Produk Berbahaya Mengandung Asbes belum Diatur di Indonesia
Asbes atau asbestos banyak dipakai sebagai bahan bangunan. Asbes dapat memicu penyakit asbestos atau kanker yang mematikan.
Penulis Iman Herdiana3 Januari 2024
BandungBergerak.id - Penggunaan asbes sebagai bahan bangunan marak di Indonesia. Umumnya asbes dipakai untuk atap-atap rumah pengganti genting. Di balik penggunaan asbes ini terdapat ancaman serius pada kesehatan dan lingkungan. Debu asbes dapat menjadi penyebab penyakit kanker jika terhirup.
Asbes juga marak dipakai di Bandung, walaupun kota ini sudah memiliki Perda Gedung dan Bangunan tahun 2019 yang khusus mengatur tentang pelarangan penggunaan asbes. Implementasi dari perda ini masih tanda tanya besar.
Baru-baru ini, 29 Desember 2023, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Mandiri (LPKSM) Yasa Nata Budi yang didampingi oleh LION (Local Initiatiative for OSH Network) Indonesia mendaftarkan permohonan hak uji materil ke Panitera Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung untuk menguji Peraturan Kementerian Perdagangan Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penetapan Barang yang Wajib Menggunakan atau Melengkapi Label Berbahasa Indonesia Lampiran huruf B angka 5.
Leo Yoga Pranata perwakilan dari Yasa Nata Budi mengatakan, Peraturan Kementerian Perdagangan Nomor 25 Tahun 2021 dihadapkan mengatur setiap produk agar mencantumkan label yang berisi informasi terkait tata cara penggunan kandungan asbes sebagai bahan berbahaya dan beracun yang bersifat karsinogenik (memicu kanker).
"Pada dasarnya kami menuntut hak atas informasi yang baik dan benar dari setiap produk yang mengandung asbes yang beredar dan dijual dipasaran," ujar Leo Yoga Pranata, dikutip dari siaran pers.
Leo menambahkan, hak atas informasi yang benar merupakan hak mendasar masyarakat sebagai konsumen. Ia sangat berharap Mahkamah Agung mengabulkan hak uji materiil ini. “Demi melindungi masyarakat Indonesia dari pembunuhan sistematis oleh bisnis debu asbes," kata Leo.
Menurut Pupun Supendi, ketua bidang kampanye LION Indonesia, selama ini produk mengandung asbes yang dijual di pasaran tidak mencantumkan tata cara penggunaan dan simbol bahaya. Padahal asbes atau asbestos telah diakui sebagai bahan dan limbah karsinogenik.
“Dia semestinya jadi produk ketat K3L (Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan). Harus ada label infomasi yang jelas mengenai tata cara penggunaan dan simbol bahayanya. Bisnis yang bisa mencelakai manusia harus dicegah dan publik harus paham," ujar Pupun.
Produk mengandung asbes khususnya atap asbes merupakan produk yang umum digunakan di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2022, setidaknya untuk kota Jakarta sendiri, sebanyak 52,10 persen rumah tangga menggunakan asbes sebagai bahan bangunan atap. Hal ini menjadi salah satu penyebab rendahnya capaian RLH (Rumah Layak Huni) di kota Jakarta.
Baca Juga: Pembangunan Berperspektif Lingkungan di Kota Bandung Diharapkan Bukan Pencitraan
Sidang Gugatan Izin Lingkungan PLTU Tanjung Jati A, Lingkungan Tercemar dan Mata Pencaharian Petambak Garam Hilang
Menerapkan Konsep Arsitektur Tropis di Lingkungan Khatulistiwa
Asbes di Kota Bandung
Di Bandung, BPS mencatat persentase rumah tangga yang bangunan utama atapnya menggunakan asbes atau asbestos pada 2020 sebesar 8,50 persen. Atap asbes juga menjadi potret keluarga miskin Kota Bandung. Dalam kurun 2018-2020 jumlah keluarga miskin Kota Bandung naik dari 89.380 orang menjadi 100.020 orang.
Akibat kesulitan ekonomi, warga miskin tidak mampu menghuni tempat tinggal yang memadai untuk menunjang kebutuhan sehari-hari mereka. Tidak jarang, rumah yang hanya sepetak dihuni oleh empat sampai lima orang.
Rumah-rumah petak memiliki luas lantai kurang dari 8 meter persegi. Jumlah terbanyaknya ditemukan di Bojongloa Kaler. Di kecamatan terpadat di Kota Bandung ini, terdapat 11.062 unit rumah petak.
Merujuk pada data Dinas Kesehatan Kota Bandung yang dipublikasikan di situs web aksen.bandung.go.id, diketahui bahwa pada tahun 2019 mayoritas rumah tangga miskin, yakni sebanyak 57.656 keluarga, hanya memiliki satu kamar tidur dengan luas lantai kurang dari delapan meter persegi. Sementara itu, sebanyak 36.493 keluarga lainnya memiliki dua kamar tidur.
Data tersebut juga mengungkap bahwa 25.005 keluarga miskin di Kota Bandung harus tinggal di rumah yang tidak mempunyai satu pun kamar tidur.
Jika dilihat dari bahan bangunan, hunian mayoritas keluarga miskin di Kota Bandung sudah berdinding tembok dan berlantai keramik. Meski begitu, masih banyak juga keluarga miskin yang tinggal di hunian dengan lantai ubin dan plester dan beratapkan asbes. Tercatat ada 18.678 keluarga yang hidup di bawah atap asbes.
Indonesia sebagai Negara Pengkonsumsi Asbes
Liza Salawati, dosen bagian ilmu kedokteran komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dalam jurnalnya menjelaskan, asbes merupakan campuran silikat anorganik yang memiliki serat yang kuat dan berstruktur kristal. Serat tersebut bersifat tahan panas dan sangat tahan lama.
Asbes merupakan komponen umum yang digunakan dalam berbagai hal misalnya industri, pabrik, bangunan dan konstruksi. Asbes digunakan untuk memproduksi lebih dari dari 3.000 produk dikarenakan daya tahannya (tahan api).
“Sepanjang abad 20, asbes merupakan material yang digunakan secara luas pada konstruksi dan industri. Asbes dapat mempengaruhi tubuh bila serat-seratnya terhirup. Sekali terhirup, serat tersebut akan bertahan di dalam jaringan paru. Asbestosis merupakan penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh paparan serat asbes dalam jangka waktu lama,” terang Liza Salawati dalam jurnal berjudul Penyakit Akibat Kerja oleh karena Pajanan Serat Asbes, diakses Rabu, 3 Januari 2024.
Diperkirakan penyakit asbestos bisa timbul setelah paparan selama 10-30 tahun. Efek utamanya yaitu timbulnya jaringan parut pada paru dan sesak napas.
Lisa memaparkan, World Health Organization (WHO) memperkirakan 125 juta orang telah terpapar asbes akibat pekerjaan mereka dan menyebabkan 90 ribu kematian setiap tahunnya. Sebanyak 70 persen produksi asbes dunia setiap tahunnya berasal dari tiga negara di Asia.
Tahun 2003, tercatat bahwa negara Asia menggunakan hampir 50 persen asbes secara global. Negara tersebut yaitu Cina (491.954 ton), India (192.033 ton), Thailand (132.983 ton), Vietnam (39.382 ton), dan Indonesia (32.284 ton).
“Secara global, Indonesia merupakan negara terbesar ke-8 sebagai importir, prosesor, konsumer serta eksporter asbes dan materialnya. Selama periode 2000-2004, konsumsi asbes meningkat 20 persen,” ungkap Lisa.
Sepanjang tahun, asbes selalu tersedia di Indonesia dan merupakan salah satu material termurah serta produk terpilih bagi banyak pelanggan. Lebih dari 7.700 pekerja dipekerjakan di industri pemprosesan asbes.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Iman Herdiana, atau artikel lain tentang Pembangunan