Jeritan Mahasiswa yang Terjerat Masalah UKT ITB
Mahasiswa menuntut pembayaran UKT dipermudah dan diringangkan. Rektoran ITB sempat menutup mata dan telinga. Belakangan ITB berjanji membantu mahasiswa.
Penulis Ridho Danu Prasetyo31 Januari 2024
BandungBergerak.id - Dua minggu belakangan ini mahasiswa ITB resah menghadapi kebijakan soal pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT). Kegelisahan mahasiswa memuncak ketika di media sosial muncul video soal pembayaran UKT dengan pinjaman online dengan bunga selangit. Mahasiswa dengan kawalan Keluarga Mahasiswa (KM) ITB kemudian turun ke jalan untuk memprotes repotnya membaayar biaya kuliah ini.
Ada ratusan mahasiswa ITB yang melakukan aksi berjalan kaki dari Taman Ganesha menuju halaman gedung Rektorat ITB, Senin, 29 Januari 2024 lalu. Demonstrasi bertajuk “Aksi Solidaritas: Membela Hak Pendidikan Mahasiswa” ini tak diterima dengan baik oleh pihak kampus, tiga hari kemudian ITB menggelar konferensi pers untuk menjelaskan duduk perkara di kampusnya, Rabu, 31 Januari 2024.
Dalam aksi Senin, mahasiswa berniat menemui rektor atau perwakilan kampus. Namun gerbang rektorat ditutup rapat dengan gembok dan rantai. Tak lupa, puluhan personel kepolisian yang ikut menjaga gerbang agar tak ditembus oleh mahasiswa.
“Kami juga mahasiswa, ini rumah kami. Masa gak boleh masuk ke rumah kami sendiri?,” teriak seorang massa aksi memprotes.
Di bawah terik matahari, tepat di pinggir ramainya Jalan Raya Tamansari, massa aksi terus bergantian melakukan orasi dengan berbagai narasi yang menyatakan ketidak pedulian kampus dan memaksa mahasiswa untuk membayar meskipun dengan pinjol berbunga.
Deovie Lentera Hikmatullah dari STEI ITB angkatan 2020, menjadi salah satu mahasiswa yang berorasi dan menyatakan protes atas carut marutnya masalah pembayaran UKT yang ia hadapi untuk bisa tetap berkuliah.
“Saya masih kesulitan membayar UKT tahun lalu. Adik saya masih menunggak biaya sekolah. Berapa banyak lagi hutang yang harus ditanggung ayah saya kalau ITB saja masih memaksa untuk menggunakan pinjol? Di mana hati nurani nya, Bu Rektor?” teriak Deo sembari terengah-engah dalam orasinya.
Menolak Diskusi Secara Terbuka
Sejak awal, mahasiswa menuntut Rektor ITB Reini Wirahadikusumah untuk turun langsung menemui massa aksi dan mendengar aspirasi tentang permasalahan yang dituntut. Namun, berdasarkan keterangan yang diterima, Rektor ITB sedang berada di luar negeri.
Satu jam mahasiswa melakukan aksi di depan rektorat, Kepala Biro Komunikasi dan Humas ITB Naomi Haswanto mendatangi massa aksi. Ia berbicara menggunakan mikrofon milik massa aksi, meminta lima orang perwakilan mahasiswa untuk diskusi secara tertutup di dalam gedung rektorat.
Massa keberatan atas undangan diskusi tertutup tersebut, kemudian meminta untuk masuk dan duduk di halaman rektorat untuk diskusi secara terbuka agar berlangsung transparan. Permintaan itu pun ditolak. Akhirnya, lima orang perwakilan mengikuti diskusi sambil melakukan live Instagram agar bisa dipantau oleh seluruh mahasiswa.
Sayangnya, belum lima menit diskusi berlangsung, live tersebut dimatikan atas permintaan pihak rektorat yang menolak diskusinya direkam. Bahkan, dalam siaran tersebut terekam ancaman dari Arief Hariyanto, Direktur Pendidikan ITB untuk menuntut mahasiswa yang merekam diskusi tersebut.
“Tolong jangan direkam, ya. Kalau direkam, Anda saya tuntut lho, ya,” ucapnya sambil menunjuk mahasiswa yang merekam diskusi tersebut.
Rektorat Tutup Telinga
Setelah kurang lebih satu jam diskusi berlangsung secara tertutup, kelima perwakilan kembali ke tempat massa aksi berkumpul. Ketua Kabinet Keluarga Mahasiswa ITB Muhammad Yogi Syahputra memberikan keterangan hasil diskusi.
Yogi menjelaskan, rektorat menolak untuk bernegosiasi dengan mahasiswa dan hanya ingin memberikan klarifikasi. Terlebih, rektorat juga menolak untuk menerima mahasiswa untuk masuk dan mendengar langsung aspirasi dari mahasiswa. Menurutnya, langkah ini sama seperti sebelumnya. Rektorat hanya mau berdiskusi secara tertutup, tapi tak memberikan penyelesaian apa pun.
Ia juga menambahkan, perwakilan Kemahasiswaan dan Direktur Pendidikan yang hadir dalam diskusi kemudian pergi dari ruangan tanpa memberikan respons apa pun atas tuntutan yang dibacakan. Keduanya beralasan karena ada urusan rapat lain yang lebih mendesak.
Mengenai jumlah mahasiswa yang terdampak, Yogi menjelaskan pihak kemahasiswaan akhirnya membuka data secara pasti terkait jumlah mahasiswa yang terancam oleh pembayaran UKT. Data awal yang dihimpun oleh KM ITB yaitu sejumlah 90 orang yang kesulitan, ternyata totalnya berjumlah 206 orang, lebih dari dua kali lipat jumlahnya.
Ratusan mahasiswa yang sedang kesulitan membayar UKT dan tunggakannya terancam harus cuti dari studinya jika tak memenuhi tenggat pembayaran yang jatuh pada hari ini, Selasa, 30 Januari 2024. Sementara, mahasiswa yang melakukan cuti pun tetap diwajibkan membayar UKT sebesar 50 persen atau 6,25 juta rupiah.
“Kita harus tetap berjuang. Biarlah gedung rektorat ini menjadi saksi bisu bagaimana bapak ibu tidak memiliki empati, memutuskan untuk menutup telinga dari mendengarkan kesulitan kami,” tutup Yogi.
Yogi bersama perwakilan KM ITB lainnya menegaskan tidak akan berhenti menuntut rektor sampai di sini. Ia menyatakan mahasiswa ITB akan terus melakukan eskalasi dan menggelar aksi susulan untuk memperjuangkan hak pendidikan dan menuntut kebijakan kampus.
Baca Juga: Skema Pembayaran UKT ITB dengan Pinjol semakin Memperparah Kondisi Ekonomi Keluarga Mahasiswa
Membayar UKT ITB dengan Dana Pinjol Bertentangan dengan Amanat Undang-undang Pendidikan
Mahasiswa UPI dan Unpad Menuntut Keringanan UKT
Klarifikasi dari ITB Soal Polemik UKT
Tiga hari setelah KM ITB melancarkan aksi protes, pihak kampus berlambang Dewa Ganesha, dewa ilmu pengetahuan dalam mitologi Indo, menggelar jumpa pers. Melalui siaran persnya, ITB menyatakan dinamika yang terjadi di ITB sebagai bentuk ekspresi opini. Berkenaan dengan hal ini, ITB bersikap menjunjung tinggi kebebasan menyatakan opini di ruang publik, sebagai wujud dari nilai demokrasi.
ITB memandang perlu untuk menyampaikan penjelasan berkenaan dengan kebijakan dan administrasi penyelenggaraan studi mahasiswa, sebagai bentuk perwujudan nilai transparansi dan akuntabilitas publik. ITB menyatakan, memegang teguh komitmen untuk mendukung setiap mahasiswa, agar mendapatkan kesempatan melangsungkan studi meski terkendala masalah finansial.
“Berbagai skema telah diimplementasikan untuk membantu pembiayaan pendidikan mahasiswa, melalui program-program beasiswa yang dikelola oleh Direktorat Kemahasiswaan ITB. Skema bantuan tersebut mencakup biaya hidup hingga pembayaran UKT, bergantung pada kebutuhan yang dipandang prioritas. Implementasi program-program tersebut merupakan bentuk kepedulian ITB terhadap keberlanjutan studi mahasiswa, dengan tidak mengesampingkan aturan dan ketentuan yang sudah disepakati bersama,” papar siaran pers ITB.
ITB juga mengklaim telah mengimplementasikan sistem untuk menghindari terjadinya penunggakan UKT yang dapat merugikan berbagai pihak. ITB telah menjalin kerja sama dengan berbagai mitra dalam penyediaan beasiswa, sebagai upaya untuk mendukung keberlangsungan studi mahasiswa, baik dengan pihak pemerintah maupun non pemerintah.
Mengenai opsi-opsi pembayaran UKT, ITB telah menjalin kemitraan dengan sejumlah pihak, salah satunya adalah lembaga non-bank yang bergerak khusus di bidang pendidikan, dan sudah terdaftar serta mendapatkan pengawasan yang ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menghindari praktik penyalahgunaan.
Selain itu, ITB menjelaskan berbagai jalur penerimaan mahasiswa yang nantinya terkait dengan UKT,
antara lain: Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT), Seleksi Mandiri (SM), dan International Undergraduate Program (IUP).
Mahasiswa ITB yang diterima melalui jalur SNBP dan SNBT terbagi dalam lima kategori pembayaran UKT, dari UKT 1 (0 rupiaah) sampai UKT 5 (tertinggi). Mahasiswa yang diterima melalui jalur SM-ITB bertanggung jawab untuk membiayai pendidikan program sarjananya di ITB secara penuh. ITB tidak memberikan subsidi biaya pendidikan bagi mahasiswa yang diterima melalui jalur IUP dan SM-ITB, kecuali bagi mahasiswa SM-ITB pemegang Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) yang berasal dari SMA/MA di wilayah 3T. Untuk kategori ini, ITB membebaskan biaya pendidikannya di ITB.
Soal keringanan UKT, hingga Januari 2024 ada sebanyak 1.768 mahasiswa telah mengajukan keringanan UKT. Sementara itu, sebanyak 2.732 mahasiswa mengajukan pengajuan cicilan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP). Pada tahun 2023, ITB telah menyalurkan beasiswa kepada 7.672 mahasiswa. Jumlah tersebut mencapai 25 persen dari total student body ITB.
Di luar itu, ITB mencarikan bantuan beasiswa talangan untuk kasus tertentu, seperti tidak sempat mengajukan keringanan UKT di jadwal yang ditentukan, mahasiswa mendapatkan musibah, dan persoalan ekonomi lain yang didukung dengan bukti-bukti yang jelas.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca lebih lanjut tulisan Ridho Danu Prasetyo atau artikel-artikel lain tentang Masalah Uang Kuliah Tunggal