MAHASISWA BERSUARA: Asbes Memicu Kanker, tetapi Diabaikan?
Masyarakat cenderung mengabaikan risiko penggunaan atap berbahan asbes yang membahayakan kesehatan karena kurangnya opsi alternatif atap yang terjangkau.
Priscilla Micheline Budiman
Mahasiswa Program Studi Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung
27 Januari 2024
BandungBergerak.id – Penggunaan atap asbes dalam sektor pembangunan di Indonesia telah menjadi kebiasaan yang sulit diubah, meskipun informasi mengenai bahaya asbes telah disosialisasikan dan diketahui oleh masyarakat luas. Kesadaran akan risiko kesehatan yang ditimbulkan asbes cenderung hanya bersifat sementara, sehingga masyarakat bertendensi kembali pada praktik penggunaan asbes.Selain disebabkan oleh daya tahannya terhadap cuaca yang baik, faktor lain yang mendorong kelanjutan penggunaan asbes adalah harganya yang terjangkau. Murahnya harga atap asbes tentu menjadikannya pilihan utama dalam pembangunan atap, terutama dari kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Meski bahaya asbes sudah diketahui secara luas, masyarakat cenderung mengabaikan risiko tersebut karena kurangnya opsi alternatif atap yang jelas dan terjangkau. Pilihan bahan pengganti atap asbes yang terbatas dalam hal keuntungan dan daya saing sering kali menjadi hambatan utama bagi masyarakat untuk beralih dari penggunaan asbes. Aspek ekonomis juga memainkan peran signifikan terhadap pengaruh penggunaan atap asbes, dengan harga asbes yang relatif murah, atap asbes menjadi daya tarik utama yang sulit untuk diatasi oleh alternatif atap lainnya. Oleh sebab itu, salah satu cara untuk mengurangi pembelian asbes adalah dengan menaikkan harga asbes di pasaran.
Baca Juga: Pemanfaatan Bambu sebagai Bahan Bangunan Berkualitas
MAHASISWA BERSUARA: Jangan Salah Memilih Material Dinding Bangunan
Produk Berbahaya Mengandung Asbes belum Diatur di Indonesia
Harga Jual Asbes yang Murah
Asbes sudah sepatutnya tidak dijual dengan harga murah, mengingat kerugiannya bagi kesehatan dan kekuatan bahannya yang buruk. Menurut penelitian, 2 hingga 10 persen pekerja yang sering terpapar debu asbes terjangkit Mesothelioma dengan gejala seperti TBC, bahkan kondisi terburuknya berupa kanker atau bahkan kematian. Tidak hanya pekerja yang biasa berhubungan dengan asbes, penghuni rumah dengan atap asbes juga memiliki tendensi mengalami penyakit yang sama.
Jika atap asbes sudah melewati 5 tahun, asbes akan mengalami rapuh dan lapuk, sehingga serat dan debu asbes jatuh terhirup penghuni di rumah. Buruknya lagi, gejala gangguan pernafasan baru muncul 15 tahun setelah sering terpapar asbes, menyebabkan pengidap tidak sadar akan bahaya dari atap asbes saat itu.
Lima tahun merupakan batas waktu aman penggunaan atap asbes untuk menghindari konsumen dari penyakit paru-paru dan gangguan pernapasan lainnya. Penggantian atap asbes setiap setengah dekade membutuhkan biaya dan usaha yang lebih dari pemilik atap asbes. Oleh sebab itu, masyarakat memerlukan alternatif atap yang murah, bermutu, dan aman bagi kesehatan. Salah satu alternatif yang tak kalah bersaing dengan asbes adalah atap spandek yang tak hanya nyaman di kantong, tetapi juga aman bagi pengguna serta mampu bertahan selama 25 tahun.
Menaikkan harga asbes di pasaran dapat menjadi solusi efektif untuk mengurangi jumlah konsumen yang memilih asbes sebagai bahan konstruksi. Dengan menaikkan harga asbes, konsumen diharapkan akan terdorong mencari alternatif lain untuk membangun. Kenaikan harga asbes akan memberikan dorongan positif bagi masyarakat untuk beralih ke bahan atap yang lebih aman dan berkelanjutan. Pemerintah memainkan peran penting dalam menciptakan kondisi ini. Pemerintah diharapkan dapat mempersiapkan alternatif atap yang tidak hanya nyaman di kantong, tetapi juga mudah diakses oleh masyarakat umum.
Alternatif Asbes yang Terjangkau
Pentingnya menciptakan alternatif yang terjangkau tidak hanya akan membantu mengurangi penggunaan asbes, tetapi juga memberikan pilihan yang lebih beragam dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Adanya variasi dalam jenis atap dapat memberikan masyarakat opsi yang lebih baik, sekaligus mempromosikan praktik konstruksi yang lebih berkelanjutan. Selain itu, pendapatan tambahan dari kenaikan harga asbes dapat diarahkan untuk membiayai rumah sakit bagi pekerja yang terpapar asbes, sehingga memberikan perlindungan kesehatan bagi mereka dalam bentuk insentif pajak atau program kesehatan khusus.
Pemerintah juga dapat mengarahkan pendapatan pasar asbes ke pembelian bahan alternatif dalam skala besar. Pembelian massal dapat membantu menurunkan harga bahan alternatif dan membuatnya lebih terjangkau bagi masyarakat umum. Selain itu, langkah ini dapat mempercepat proses transisi menuju penggunaan bahan konstruksi yang lebih ramah lingkungan dan berpotensi mengurangi risiko kesehatan yang terkait dengan asbes.
Kenaikan harga asbes memang dapat menjadi isu yang memicu perdebatan di masyarakat. Oleh sebab itu, keputusan ini harus diimbangi dengan kampanye informasi yang kuat dan edukasi masyarakat tentang bahaya asbes. Pengetahuan yang lebih baik tentang risiko kesehatan dan dampak lingkungan dari penggunaan asbes dapat menjadi dorongan tambahan bagi masyarakat untuk beralih ke alternatif yang lebih aman.
Perlu Peran Pemerintah
Perlu diingat bahwa perubahan perilaku masyarakat memerlukan waktu dan upaya berkelanjutan. Konsistensi dalam menyampaikan informasi dan mendorong perubahan ini menjadi kunci keberhasilan. Pemerintah dapat memanfaatkan berbagai saluran komunikasi, termasuk media sosial, untuk mencapai lebih banyak orang dan memastikan bahwa pesan mengenai bahaya asbes dan alternatif yang aman disampaikan secara luas.
Dalam pandangan jangka panjang, langkah-langkah ini diharapkan dapat menciptakan perubahan signifikan dalam pola konsumsi masyarakat dan mempercepat pengurangan penggunaan asbes. Lambat laun, permintaan akan bahan alternatif yang aman bagi kesehatan semakin meningkat seiring dengan kesadaran masyarakat terhadap risiko asbes. Konsumen dan pengembang bangunan akan cenderung lebih selektif dalam memilih bahan konstruksi, memberikan preferensi pada material yang bebas dari kandungan asbes. Akibat peningkatan permintaan terhadap bahan alternatif, pemasok dan produsen di sektor konstruksi akan terdorong untuk fokus pada produksi dan pengembangan material yang lebih aman dan ramah lingkungan. Seiring waktu, material asbes dapat mengalami penurunan daya beli di pasar, menyebabkan penurunan permintaan secara signifikan hingga akhirnya pemasaran diberhentikan.
Dalam upaya menciptakan perubahan minat dan keputusan dalam penggunaan bahan konstruksi berupa asbes, kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat menjadi hal yang krusial. Keterlibatan aktif dari semua pemangku kepentingan dalam mendukung transformasi menuju penggunaan bahan konstruksi yang lebih aman dan ramah lingkungan akan membentuk dasar yang kuat untuk mewujudkan perubahan positif dalam praktik pembangunan di Indonesia.