• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Apa Iya Mobil Listrik Lebih "Go Green"?

MAHASISWA BERSUARA: Apa Iya Mobil Listrik Lebih "Go Green"?

Tren kendaraan listrik dipengaruhi ketika pemerintah mulai mempromosikan dan memberikan subsidi pada segala yang berbau listrik.

Muhamad Lutfi

Mahasiswa Universitas Pasundan (Unpas) Bandung

Dua unit mobil listrik operasional Sumah Sakit Edelweiss dan satu unit mobil milik pegawai terparkir di parkiran khusus kendaraan listrik Rumah Sakit Edelweiss, Buahbatu, Kota Bandung, Jumat (17/2/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

26 Januari 2024


BandungBergerak.id – Belakangan ini, banyak yang membahas mobil tanpa suara sebagai pengganti mobil konvensional. Mobil listrik dianggap lebih baik untuk lingkungan daripada mobil normal pada umumnya. Padahal, tidak begitu! Mobil listrik sama-sama mencemari lingkungan, bahkan lebih buruk dari kendaraan BBM biasa.

Tren mobil listrik dipengaruhi ketika pemerintah mulai mempromosikan dan menyubsidi segala hal yang berbau listrik. Mulai dari pajak hingga pengisian daya, semuanya disubsidi. Bahkan, Anda bisa menempuh jarak hingga 200 kilometer dengan biaya hanya Rp 50 ribu saja, sebanding dengan jarak dari Jombang ke Surabaya. Pajaknya juga dibuat sangat murah, hanya sekitar Rp 300 ribu setahun, lebih murah dibanding pajak Vario lama sekitar Rp 350 ribu saja, amazing.

Dengan segala promosi itu, bagaimana mungkin orang tidak tertarik dengan kendaraan tanpa BBM ini?

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Subsidi Kendaraan Listrik hanya Memindahkan Polusi
MAHASISWA BERSUARA: Enigma Kendaraan Listrik bagi Masyarakat Indonesia
MAHASISWA BERSUARA: Ancaman Bahaya di Balik Penerapan Peralihan Kendaraan Listrik

Ketersediaan Pengisian Daya Listrik

Bagi orang-orang di kota, mungkin ada banyak "manfaat" dari penggunaan mobil tersebut, tetapi tidak bagi masyarakat di desa. Masalahnya adalah ketersediaan pengisian daya yang tidak selalu tersedia di mana-mana, tidak seperti SPBU milik Pertamina dan SPBU mini milik Bu Haji di seberang jalan. Hal ini mungkin juga menjadi faktor yang memengaruhi apakah orang akan membeli kendaraan ini, terlepas dari banyaknya keuntungan yang ditawarkan.

Masalah bahan bakar juga menjadi hal yang serius dengan ketidaktersediaan infrastruktur yang mendukung pengisian listrik. Juga, berbicara tentang listrik di negara ini pasti berhubungan dengan BUMN berlogo petir, yaitu PLN.

Tidak seperti negara maju yang banyak menggunakan energi alternatif seperti turbin angin, aerogenerator, atau pembangkit dengan panel surya, negara kita masih menggunakan PLTU atau pembangkit listrik tenaga uap yang tenaga utamanya dihasilkan oleh pembakaran batu bara. Hal ini tentu sama saja dengan hanya memindahkan pusat pencemaran dari perkotaan ke tempat sumber listrik.

Menurut data dari PLN, 60% tenaga yang dihasilkan berasal dari pembakaran batu bara, lebih dari 60 juta ton batu bara digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi di negara ini. Dengan beralih ke mobil listrik, hanya memindahkan dari BBM ke batu bara saja, tidak ada perbedaan.

Klaim Ramah Lingkungan?

Apakah dengan beralih ke mobil listrik kita dianggap sebagai orang intelek dan peduli dengan lingkungan? Mungkin begitu menurut pandangan banyak orang, tetapi jelas tidak. Pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari pembuatan baterai, komponen utama mobil listrik, jauh lebih merusak lingkungan.

Pembuatan lithium-ion, nikel, dan berbagai bahan baterai dihasilkan dari penambangan di perut bumi. Dalam prosesnya yang panjang dan energi yang dibutuhkan, pembuatan baterai sangat mencemari lingkungan. Lebih dari 500 ribu galon air dibutuhkan untuk menambang satu ton nikel, yang sangat mencemari sumber air di sekitar tambang tersebut.

Hal lain yang menjadi pertimbangan terhadap isu lingkungan adalah bagaimana cara mendaur ulang limbah yang dihasilkan kendaraan listrik. Dengan penggunaan yang baik dan terawat, sebuah baterai EV (Electric Vehicle) hanya berumur sekitar sepuluh hingga lima belas tahun, atau sekitar 200 ribu kilometer selama penggunaannya. Lebih dari itu, mobil listrik hanya akan menjadi limbah dan mencemari lingkungan.

Faktor lain seperti kurangnya teknisi serta umur baterai listrik yang relatif pendek juga menjadi alasan mengapa mobil listrik sangat berdampak buruk pada lingkungan. Jika kita mengalami masalah dengan baterai mobil listrik yang kita miliki, biaya yang harus dibayar sekitar setengah dari total harga mobil listrik yang kita beli. Dengan rusaknya baterai, lebih masuk akal untuk membeli kendaraan baru daripada memperbaikinya, sisa-sisa baterai yang tidak terpakai hanya akan mencemari lingkungan.

Terakhir, manfaat yang dihasilkan oleh EV (Electric Vehicle) adalah subsidi yang begitu banyak dari pemerintah, dan juga sebagai kelemahannya. Karena subsidi bisa saja dicabut kapan saja oleh pemerintah, kita tidak pernah tahu hal itu. Bisa jadi karena penggunaan yang begitu banyak dan subsidi yang diberikan banyak juga, ada kemungkinan subsidi tersebut akan dicabut dan mobil listrik sama mahalnya dengan mobil konvensional.

Lebih Baik Tinggalkan Kendaraan Pribadi

Menurut saya, solusi yang ditawarkan jika kita ingin "go green" dan ingin dianggap cerdas karena peduli dengan lingkungan adalah dengan meninggalkan kendaraan pribadi. Mungkin terdengar sulit untuk ditinggalkan karena kita sudah terbiasa dan sangat bergantung dengan mobil pribadi.

Menggunakan alternatif seperti naik angkutan umum bisa menjadi solusi untuk mengurangi isu lingkungan. Misalnya, menggunakan KRL atau bus kota sebagai alternatif bisa sangat membantu mengurangi berbagai polusi yang dihasilkan.

Selain solusi pribadi, pemerintah juga bisa mendorong masyarakatnya untuk naik kendaraan umum dengan cara menambah fasilitas dan kelengkapan transportasi umum yang merata. Saat ini, subsidi yang dikeluarkan pemerintah untuk bahan bakar minyak adalah sekitar Rp 500 triliun, sedangkan biaya yang diperlukan untuk 1 kilometer LRT hanya sekitar Rp 1 triliun saja.

Anda bisa membayangkan bagaimana jika subsidi BBM dialihfungsikan untuk pembangunan infrastruktur transportasi umum, bisa jadi 500 kilometer itu setara dengan jarak dari Jakarta ke Magelang. Bayangkan program ini terus dijalankan selama lebih dari tujuh tahun, mungkin setengah dari negara ini sudah dilengkapi dengan LRT yang menghubungkan berbagai kabupaten dan kota, tanpa orang harus menggunakan kendaraan pribadi BBM maupun listrik yang hanya memindahkan tempat pencemarannya saja.

Jadi, menurut saya, kendaraan listrik bukanlah solusi dari pencemaran lingkungan yang terjadi saat ini, itu hanya memindahkan dari satu pencemaran ke tempat lain saja. Jika Anda benar-benar peduli dengan lingkungan, maka kurangilah penggunaan kendaraan pribadi, baik listrik maupun BBM, dan beralihlah ke kendaraan umum. Sekian.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//