• Berita
  • Mahasiswa UPI dan Unpad Menuntut Keringanan UKT

Mahasiswa UPI dan Unpad Menuntut Keringanan UKT

Masalah UKT selalu berulang setiap tahunnya baik di UPI maupun di Unpad. Sejumlah mahasiswa harus cuti atau keluar dari kampus.

Aliansi Mahasiswa UPI Bergerak berunjuk rasa di kampus UPI Bandung untuk menuntut transparansi dan pengurangan biaya UKT, Selasa (18/7/2023). (Foto: Aliansi Mahasiswa UPI Bergerak)*

Penulis Iman Herdiana25 Juli 2023


BandungBergerak.id - Uang Kuliah Tetap (UKT) menjadi masalah yang dihadapi mahasiswa setiap tahunnya. Pada satu sisi, sejumlah mahasiswa menggalang solidaritas untuk membantu teman-teman mereka yang kesulitan membayar UKT. Di sisi lain, mereka terbentur kebijakan kampus. Masalah ini terjadi di dua kampus negeri di Bandung, yakni Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Di UPI Bandung, solidaritas dilakukan dengan turun ke jalan menuntut keberpihakan kampus pada nasib mahasiswa yang kesulitan keuangan. Sementara di Unpad, aksi solidaritas untuk mahasiswa yang kesulitan membayar UKT dilakukan melalui kampanye digital dan audiensi langsung dengan Rektor Unpad Rina Indiastuti.

Kasus UKT UPI

Pada Selasa (18/7/2023), Aliansi Mahasiswa UPI Bergerak berunjuk rasa di kampus UPI Bandung untuk menuntut transparansi dan kebijakan yang berpihak kepada mahasiswa yang kekurangan secara ekonomi.

Penetapan UKT UPI berdasarkan Surat Edaran Pembayaran UKT dari rektorat. Namun dasar ini dinilai menjadi mimpi buruk bagi sebagian mahasiswanya. Tidak semua mahasiswa dapat memenuhi pembayaran UKT karena tidak semua mahasiswa mendapatkan golongan UKT sesuai kondisi ekonominya.

“Ketika mahasiswa bergerak dan bersuara, selalu dijawab dengan jawaban yang tidak menjawab permasalahan. Ketika mahasiswa meminta bantuan, selalu disodorkan opsi penangguhan, penangguhan, dan penangguhan. Padahal, kondisi yang ada adalah masalah ketidakmampuan membayar, apakah dengan perpanjangan waktu bisa menjadi jawaban?” demikian pernyataan Aliansi.

Nidan, juru bicara Aliansi menyatakan, seyogyanya mahasiswa bisa mendapatkan perubahan nominal UKT, melalui mekanisme verifikasi ulang UKT sesuai dengan Permendikbud no. 25 tahun 2020 pasal 12 ayat (b) yang menyebutkan bahwa perubahan kemampuan ekonomi yang membiayai mahasiswa, pemimpin PTN dapat menurunkan atau menaikkan besaran UKT melalui penetapan ulang pemberlakuan UKT terhadap Mahasiswa.

Namun kebijakan tersebut menjadi hal mustahil untuk didapatkan mahasiswa UPI karena tidak ada mekanisme resmi yang mengatur hal tersebut sampai hari ini. Ketetapan golongan UKT yang diterima mahasiswa UPI hanya berdasarkan pada kondisi saat registrasi ulang mahasiswa baru. Tentunya, dalam keberjalanan waktu akan ditemukan perubahan kondisi ekonomi mahasiswa yang menurun maupun meningkat.

“Aksi kemarin sebenarnya gerakan mahasiswa mengkampanyekan kesadaran ke teman-teman mahasiswa bahwa masalah kampus sampai hari ini ada,” terang Nidan, saat dikonfirmasi via telepon, Selasa (25/7/2023).

Namun setelah aksi, belum ada tanggapan berarti dari pihak kampus. Kampus seakan tidak memiliki persoalan terkait UKT. UPI juga tidak menyediakan mekanisme lain di luar memberikan cicilan/penangguhan UKT. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa UPI belum merealisasikan Permendikbud no. 25 tahun 2020 tersebut.

Menurut Nidan, aksi ini dilakukan mahasiswa dari berbagai fakultas baik di kampus Bumi Siliwangi UPI maupun UPI daerah. Dari situ diketahui bahwa mahasiswa megalami keresahan serupa soal UKT ini.

Catatan memprihatinkan lainnya terjadi pada mahasiswa baru yang mengajukan KIP Kuliah. Kuota KIP Kuliah UPI mengalami pengurangan dari pusat. Dampaknya tidak sedikit mahasiswa baru yang sudah diterima masuk UPI namun ditolak mendapatkan KIP Kuliah. Mereka pun terancam tidak bisa kuliah jika tidak ada kebijakan yang berpihak dari kampusnya.

“Ada yang penghasilan orang tuanya dua juta per bulan tapi harus membayar golongan 7 UKT-nya,” terang Nidan.

Nidan menjelaskan, pembayaran UKT di UPI terdiri dari golongan 1-8. Golongan 1 membayar jumlah UKT paling kecil, yakni 500 ribu rupiah, dan golongan 8 membayar UKT paling besar yakni 8 juta rupiah. Temuan Aliansi, ada mahasiswa kurang mampu yang harus membayar UKT golongan 7 atau sebesar 7 juta rupiah.

Permasalahan serupa juga terjadi pada mahasiswa UPI semester 10 ke atas yang hanya mengontrak 6 SKS. Menurut Aliansi, mahasiswa semester akhir dituntut untuk membayar dengan sejumlah nominal yang sama tanpa mendapatkan relaksasi UKT. Hal tersebut membuat bertanya-tanya kenapa hanya semester 9 yang mendapatkan relaksasi sebesar 50 persen sesuai dengan Permendikbud no. 25 tahun 2020.

Padahal tidak ada perbedaan kondisi yang terjadi dengan mahasiswa pada semester 9 dan semester 10 ke atas yang sama sama mengontrak kurang dari 8 SKS. Dalam aksinya, Aliansi Upi Bergerak menuntut:

  1. Berikan Transparansi penetapan golongan UKT!
  2. Tingkatkan keterbukaan informasi publik!
  3. Tingkatkan pemerataan fasilitas di kampus UPI Bumi Siliwangi dan Kampus Daerah!
  4. Turunkan golongan UKT mahasiswa yang tertolak KIP-K!
  5. Bebaskan biaya pendidikan bagi mahasiswa yang hanya mengontrak skripsi
  6. Hilangkan pungutan terhadap mahasiswa yang akan wisuda
  7. Berikan fasilitas sesuai nominal yang dibayarkan
  8. Gratiskan seluruh fasilitas yang ada di kampus
  9. Bangun fasilitas yang inklusif untuk mahasiswa berkebutuhan khusus
  10. Mewujudkan kampus yang ramah gender dan bebas dari kasus kekerasan seksual
  11. Publikasi Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Standar Unit Cost (SUC) yang melalui media yang dapat diakses publik
  12. Publikasikan seluruh kebijakan beserta lampirannya melalui media yang dapat diakses publik
  13. Transparansikan RKAT Fakultas dan Prodi untuk mengetahui seluruh aktivitas yang telah dilakukan
  14. Hentikan seluruh pembangunan kampus yang merusak sistem dan mengganggu kegiatan pembelajaran.

Baca Juga: Kampus Melanggar Konstitusi jika Mengeluarkan Mahasiswa yang tak Mampu Membayar UKT
Biaya Kuliah Melambung Menjadikan Pelajar Miskin Bingung
Fenomena Kredit Pendidikan di Kampus, Buat Mahasiswa Untung atau Buntung?

Kasus UKT Unpad

Masalah UKT juga dialami mahasiswa Unpad. Pantauan BandungBergerak.id, Instagram bem.unpad melancarkan kampanye digital mengenai UKT ini setidaknya sejak 22 Juli 2023 sambil mengumumkan audiensi dengan Rektor Unpad yang bertajuk Satu Hari Bersama Ibu (SHBI) 2023. Dalam salah satu feednya, BEM Unpad membeberkan temuannya. Menurut mereka, UKT menjadi salah satu faktor penting bagi keberlanjutan studi juga kesejahteraan mahasiswa.

“Meskipun sudah melalui penghitungan yang (katanya) adil dan tepat, pada nyatanya nominal UKT di Unpad tidak sepenuhnya sesuai dengan kondisi mahasiwa,” demikian tulis BEM Unpad.

Belum lagi, lanjut BEM Unpad, perubahan kondisi perekonomuan membuat banyak mahasiswa yang harus memutar otak dengan keras di setiap semester untuk membayar UKT-nya. BEM Unpad khawatir mahasiswa yang tidak sanggup membayar UKT pada akhirnya akan berhenti kuliah.

BEM Unpad mengimpun data sepanjang 2022 hinga sekarang, terdapat beberapa laporan dari mahasiswa yang menyatakan bahwa mereka harus cuti kuliah, bahkan menghentikan mimpinya untuk bisa melanjutkan kulah akibat tidak mampu membayar UKT. Rinciannya, tiga orang mahasiwa mengalami cuti kuliah, satu di antaranya dicutikan oleh kampus dan dua lainnya mencutikand iri secara mandiri.

Ada pula dua orang maahsiswa yang harus berhenti kuliah di mana satu di antaranya diberhentikan langsung oleh kampus.

Unpad memang sudah menyediakan beasiswa KS/TM sebagai solusi bagi mahasiswa yang membutuhkan keringanan UKT. Akan tetapi, BEM Unpad menilai solusi ini tidak terlepas dari rentetan masalah.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Departemen Adkesma BEM Unpad 2023, dari 243 responden 134 di antaranya mengikuti beasiswa KS/TM dan 117 responden menyatakan tidak puas dengan hasil yang didapatkan.

Para responden juga mengeluhkan alur pengajuan yang tidak jelas, proses yang bertele-tele, serta komunikasi yang buruk antara rektorat dan fakultas. “Kondisi ini membuat informasi tidak tersampaiakn dengan baik dan menimbulkan beragam kendala pada saat proses pengajuan,” lanjut BEM Unpad.

SHBI 2023 kemudian berlangsung Selasa (25/7/2023) yang disiarkan langsung melalui kanal Youtubue BEM Unpad. Dari Unpad, hadir Rektor Rina Indiastuti bersama jajarannya. Sementara dari BEM Unpad hadir Ketua BEM M. Haikal bersama pengurus BEM Unpad lainnya.

M Haikal kurang lebih memaparkan data yang sama dengan yang dikampanyekan di media sosial BEM Unpad, namun dengan format yang lebih terperinci. Ia menggarisbawahi soal besaran UKT yang tidak sesuai dengan kondisi ekonomi orang tua mahasiswa yang masih terdampak pandemi Covid-19 tahun lalu.

Dalam surveinya, ia mengantongi ada puluhan mahasiwa Unpad yang mengajukan keringanan UKT. Mereka mengeluhkan birokrasi pengajuan yang rumit dan infirmasi yang tidak jelas.

“Bagaimana kondisinya per hari ini. Sudah 5 mahasiswa akan mundur dari Unpad, 35 mahasiswa menyatakan ke kami kesulitan membayar UKT,” kata M. Haikal.

Ia menyesalkan masalah UKT ini selalu berulang setiap tahunnya. Ia berharap kampus mestinya menyiapkan sistem yang bisa mengantisipasinya.

Sebelumnya, SHBI 2023 tersebut diisi dengan pembukaan dari Rektor Unpad Rina Indiastuti yang menyatakan rata-rata jumlah mahasiwa Unpad ada 36.500 ribuan setiap tahunnya. Dari jumlah itu artinya ada 36.500 ribuan keinginan mahasiwa yang berbeda-beda. Selain itu, Unpad memiliki 2.100 dosen dan 1.000 dosen luar biasa.

“Jadi kampus ini dinamis, tidak statis. Kami harapkan kita semua di sini bisa masuk ke peluang dan tantangan kedinamisan itu. Tidak mungkin satu mahasiswa memiliki keinginan yang sama dengan satu mahasiswa lain,” kata Rina Indiastuti.

Menjawab keluhan yang disampaikan BEM Unpad, Rina menyatakan Unpad tetap berkomitmen membantu mahasiwa yang tidak mampu melanjutkan kuliah karena alasan ekonomi. Tentunya bantuan dari Unpad akan melalui prosedur investigasi untuk memastikan mahasiswa tersebut benar-benar berhak mendapatkan bantuan

“Komitmen kami kalau ditemukan mahasiswa setelah diinvestigasi tidak mampu, pasti kami bantu,” kata Rina.

Selain itu Unpad juga mengajak BEM Unpad untuk sama-sama mendiskusikan data mahasiswa yang membutuhkan bantuan. Unpad menyatakan siap menerima masukan untuk mencegah mahasiswa yang kesulitan secara ekonomi tidak bisa melanjutkan kuliah.

Kampus maupun Pemerintah tidak Boleh Diam

Perekonomian merupakan salah satu yang tidak dapat lepas dari kehidupan manusia, khususnya perekonomian keluarga di mana keluarga memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia termasuk pendidikan. Pendidikan anak tidak akan dapat berjalan jika tidak ada dukungan dan peranan dari keluarga, baik secara psikologis, fisik, amupun finansial.

Firman Ashadi dari Universitas PGRI Argopuro Jember, dalam Jurnal Pendidikan menyatakan masalah finansial keluarga sering kali menjadi hambatan utama bagi anak untuk melanjutkan pendidikan. Tidak sedikit anak yang tidak dapat menempuh pendidikan dikarenakan tidak mampunya finansial keluarga. Masalah perekonomian keluarga ini semakin parah setelah adanya Pandemi Covid-19.

“Jika pendapatan keluarga berkurang, otomatis pasti akan mempengaruhi aspek lainnya dalam keluarga, misalnya kebutuhan pokok, yaitu sandang, pangan, dan papan, dan yang paling menonjol disoroti yaitu masalah pembayaran Uang Kuliah Tunggal mahasiswa, dimana banyak sekali mahasiswa yang mengajukkan penurunan UKT dikarenakan penurunan pendapatan orang tua,” tulis Firman Ashadi.

Menghadapi masalah serius yang dihadapi mahasiswa, Firman mengingatkan pihak yang memiliki kepentingan harus segera mengambil langkah untuk menyelesaikannya agar tidak menimbulkan masalah lainnya. “Pemerintah harus segera mengambil langkah yang paling tepat untuk mengatasi masalah ini, karena ini berkaitan dengan kelangsungan pendidikan di Indonesia,” tulisanya.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//