• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Agama dan Ekonomi, di Balik Boikot Produk yang Berafiliasi dengan Israel

MAHASISWA BERSUARA: Agama dan Ekonomi, di Balik Boikot Produk yang Berafiliasi dengan Israel

Ajaran agama dapat mempengaruhi perilaku ekonomi masyarakat. Tindakan boikot menjadi salah satu cara mengekspresikan nilai-nilai dan prinsip keagamaan.

Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan

Davina Putri Felisha, Puntadewa Senja Tunggayo Putra, Wira Bumi Ananda Wisesa, Shebylla Banafsaj Nayalita

Aksi free Palestine di Kota Bandung mengutuk serangan militer Israel di Gaza, 21 Oktober 2023. Aksi ini digelar secara global. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

16 Januari 2024


BandungBergerak.id – Konflik antara Israel dengan Palestina akhir-akhir ini kembali kian memanas. Pada tanggal 7 Oktober 2023, Hamas yang merupakan kelompok militan Palestina meluncurkan 5.000 roket yang menghantam sebagian daerah di Israel, serangan tersebut dinamakan “Operasi Badai Al Aqsa”.

Dilansir Al Jazeera, juru bicara Hamas Khaled Qadimi membuat pernyataan bahwa serangan yang dilakukan oleh Hamas pada 7 Oktober 2023 didasari akibat 700 tindakan kekerasan yang dilakukan oleh tentara Israel kepada masyarakat Palestina di kota Yerusalem, dan di Tepian Barat Palestina. Tindakan kekerasan tersebut juga dilakukan terhadap Wanita, dan Anak-anak. Ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat Palestina sebenarnya sudah mereka alami sejak tahun 1948 akibat pencaplokan wilayah yang dilakukan oleh Israel, dan dengan tidak dipatuhinya prinsip-prinsip Humaniter selama perang berlangsung.

Tepat 24 jam setelah serangan diluncurkan oleh Hamas, Presiden Israel Benjamin Netanyahu resmi mendeklarasikan pernyataan perang terhadap Palestina. Sebagian besar serangan yang dilakukan oleh Israel menargetkan pemukiman masyarakat sipil, Kamp pengungsian, serta menyasar pada fasilitas-fasilitas kesehatan seperti rumah sakit. Salah satu rumah sakit yang menjadi sasaran serangan Israel adalah rumah sakit Indonesia-Palestina yang terletak di kota Gaza. Serangan tersebut didasari pada tuduhan Israel yang menyatakan bahwa terdapat markas penyimpanan persenjataan Hamas di bawah bangunan rumah sakit Indonesia-Palestina, dan berdasarkan tuduhan tersebut pada tanggal 24 November 2023 Israel melakukan pengeboman terhadap rumah sakit Indonesia-Palestina.

Serangan-serangan tersebut tentu menimbulkan kemarahan publik, karena Israel dengan sangat jelas menunjukkan ketidakpatuhannya terhadap resolusi-resolusi Internasional dan prinsip-prinsip Humaniter, ditambah lagi tindakan beberapa perusahaan besar yang malah menunjukkan dukungannya secara nyata kepada Israel dengan menyumbang sejumlah dana maupun dukungan lain seperti yang dilakukan McDonald’s Israel yang menyumbang 4.000 paket makanan gratis kepada tentara-tentara Israel (IDF) secara sukarela.

Masyarakat dunia yang aktif mendukung kemerdekaan Palestina mengecam dukungan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan besar tersebut, dan mengancam akan melakukan boikot terhadap beberapa produk yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan yang berafiliasi dengan Israel. Ternyata ancaman tersebut bukanlah sebuah omong kosong, melainkan tindakan nyata yang dapat dirasakan juga saat ini di Indonesia.

Dengan demikian, adakah hubungan tindakan memboikot ini dengan perilaku ekonomi masyarakat yang dipengaruhi oleh ajaran agama ? Apa dasar masyarakat dalam melakukan tindakan boikot terhadap perusahaan yang mendukung Israel?

Baca Juga: Apakah Gerakan Semangka Ampuh untuk Menekan Israel?
MAHASISWA BERSUARA: Bagaimana Respons Dunia Internasional pada Konflik Berkepanjangan Israel-Palestina?
Menelisik Kolonialisme Pendudukan Israel terhadap Palestina

Agama dan Perilaku Ekonomi Masyarakat

Sebelum menjelaskan lebih lanjut mengenai fenomena ini, pentingnya untuk mengetahui integrasi agama dalam mempengaruhi perilaku ekonomi masyarakat. Integrasi agama terhadap ekonomi masyarakat bisa dilihat dari apa yang ditulis di dalam beberapa kitab suci, seperti yang terdapat dalam Al-Quran pada surat Al-Baqarah ayat 275 yang menyerukan larangan Riba, dan di dalam Alkitab (Timotius 6:10) yang menyerukan bahaya akan sifat cinta uang sebagai akar dari berbagai kejahatan.

Kedua ayat di atas spesifik membahas mengenai perilaku ekonomi, namun terdapat nilai-nilai lain yang terdapat dalam ajaran agama seperti perintah untuk bersedekah, mengasihi satu sama lain, tolong menolong, dan keharusan untuk berempati terhadap sesama manusia juga dapat mempengaruhi perilaku ekonomi masyarakat. Sebagai salah satu contohnya ketika seseorang hendak membeli sebuah barang namun ia mendasari tindakannya untuk membantu pedagang tersebut karena merasa kasihan setelah melihat kondisi ekonomi sang pedagang, dan meniatkan tindakannya tersebut sebagai sedekah dengan memberi uang lebih kepada pedagang tersebut.

Agama sejatinya sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat termasuk dalam berperilaku ekonomi. Bahkan sering kali masyarakat tidak sadar bahwa beberapa tindakannya mungkin saja didasari pada nilai-nilai keagamaan yang dianutnya.

Solidaritas terhadap Palestina

Ajaran agama dapat mempengaruhi perilaku ekonomi masyarakat, salah satunya yakni agama Islam yang memerintahkan umatnya untuk membantu sesama saudara muslim serta mengayomi dan melindungi kaum lemah dan kelompok masyarakat yang tertindas. Dalam konteks konflik Israel-Palestina, umat muslim dari berbagai negara, termasuk Indonesia, menilai bahwa Israel sedang melakukan genosida terhadap masyarakat Palestina. Oleh karena itu, masyarakat muslim dari berbagai dunia terutama yang ada di Indonesia melakukan boikot terhadap produk-produk Israel sebagai bentuk solidaritas dan dukungan terhadap masyarakat Palestina. Hal tersebut tidak hanya dilakukan oleh masyarakat berlatar belakang muslim, namun banyak elemen masyarakat lain dari berbagai belahan dunia ikut memboikot produk-produk yang berafiliasi dengan Israel sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan dan dalam upaya mendesak Israel agar segera menghentikan serangannya.

Tindakan boikot produk Israel dapat dikategorikan sebagai tindakan ekonomi yang memiliki tujuan non-profit. Tujuan utama dari tindakan boikot ini adalah untuk memberikan tekanan kepada Israel ataupun negara-negara yang mendukung tindakan Israel untuk menghentikan penindasannya terhadap Palestina. Dengan melakukan boikot maka akan berdampak pada berkurangnya permintaan terhadap produk-produk yang berafiliasi dengan Israel, serta diharapkan perusahaan-perusahaan yang mendukung Israel mengalami kerugian. Dengan kata lain masyarakat menekan pemerintah Israel untuk mengambil langkah-langkah yang manusiawi dalam menyelesaikan konflik, serta dapat menaati prinsip-prinsip humaniter.

Penegakan Prinsip Keadilan

Boikot produk Israel juga dapat dimaknai sebagai bentuk nyata dalam mewujudkan keadilan. Dalam konteks konflik Israel-Palestina, Israel telah melanggar berbagai hukum internasional, dan prinsip-prinsip kemanusiaan. Oleh karena itu, masyarakat dari berbagai negara merasa terpanggil dan merasa berkewajiban untuk mendukung upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menegakkan keadilan bagi masyarakat Palestina. Dengan memboikot produk Israel, masyarakat dari berbagai negara menunjukkan kepada dunia bahwa mereka tidak mendukung tindakan-tindakan keji yang dilakukan oleh Israel yang melanggar hukum dan prinsip-prinsip kemanusiaan.

Kesimpulan

Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan antara agama dan ekonomi dalam konteks pemboikotan produk-produk yang berafiliasi dengan Israel. Umat beragama merasa terpanggil untuk menegakkan keadilan dengan melakukan tindakan boikot. Tindakan tersebut juga merupakan salah satu cara mengekspresikan nilai-nilai dan prinsip keagamaan.

Dalam kasus konflik Israel-Palestina, pemboikotan produk-produk terkait Israel dapat dipahami sebagai bentuk protes atau solidaritas pihak-pihak yang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Keputusan untuk tidak mendukung perusahaan yang berafiliasi dengan Israel mencerminkan rasa ketidaksetujuan masyarakat terhadap tindakan keji yang dilakukan oleh Israel.

Lebih lanjut, boikot juga dapat dilihat sebagai upaya suatu masyarakat untuk memberikan tekanan ekonomi sebagai respons terhadap tindakan Israel yang dianggap telah melanggar prinsip kemanusiaan dan resolusi - resolusi internasional. Dalam hal ini, agama dapat berperan sebagai mediator dan promotor aksi kolektif di bidang ekonomi, sebagai bentuk dukungan terhadap isu-isu yang dianggap penting berdasarkan nilai-nilai agama.

Namun, perlu dicatat bahwa hubungan antara agama dan ekonomi sangat kompleks dan pandangan serta tindakan masyarakat mungkin berbeda. Tidak semua individu dan kelompok dalam suatu agama memiliki pendekatan terpadu terhadap isu-isu ekonomi terkait konflik politik atau agama.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//