnya telah diajukan sebelumnya. Argumen yang didebatkan kepada birokrat kampus pun sering kali ditolak, dan ternyata, sudah pernah diajukan sejak dahulu. Fenomena seperti ini menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa seringkali tidak belajar dari masa lalu. Fenomena ini disebut sebagai "keterputusan pengetahuan" (Susilo, 2020).

Masalah keterputusan pengetahuan ini tidak muncul begitu saja, tetapi dipengaruhi oleh beberapa prakondisi. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah sistem kaderisasi gerakan yang kurang memadai. Kualitas kader dan anggota gerakan mahasiswa menjadi kurang stabil, apalagi gerakan mahasiswa kerap bergantung pada negara mahasiswa. Faktor yang membuatnya demikian terutama karena tata kelola "pemerintahan" yang ambigu, bergantung pada rezim yang berkuasa.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya dalam menjembatani lewat wacana, seperti menuliskan tuntutan dengan referensi tahun-tahun sebelumnya. Namun, efektivitasnya tergantung pada kesamaan prioritas isu di setiap organisasi gerakan mahasiswa, serta mengatasi ego sektoral yang ada.

Masalah prioritas isu dalam gerakan mahasiswa juga mencakup fokus pada isu internal dan eksternal kampus, kurangnya agenda strategis jangka panjang, pengarsipan basis data kajian yang kurang memadai, batasan masa kepengurusan yang pendek, dan intervensi politik regresif dari patron (Susilo, 2020). Beberapa aktor gerakan mahasiswa telah mengambil langkah melalui penelitian akademik dan pengarsipan kajian gerakan dalam berbagai bentuk tulisan, yang bisa menjadi tren positif bagi gerakan mahasiswa di Universitas Gadjah Mada (UGM) (Susilo, 2020).

Masalah serupa juga ditemukan dalam gerakan sosial lainnya, seperti yang terjadi ketika beberapa elemen gerakan sosial berencana mengadakan pengadilan atas Suharto setelah ia meninggal, namun dibatalkan karena kurangnya data yang cukup (Suryajaya, 2016). Siapa dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kelangsungan pembelajaran yang keberlanjutan dalam gerakan, terutama gerakan mahasiswa?

Siapa Mengerjakan?

Susilo (2020), lagi-lagi, telah memetakan aktor dan jejaring sosial yang terlibat dalam gerakan mahasiswa, termasuk transformasi kelembagaan dan aktor dalam organisasi gerakan mahasiswa pasca Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). PTN-BH menyebabkan restrukturisasi kelembagaan dan mempengaruhi aktivitas organisasi mahasiswa, bahkan melalui Majelis Wali Amanat (MWA) yang menjadi hubungan mahasiswa dengan berbagai pihak.

Transformasi kelembagaan dan aktivisme mahasiswa dipengaruhi oleh logika pasar dan politik birokrasi perguruan tinggi. Logika pasar mendorong persaingan di antara klub bakat, klub kompetisi, dan komunitas bisnis, sehingga aktivitas advokasi dan kebijakan dari organisasi mahasiswa tidak selalu dianggap memenuhi indikator-indikator yang ditetapkan.

Meskipun banyak kebingungan dan kekacauan, masih ada kelompok mahasiswa yang nekat bergerak melakukan aktivisme kolektif sebagai bentuk perlawanan dan advokasi di era kontemporer ini (Susilo, 2020). Beberapa organisasi mahasiswa seperti BEM, DEMA, LEM, dan himpunan mahasiswa jurusan tetap berperan dan memiliki potensi yang dapat diutilisasi karena status formal, struktur kerja yang jelas, serta akses ke basis konstituen dan sumber daya yang memadai.

Di tengah situasi yang rumit, ada peluang untuk mendorong peran ormawa seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema), (Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM), dan himpunan mahasiswa jurusan. Ormawa-ormawa ini dapat menjadi sasaran salah satu proposal untuk mengatasi permasalahan dalam gerakan mahasiswa.

Baca Juga: Saatnya Demitisasi: Pemosisian Mahasiswa Hari ini
Aksi Menolak KUHP di Bandung Berujung Ricuh, Sejumlah Mahasiswa Ditangkap Polisi
Mahasiswa Bandung Menuntut Penurunan Harga BBM

Konkretnya?

Proposal ini bertujuan untuk mengatasi masalah keterputusan pembelajaran dalam gerakan mahasiswa dengan memperbaiki manajemen pengetahuan. Sebelumnya, telah diungkapkan bahwa salah satu faktor yang berkontribusi pada keterputusan tersebut adalah kurangnya pengarsipan basis data kajian, yang diungkapkan oleh Susilo (2020). Dalam konteks yang lebih luas, organisasi gerakan mahasiswa membutuhkan kerja-kerja pengarsipan dan pengelolaan informasi.

Manajemen pengetahuan sendiri adalah sekumpulan metode yang bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi dengan memanfaatkan pengetahuan secara optimal (Girard dkk, 2015). Intinya, manajemen pengetahuan berfokus pada meningkatkan kinerja, menciptakan keunggulan kompetitif, mendorong inovasi, berbagi pelajaran yang telah dipelajari, mengintegrasikan informasi, dan melakukan perbaikan berkelanjutan di dalam organisasi (Gupta dkk, 2004).

Dalam konteks manajemen pengetahuan, terdapat dua strategi penting, yaitu pengkodifikasian dan personalisasi (Hansen dkk, 2013) Pengkodifikasian melibatkan mengodekan pengetahuan secara jelas ke dalam repositori pengetahuan yang dapat diakses oleh semua orang, sedangkan personalisasi mendorong individu untuk secara langsung berbagi pengetahuan yang mereka miliki.

Manajemen pengetahuan ini perlu didukung oleh teknologi yang canggih seperti perangkat lunak kolaboratif, sistem alur kerja, sistem manajemen konten dan dokumen, laman organisasi, eLearning, dan sebagainya. Teknologi-teknologi ini membantu memfasilitasi kolaborasi, mengelola pengetahuan, dan memproses informasi di dalam organisasi. Dengan menerapkan manajemen pengetahuan yang efektif dan pemanfaatan teknologi yang tepat, diharapkan masalah keterputusan pembelajaran setidaknya dalam organisasi kemahasiswaan (ormawa) dapat diatasi dengan lebih baik dan lebih lancar.

Langkah pertama adalah menciptakan sebuah "pusat pengetahuan" yang canggih. Kita perlu memiliki tempat terpusat dan mudah diakses untuk mengorganisasi semua dokumen penting. Ini dapat dilakukan dengan cara fisik yang tradisional atau menggunakan platform berbasis digital seperti sistem manajemen konten atau platform kolaboratif yang memungkinkan penyimpanan dan pengorganisasian dokumen secara terstruktur.

Setelah itu, tantangan besar berikutnya adalah mengumpulkan serta mengubah dokumen-dokumen lama menjadi versi digital yang canggih. Semua laporan pertanggungjawaban (LPJ), notulen rapat, hingga kajian yang pernah dikerjakan organisasi perlu diolah menjadi data digital. Tim khusus dapat bertugas mengelola pengetahuan dan memastikan dokumen-dokumen tersebut tetap aman.

Selanjutnya, para anggota gerakan mahasiswa perlu didorong untuk berbagi pengetahuan secara aktif. Pertemuan khusus, diskusi, atau bahkan kompetisi pengetahuan dapat diadakan untuk mendorong kolaborasi dan pembagian informasi. Gerakkan semua divisi dalam komunitas, tidak hanya yang spesifik pada “gerakan” saja. untuk berkontribusi dalam berbagi pengetahuan!

Adopsi teknologi yang sesuai juga akan membantu meningkatkan efisiensi dalam manajemen pengetahuan. Perangkat lunak kolaboratif, sistem manajemen konten, atau platform e-learning akan menjadi sahabat setia gerakan mahasiswa, membantu mengatur pengetahuan dengan canggih.

Terakhir, evaluasi dan perbaikan harus selalu dilakukan. Setiap gerakan mahasiswa memiliki keunikan dan karakteristiknya sendiri. Beranikanlah untuk mencoba hal-hal baru, menggali kreativitas, dan beradaptasi dengan perubahan. Perjuangan tidak hanya tentang tekad yang kuat, tetapi juga kemampuan untuk belajar dan berkembang dari kritik dan otokritik. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan masalah keterputusan pembelajaran dalam gerakan mahasiswa dapat diatasi dengan lebih baik dan lebih lancar.

A luta continua

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//