Ustaz E Abdullah dan Majalah Iber, Dakwah Persatuan Islam dalam Bahasa Sunda
Meninggalnya ustaz Abdullah membuat warga Bandung berduka. Majalah Iber yang dirintis ustaz Abdullah, menurunkan laporannya.
Muhammad Akmal Firmansyah
Mahasiswa Ilmu Sejarah UIN SGD Bandung dan Jurnalis BandungBergerak.id sejak 12 Juni 2022
24 Januari 2022
BandungBergerak.id - Udara kota Bandung sangat sejuk, cahaya matahari berbinar terang dan begitu mengkilau, tepat tanggal 12 September 1923 berdirilah organisasi dakwah yang mengusung Quran dan sunnah, Persatuan Islam. Dalam catatan Dadan Wildan pada bukunya berjudul Yang Da’i, yang Politikus: Hayat dan Perjuangan Lima Tokoh Persis (1999), bahwa semulanya organisasi ini lahir dari rahim penelaahan agama atau yang biasa disebut tadarusan.
Dari tadarusan ini kemudian lahirlah Persatuan Islam (Persis) di Bandung, tadarusan dipimpin oleh Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus dan kemudian menumbuhkan kesadaran akan bahaya keterbelakangan, kejumudan, bid’ah, dan khurafat. Pada catatan Wildan yang lain di buku Gerakan Dakwah Persatuan Islam (2015), disebutkan Persis berdiri di sebuah gang kecil yang bernama Pakgade, di gang ini “urang pasar” berkumpul dan mencatat sejarah lahirnya gerakan pembaharuan Islam bernama Persatuan Islam.
Menurut Wildan, kehadiran Persis sebagai gerakan pembaharu teritung terlambat di Kota Bandung, namun alasan itulah yang membuat cambuk untuk mendirikan organisasi. Sebagai organisasi dakwah Persis menerbitkan publikasi baik buku dan majalah, salah satunya Majalah Iber, dan di antara majalah yang dari semenjak tahun 1962 hingga saat ini masih ada yaitu Majalah Risalah.
Kedua majalah ini, menurut Indra Prayana, dalam Jejak Pers di Bandung (2021), menjadi ciri khas syiar Islam Persis. Majalah Risalah sendiri lahir di masa kepemimpinan Ustaz E Abdurrahman mengantikan kepimpinan sebelumnya, Isa Anshary. Majalah Risalah pertama kali terbit dipimpin oleh Junus Anis dan Alconara dengan ukuran majalahnya 14x30, beralamatkan redaksi di Jalan Pajagalan no 22 Bandung. Yang menjadi favorit dari majalah Persis bagi pembacanya adalah rubik Istifta atau tanya jawab, namun catatanya Indra Prayana menyebut di antara penghias majalah Risalah adalah rubik “Sudut...Menyudut”, rubik ini isinya merupakan berita dari berbagai surat kabar yang dijawab secara satire pendek oleh redaksi.
Masih mengutip Indra Prayana dalam Jejak Pers di Bandung, karena Persis adalah organisasi Islam yang lahir di tatar Sunda maka publikasi dakwah dalam bahas Sunda tidak luput dari perhatian Persis. Dari situ, terbitlah Majalah Iber yang terbit pertama kali tahun 1967.
Dadan Wildan, dalam Konferensi Internasional Budaya Sunda di Gedung Merdeka 19 22 Desember 2011 menjelaskan dalam makalahnya yang berjudul Pergulatan Persatuan Islam (Persis) Dalam Dakwah Di Tatar Sunda (Kajian Terhadap Majalah “Iber” melestarikan bahasa Sunda, bahkan para da’i di Tatar Sunda menjadikan majalah Iber sebagai rujukan.
Majalah Iber sendiri memiliki arti sebagai berita atau pemberitahuan. Dadan Wildan mendapatkan penjelasan dari Ustaz Emon Sastranegara. Majalah Iber ini pertama kali terbit bulan Agustus tahun 1967 dipelopori oleh Ustaz Abdullah.
Majalah Iber memiliki tagline “Basana Moal Basi” dan dari cover majalah tersebut terdapat tulisan “Siaran Persatuan Islam Majalah Dakwah Bahasa Sunda”. Di tahun 1991, Majalah Iber dikelola oleh Pimpinan Daerah Persatuan Islam Bandung untuk memperluas persebaran dakwah. Di tahun 2001, Majalah Iber berada di bawah tanggung jawab Pimpinan Wilayah Persatuan Islam Jawa Barat.
Tentunya, peran Ustaz Abdullah dalam Majalah Iber sangat penting. Ia juga yang memegang rubrik Tanya Jawab istifta, Tafsir, dan Mufrodat.
Baca Juga: Manifesto Seorang Ulama Pejuang
Ketika Ustaz E Abdurrahman Menjadi Khatib Salat Iduladha di Tegallega
Menggugat Tuhan di Kala Bencana, Sebuah Diskursus
Mengenal Ustaz E Abdullah
Para ulama adalah pewaris para nabi, meninggalnya ulama merupakan sebuah musibah, itulah yang dirasakan umat Islam di Kota Bandung terlebih khusus jamiyyah Persatuan Islam, ketika Ustaz E Abdullah wafat di Bandung, 11 Desember 1994. Majalah Iber edisi Desember yang terbit tahun 1994 menyiarkan berita meninggalnya Ustaz E Abdullah yang beliau sendirilah pelopor majalah berbahasa Sunda itu.
Di bulan Januari 1995, Majalah Risalah pada rubrik “Obituari” yang ditulis oleh ustaz Rahmat Najieb dengan judul “ KHE. Abdullah: Guru Astatidzah Persatuan Islam”, mengulas:
“Tidak bisa dipisahkan al-Ustadz KHE Abdullah dari Persisnya, beliau sangat berperan dalam perkembangan jamiyyah Persatuan Islam, terutama dalam pertumbuhan Madrasah dan Persantren Persis di daerah Jawabarat. Kini beliau telah tiada, pulang kehariban Allah setelah meninggalkan amal dan jasa kepada Islam dan Umat Islam.”
Di tulisan Rahmat Najieb ini dijelaskan bahwasanya Abdullah tercatat sebagai anggota ABRI dengan pangkat Letnan Dua. Abdullah lahir di Cianjur tahun 1938 dan merupakan adik dari Ustaz E Abdurrahman yang tentunya mengawali belajar di Pesantren Al-Ianah Cianjur. Setelah menamatkan pendidikannya di Al-Ianah, Abdullah menjadi guru swasta di Depok dan Bogor tahun 1932 dan tak lama dari itu ia mengajar di Al-Ianah Bandung. Di tahun 1937, ia kembali ke Bogor mengajar di HIS Met De Qoran, selanjutnya hijrah ke Bandung dan bergabung dengan Pendidikan Islam bersama Muhammad Natsir.
Di masa revolusi, Ustaz Abdullah mengungsi ke daerah selatan Bandung yakni Pameungpeuk – daerah yang dikenal sebagai Madinahnya Persis. Di sana, Ustaz Abdullah menyelenggarakan pendidikan Islam kepada anak-anak dan orang dewasa.
Setelah masa revolusi berakhir, ia kembali ke Bandung dan banyak murid-muridnya yang mengikutinya ke Bandung, salah satunya Ustaz Akhyar Syuhada.
Ustaz Abdullah mengajar di Pesantren Persatuan Islam Bandung tahun 1943 hingga menjadi mudir dan, sebagaimana yang dikatakan oleh Rahmat Najieb, Ustaz Abdullah tidak bisa dipisahkan dari Persis. Salah satu karyanya ialah kurikulum madrasah yang sampai saat ini diajarkan di berbagai madrasah Persatuan Islam.