• Lingkungan Hidup
  • Debat Cawapres Pilpres 2024 Kurang Solutif dalam Mengatasi Kerusakan Lingkungan Indonesia

Debat Cawapres Pilpres 2024 Kurang Solutif dalam Mengatasi Kerusakan Lingkungan Indonesia

Saat ini kerusakan lingkungan di Indonesia semakin parah. Indonesia harus menjalankan pembangunan yang inklusif dan demokratis.

Poster forum Temu Rakyat Menggugat Debat, 21 Januari 2024. (Foto: Forum Temu Rakyat Menggugat Debat)*

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah22 Januari 2024


BandungBergerak.id – Tanggal 14 Februari 2024 rakyat Indonesia akan berbondong-bondong ke Tempat Pemungutan Suara  (TPS) untuk menaruhkan harapan pada presiden dan wakil presiden baru selama lima tahun mendatang. Proses pengawalan demokrasi mesti terus digelar sejak sebelum dan setelah Pemilu 2024.

Tahapan pemilu saat ini baru saja melewati agenda debat Calon Wakil Presiden (Cawapres) keempat Minggu, 21 Januari 2024, yang menghadirkan Abdul Muhaimin Iskandar (Cawapres 01), Gibran Rakabuming Raka (Cawapres 02), dan Mahfud MD (Cawapres 03). Debat ini mengangkat tema energi, sumber daya alam, sumber daya manusia, pajak karbon, lingkungan hidup dan agraria, serta masyarakat adat.

Organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam forum Temu Rakyat Menguggat Debat menyatakan, debat Cawapres Pilpres 2024 belum menyentuh akar persoalan. Saat ini kerusakan lingkungan di Indonesia yang berdampak pada perampasan ruang hidup terjadi terus menerus.

“Eksploitatif pembangunan demi pertumbuhan ekonomi ditabrak menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia berlangsung,” demikian kritik forum Temu Rakyat Menguggat Debat, dikutip dari keterangan resmi, Senin, 22 Januari 2024.

Semangat mengekstraksi sumber daya alam seperti sumber daya nikel dengan solusi hilirisasi dinilai sebagai implementasi dari karakter kolonial. Begitu juga istilah-istilah yang muncul selama debat berlangsung saat membahas krisis iklim tidak dibahas secara jelas dan gamblang.

“Yang diperlukan adalah penjabaran yang komprehensif termasuk menggambarkan nilai dan prinsip yang melandasi transisi energi, keadilan iklim atau keadilan ekologis,” tulis forum.

Saat ini, lanjut forum, di berbagai belahan di Indonesia terjadi konflik agraria yang kian meninggi. “Terutama konflik lahan yang berkenaan dengan proyek-proyek strategis nasional, atau pengadaan tanah untuk kepentingan umum,” lanjut forum.

Forum ini memandang, solusi yang ditawarkan para kandidat dalam debat tidak berdampak apa-apa, hanya solusi palsu dari kerusakan lingkungan yang ada. “Narasi-narasi seolah-olah mengatasi krisis tetapi sesungguhnya tidak mengatasi masalah malah justru menabung bencana itu sendiri,” tegas forum.

Forum Temu Rakyat Menguggat Debat digelar organisasi masyarakat sipil seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Yayasan Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Trend Asia, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Tempo Witness, didukung oleh Kurawal Foundation.

Forum ini diadakan secara luring dan daring di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Jalan Pangeran Diponegoro No. 74, Menteng, Jakarta Pusat.

Dalam sesi diskusi, terungkap bahwa kebebasan berekspresi dan pers juga terancam kehususnya yang berkaitan dengan pemberitaan kerusakan lingkungan.

“Kekerasan itu terjadi. Ada yang diteror bom, ada juga yang diserang akunnya di-doxxing dan diretas, dan sebagainya ini semua menunjukkan ada upaya sistematis pembungkaman terhadap kelompok kritis,” kata Sekretaris Jendral AJI Indonesia, Ika Ningtyas, pada sesi diskusi debat cawapres.

Baca Juga: RPH Ciroyom Dijamin tak Terganggu Proyek Strategis Nasional
Orang Muda Berkoalisi Menuntut Keadilan Ekologis di Jawa Barat, Soroti Penanganan Sampah Hingga Proyek Strategis Nasional
Catatan YLBHI: Proyek Strategis Nasional Mengorbankan Wong Cilik dan Petani

Luput dari Pembicaraan Tema Debat

Forum menilai, selama ini telah terjadi perampasan hak dan ruang hidup rakyat. Forum memandang masih banyak fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa kepentingan rakyat masih diabaikan. Rakyat masih berjuang dan melawan, seperti pada kasus pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) di Rempang, Kendeng, Sagea, Sepaku, Pakel, Indramayu, dan Sumatera.

Selain rakyat, buruh-buruh di Morowali menggambarkan PSN tidak bisa menjawab kesejahteraan, politik upah murah dan kondisi kerja buruk memperparah aspek keselamatan kerja dan perburuhan.

Forum Temu Rakyat Menggugat Debat menyimpulkan, agenda rakyat tidak ditaruh pada prioritas para cawapres. Forum mengusulkan agar pembangunan lebih bersifat inklusif dengan  tata kelola yang demokratis. Forum menggarisbawahi beberapa poin yang luput dari debat cawapres, di antaranya:

1. Peraturan perundang-undangan yang menjadi masalah utama, bahkan bisa dikatakan sebagai biang dari kehancuran ekologis, misalnya UU Cipta Kerja yang memberi karpet merah kepada investasi serta melonggarkan (menyisihkan) instrumen lingkungan hidup;

2. Banyaknya perampasan tanah-tanah rakyat terutama untuk proyek-proyek strategis nasional yang bermasalah baik pengadaan tanah, penanggulangan konfliknya terutama yang berkaitan dengan rakyat. Kriminalisasi dalam pengadaan lahan-lahan untuk pembangunan proyek strategis nasional juga memiliki angka yang cukup besar;

3. Dalam debat kali ini juga sangat minim atau tidak ada penjelasan soal demokratisasi dalam pengelolaan sumber daya alam;

4. Dalam debat kali ini, juga sangat minim dan nyaris tidak mendengar para cawapres membicarakan bagaimana perlindungan terhadap pulau-pulau kecil dan pulau terluar.

**Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah, atau membaca artikel-artikel tentang Proyek Strategis Nasional

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//