• Narasi
  • Pemikiran Modernisme Islam Muhammad Abduh dan Pengaruhnya di Indonesia

Pemikiran Modernisme Islam Muhammad Abduh dan Pengaruhnya di Indonesia

Pemikiran Muhammad Abduh paling banyak mendapat perhatian para orientalis barat. Dikenal sebagai tokoh pemikir Islam asal Mesir yang independen dan bersikap liberal.

Andrean Lesmana

Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Muhammad Abduh (1849-1905). (Foto: Wikimedia Commons)

10 Januari 2024


BandungBergerak.id – Pembaharuan dalam Islam adalah upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan perkembangan zaman, seperti kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan peradaban modern. Latar belakang terjadinya pembaharuan dalam Islam yaitu bertujuan untuk mengembalikan kemurnian dan dinamisme ajaran Islam yang telah tercemar oleh bid’ah, taklid buta, khurafat dan stagnasi pemikiran. Gerakan pembaharuan Islam muncul sebagai respon terhadap krisis yang dihadapi umat Islam, termasuk kemunduran ilmiah, politik, ekonomi, sosial dan budaya akibat adanya penjajahan dan imperialisme Barat.

Salah satu tokoh pembaharu dalam Islam adalah Muhammad Abduh, nama lengkap beliau adalah Muhammad Abduh ibn. Hasan Khair Allah, dilahirkan pada tahun 1849 M di Mahallat al-Nasr daerah kawasan Sibrakhait Provinsi al-Bukhairoh Mesir. Ayahnya Hasan Khairullah berasal dari Turki. Ibunya bernama Junainah berasal dari bangsa Arab yang silsilahnya sampai ke suku bangsa yang sama dengan Umar bin Khattab.

Di antara sekian banyaknya pemikir muslim, namun pemikiran Muhammad Abduh yang paling banyak mendapatkan perhatian serta pembahasan para orientalis Barat, baik yang pro maupun yang kontra. Hal ini disebabkan oleh pemikiran dan tulisan apologetis Abduh yang mencakup aspek-aspek seperti politik, pendidikan interpretatif, tauhid dan sastra Ide dan pemikiran Abduh diteruskan dan dikembangkan lebih lanjut oleh murid terbaiknya, Rasyid Ridha. Selain itu, Muhammad Abduh dikenal sebagai tokoh pemikir yang independen dan bersikap liberal, karena ia banyak bersentuhan dengan peradaban Barat. Berikut pemikiran-pemikiran dari Muhammad Abduh.

Baca Juga: Ustaz E Abdullah dan Majalah Iber, Dakwah Persatuan Islam dalam Bahasa Sunda
Merawat Tradisi Ngadulag, Mengokohkan Harmoni Islam dan Kearifan Lokal
Semangat Penerbit Buku Pemikiran Islam di Kota Bandung

Pemikiran Muhammad Abduh

Pertama, Ijtihad. Muhammad Abduh adalah penentang keras taklid dan meyakini bahwa taklid adalah faktor yang melemahkan jiwa umat Islam. Menurutnya, stagnasi yang dialami  selama bertahun-tahun perlu dipatahkan akan melahirkan ide tentang perlunya melaksanakan kegiatan ijtihad. Menurut Abduh, taklid akan membekukan akal pikiran manusia sampai batas tertentu, taklid sama sekali tidak sejalan dengan akal, taklid tidak sesuai dengan tabiat kehidupan, dan juga bertentangan dengan hakikat landasan serta ciri-ciri Islam. Muhammad Abduh menghapuskan taklid sebagai sebuah prinsip pada saat itu, yang secara harfiah mengikuti sekte yang mirip aliran sesat. Fanatisme ini disebabkan oleh lemahnya ideologi, politik dan ekonomi masyarakat Islam. Menurut Abduh ijtihad bukan hanya boleh tetapi perlu dilakukan. Namun, menurutnya, bukan berarti semua orang bisa melakukan ijtihad. Hanya orang-orang tertentu yang memenuhi syarat ijtihad yang dapat melakukan ijtihad. Ijtihad didasarkan langsung pada Al-Quran dan hadis, yaitu sebagai sumber utama ajaran dalam Islam. Bidang ijtihad berkaitan dengan persoalan muamalah yang ayat-ayat dan hadisnya bersifat umum dan jumlahnya sedikit.  Di sisi lain, persoalan ibadah bukan termasuk ijtihad. Sebab persoalan ibadah adalah hubungan manusia dengan Tuhan, bukan hubungan manusia dengan manusia yang tidak mau berubah seiring perkembangan zaman.

Kedua, Teologi. Menurut Abduh teologi (ilmu tauhid) adalah ilmu yang membahas tentang keberadaan Tuhan, sifat-sifat Tuhan dan perihal kenabian.  Alam ini adalah ciptaan Tuhan, dan oleh karena itu, teologi juga membahas hubungan Tuhan dengan makhluk-Nya. Dalam bidang teologi (akidah) Muhammad Abduh membahas dua tema pokok, yakni Pembebasan umat Islam dari akidah kaum Jabariyah dan pemberian pengertian kepada mereka (umat Islam), bahwa akal adalah nikmat dari Allah dan harus selaras dengan agama dan risalah-Nya bagi manusia. Melalaikan kemampuan akal, berarti menutup mata dari nikmat Allah. Muhammad Abduh berpendapat, sikap fanatik terhadap berbagai mazhab dan buku-buku yang ada secara mutlak, tidak hanya berkaitan erat dengan kelemahan kepribadian dan ilmu pengetahuan umat Islam waktu itu, sehingga tidak lagi selaras dengan Al-Quran dan hadis. Tetapi berkaitan erat dengan akidah Jabariyah. Paham Jabariyah ini hampir sama dengan taklid, penganut paham ini hidupnya bergantung pada prinsip kebetulan, Abduh tidak rela melihat akidah Jabariyah (fatallism) dianut oleh manusia, sebab melemahkan jiwa, kemauan dan peranan positif manusia. Maka, Abduh berjuang mengikis habis paham Jabariyah, agar manusia berusaha (ikhtiar).

Ketiga, Pemikiran Politik. Menurut Muhammad Abduh, Islam tidak menetapkan suatu bentuk tertentu dalam pemerintahan. Jika bentuk khalifah masih tetap menjadi pilihan dalam pemerintahan, maka bentuk demikian pun harus mengikuti perkembangan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa Abduh menginginkan pemerintahan yang dinamis, apa pun bentuk pemerintahannya. Dengan demikian, ia mampu mengantisipasi perkembangan zaman. Abduh mengatakan, rakyat adalah sumber kekuasaan pemerintah, rakyatlah yang berhak mengangkat dan menjalankan pemerintahan. Oleh karena itu rakyat harus menjadi pertimbangan utama dalam menetapkan hukum untuk kemaslahatan mereka. Karena sumber kekuasaan adalah rakyat, Islam tidak mengenal kekuasaan agama, seperti yang terdapat dalam Kristen Katolik pada abad pertengahan di Barat. Islam tidak memberikan kekuasaan kepada seorang pun selain kepada Allah dan Rasul-Nya. Menurut Abduh, salah satu prinsip ajaran Islam adalah mengikis habis kekuasaan agama sehingga setelah Allah dan Rasul-Nya, tidak ada seorang pun yang mempunyai kekuasaan atas akidah dan agama orang lain.

Keempat, Pemikiran Pendidikan. Muhammad Abduh merupakan tokoh pemikir yang juga menaruh perhatian terhadap pendidikan. Hal ini terlihat dari upayanya mendorong umat Islam untuk mengutamakan masalah Pendidikan sebagai cara untuk memperoleh Pendidikan. Selain mengetahui pengetahuan agama, umat Islam juga dituntut untuk mengetahui dan memahami pengetahuan modern. Hal ini terlihat dari usahanya dalam mereformasi kurikulum Al-Azhar yang juga merupakan almamaternya sendiri, dengan memperjuangkan agar mahasiswa Al-Azhar juga diajarkan mata kuliah filsafat, demi menghidupkan kembali dan mengembangkan intelektualisme Islam yang telah padam. Selain itu, memasukkan ilmu-ilmu modern agar ulama-ulama mengerti kebudayaan modern dan dengan demikian dapat mencari penyelesaian yang baik bagi persoalan-persoalan yang timbul di zaman modern ini.

Pengaruhnya di Indonesia

Para pelajar di Indonesia menjadikan negara-negara seperti Mekah, Madinah dan salah satunya Mesir sebagai destinasi tujuan utama untuk memperdalam ilmu-ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Keberadaan negara Mesir yang pada waktu itu merupakan salah satu tempat pendidikan yang sangat maju, hal ini di tunjukan dengan keberadaan Universitas Al-Azhar yang berada di Kairo, Mesir. Oleh karena itu, pemikiran modernisasi Muhammad Abduh memberikan dampak serta memiliki korelasi terkait pembaharuan Islam di Indonesia.

Tentunya hal ini menjadi sangat menarik karena pasalnya Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia. Oleh karena itu, kebangkitan Islam di Indonesia dapat dilihat dari munculnya gerakan-gerakan organisasi yang bergerak dalam bidang politik, sosial, pendidikan, dakwah dan lain sebagainya. Terdapat banyak sekali organisasi pergerakan di Indonesia, salah satunya yaitu Muhammadiyah yang merupakan salah satu organisasi dengan masa terbesar di Indonesia.

Konsep pemikiran dari Muhammad Abduh ternyata memiliki korelasi dan kesamaan dengan konsep yang ada di Muhammadiyah. Muhammad Abduh sangat mengecam praktik taklid buta dan mengharuskan umat Islam untuk melakukan Ijtihad agar menghindari praktik-praktik seperti bidah, takhayul dan khurafat. Hal ini berkaitan dengan konsep yang ada di Muhammadiyah, Muhammadiyah sangat menganjurkan untuk berijtihad dan mengecam praktik taklid buta, karena taklid buta akan membuat umat Islam berada dalam kemunduran dan tidak akan maju.

Sedangkan dalam bidang pendidikan, Muhammad Abduh sangat menganjurkan untuk melakukan revisi kurikulum pendidikan yang pada awalnya dalam praktik pendidikan menggunakan sistem debat kusir dan menggantinya dengan sistem yang lebih berorientasi pada perubahan yang lebih baik. Selain itu Muhammad Abduh juga mengecam sistem pendidikan yang berorientasi pada zuhud ekstrem yaitu dengan hanya mengajarkan pendidikan agama saja dan menghilangkan pendidikan yang bersifat umum. Oleh karena itu Muhammad Abduh mengecam praktik tersebut dan mencetuskan perubahan kurikulum pendidikan dengan memasukkan pendidikan filsafat sebagai langkah untuk memaksimalkan potensi akal berfikir manusia.

Muhammad Abduh juga mengusulkan agar di masukan mata pelajaran agama ke dalam sekolah umum, begitu pun sebaliknya memasukkan pelajaran umum ke dalam sekolah yang bersifat agama, dengan demikian tidak akan terjadi ketimpangan yang cukup jauh. Di Muhammadiyah pun seperti demikian, sistem pendidikan yang dipakai oleh Muhammadiyah yaitu sistem gabungan yang merupakan penyatuan dari sistem pendidikan Kolonial yang berorientasi terhadap ilmu-ilmu umum dengan sistem pendidikan pesantren yang berorientasi agama sentris. Kedua sistem ini kemudian diracik dan digabungkan menjadi sistem penggabungan dari sistem tradisional dan sistem modern, dengan demikian tidak terjadi istilah pemisahan antara pelajaran umum dan pelajaran agama, karena keduanya memiliki peran yang sangat penting.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//