• Narasi
  • Ngopi, Nongki, Gengsi vs. Investasi Properti, Tantangan Keuangan Gen Z Membeli Rumah

Ngopi, Nongki, Gengsi vs. Investasi Properti, Tantangan Keuangan Gen Z Membeli Rumah

Kenaikan harga rumah melonjak lebih tinggi dibandingkan dengan penghasilan Gen Z. Kenaikan terjadi karena pertumbuhan permintaan hunian, baik rumah milik atau sewa.

Lulu Suadinda Putri Dellycia

Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Pasundan (Unpas) Bandung

Permukiman di atas Sungai Cikapundung, Kota Bandung, Minggu (6/11/2022). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

8 Januari 2024


BandungBergerak.id – “Gen Z beli kopi mulu, gimana mau beli rumah? Begitu kira-kira sebuah cuitan yang diungkapkan salah satu warga Twitter, kini X, sempat ramai dan mengundang banyak komentar dari berbagai pihak baru-baru ini. 

Stereotip boros dan suka buang-buang uang seolah sudah melekat pada Gen Z. Ditambah stereotip lainnya yang dicap generasi sebelumnya membuat Gen Z seolah-olah terlihat manja, malas dan cengeng. Tidak lupa generasi sebelumnya suka memberi wejangan, jangan salah melangkah dan sebaiknya mencontoh mereka, mumpung masih umur 20-an, sharing is caring, katanya.

Tidak dapat dipungkiri, stereotip memang sudah biasa terjadi dari generasi ke generasi. Orang dewasa cenderung meremehkan anak muda dan membandingkan diri mereka lantaran merasa diri mereka lebih baik. Secara tidak sadar mereka membandingkan diri mereka yang sekarang dengan masa lalunya kepada anak muda. 

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh John Protzko dan Jonathan Schooler dalam Kids these days: Why the youth of today seem lacking (2019). Penelitian ini mengungkapkan bahwa kualitas generasi muda terkesan menurun padahal zamannya juga sudah berbeda. 

Sebagai generasi muda rasanya pasti kesal dan tidak nyaman mendengar berbagai asumsi generasi baby boomer, X, Y, serta Milenial yang terkadang menggeneralisasi stereotip tertentu. Karena itu, sebaiknya sebagai generasi muda kita tidak perlu menelan mentah-mentah tentang apa yang mereka katakan pada kita karena seperti yang dijelaskan tadi bahwa hal ini selalu terjadi di setiap generasi. 

Tetapi tetap tidak dibenarkan meragukan kemampuan Gen Z untuk membeli rumah hanya karena mereka terlihat gaul dan mengikuti tren. Rasanya sangat tidak tepat mengklaim gaya hidup seseorang yang hanya terlihat di sosial media saja atau sebagian kecilnya saja tanpa melihat faktor lain yang ditanggung Gen Z.

Hal ini disetujui oleh Argy (21 tahun) yang saat ini sedang menjalani program magang sebagai Corporate & Interprise Remedial and Recovery di salah satu bank di Jakarta. “Gue kesel banget sama orang-orang yang bercandain Gen Z enggak bisa beli rumah karena beli kopi. Gue enggak menentang stereotip Gen Z boros karena pasti ada aja orang yang boros, tapi di usia kita yang sekarang ini memang belum melek financial literacy jadi kita enggak tau cara ngelola uang yang baik jadi kesannya boros.”

Begitu juga dengan Lintang (21 tahun) seorang karyawan swasta di Jakarta yang turut mengamini. “Boros mungkin ya jadi salah satu faktornya, tapi enggak bisa digeneralisasi. Banyak faktor lain juga yang jadi kendala,” ungkap Lintang.

Baca Juga: Data Komposisi Penduduk Kota Bandung Hasil Sensus 2020, Mayoritas Gen Z
Data Kondisi Rumah Penduduk Miskin Kota Bandung 2019, Lebih dari 25 Ribu Keluarga tidak Punya Kamar Tidur
Skeptisisme Gen Z Terhadap Janji Iklim Capres

Kenaikan Harga Properti

Kenaikan harga rumah melonjak lebih tinggi dibandingkan dengan penghasilan Gen Z. Kenaikan ini terjadi karena pertumbuhan permintaan hunian, baik rumah milik maupun sewa. 

Berdasarkan data dari Rumah.com Indonesia Property Market Index, indeks harga properti telah mengalami peningkatan sebesar 10% dalam tiga tahun terakhir. Meskipun terdapat perlambatan pada tahun 2020-2021 akibat dampak pandemi, tren peningkatan harga kembali terjadi di tahun 2022 dengan kenaikan sebesar 5% per tahun.

Di wilayah Jabodetabek, terdapat peningkatan harga yang lebih signifikan, dengan kenaikan harga mencapai 11,5% di Tangerang Selatan, 24,5% di Kabupaten Tangerang, 8,5% di Kabupaten Bogor, dan 7,5% di Kota Depok.

Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2020, terdapat sekitar 12,75 juta angka backlog kepemilikan perumahan dan angka ini belum termasuk pertumbuhan keluarga baru sekitar 700.000-800.000 per tahunnya.

Kebanyakan generasi baby boomers dan generasi X menginvestasikan uang mereka ke properti, entah untuk dijual kembali di kemudian hari dengan harga selangit atau diwariskan pada keluarga mereka (yang beruntung). Hal ini tidak salah, tetapi banyak Milenial dan Gen Z menganggap bahwa menginvestasikan seluruh uang mereka untuk properti bisa merugikan generasi sekarang yang semakin sulit membeli rumah dan mencari tanah/lahan kosong. Ditambah adanya inflasi, semuanya serba mahal. 

Rendahnya Penghasilan Gen Z

Gen Z lahir tahun 1997-2012. Usia Gen Z yang paling tua saat ini adalah 25 tahun. Di awal usia 20-an minimnya pengalaman menjadi salah satu faktor kecilnya upah Gen Z. Sebenarnya hal itu sangat wajar karena di usia inilah Gen Z mulai meniti kariernya, mulai menanam bibit mereka yang akan dipanen kemudian hari. 

Tetapi banyak dari Gen Z yang mengkhawatirkan hal ini, ditambah lagi generasi sebelumnya kerap menganggap remeh dan mengaitkan pada gaya hidup.

“Berdasarkan pengalaman gue, pendapatan yang enggak sebanding sama biaya hidup yang jadi faktor utama susah beli rumah. Buat sehari-hari aja pas-pasan, gimana mau nabung?” ungkap Lintang

“Makanya sebel deh kalau dikatain mental tempe sama boomer,” imbuhnya.

Begitu pun dengan Argy, “Harga aja naik terus. kebutuhan sama penghasilan kita enggak sebanding. Kalau emang enggak ada yang bisa ditabung harus gimana?” ucapnya.

Gen Z memiliki pandangan yang berbeda mengenai kepemilikan rumah dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Gen Z menganggap bahwa investasi pada pengalaman adalah hal yang menarik. Banyak di antara mereka lebih cenderung mengalokasikan investasi mereka pada perjalanan atau pendidikan lanjutan. 

Mereka memandang bahwa memiliki rumah mungkin bukan pilihan investasi yang optimal untuk masa depan mereka, terutama mengingat fluktuasi harga properti dan ketidakpastian dalam ekonomi global.

Harapan Gen Z

Dilansir dari Liputan 6, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memberikan tanggapan. Erick mendorong kerja sama yang erat antara BUMN Karya, Perumahan Nasional (Perumnas), Bank Tabungan Negara (BTN), Kereta Api Indonesia (KAI), Perusahaan Listrik Negara (PLN), dan Telkom. Erick berharap bahwa perusahaan-perusahaan milik negara tersebut dapat menyediakan solusi lengkap bagi generasi Z, sehingga mereka dapat dengan lebih mudah mendapatkan tempat tinggal dan pekerjaan.

Menurut Erick, sinergisitas ini akan memiliki dampak positif bagi generasi Z, seperti harga rumah yang terjangkau dan kemudahan akses transportasi yang akan mempermudah dalam mencari pekerjaan.

“Gue berharap kalau ada subsidi rumah lebih accessible lagi lah dan kualitas airnya bersih. Untuk sekarang gue mikirnya kalau harga tanah terus naik 5-6 tahun ke depan, mungkin gue prefer tinggal di rusun atau apartment murah yang gampang aksesnya,” kata Argy.

Gen Z banyak menghadapi berbagai tantangan unik yang membuat mereka sulit untuk punya rumah. Dalam menghadapi hal ini penting bagi pembuat kebijakan dan pemimpin industri untuk mendukung generasi Z. Dibutuhkan kebijakan baru dan solusi baru agar kebutuhan tetap terpenuhi dan hak setiap generasi untuk memiliki rumah yang dinilai sebagai kebutuhan primer dapat juga terealisasi.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//