ITB Meminta Maaf Terkait Polemik UKT dengan Skema Pinjol
ITB berdalih skema pinjol melalui perusahaan fintech bukan untuk mahasiswa S1, melainkan untuk mahasiswa S2 atau spesialis. Skema ini masih tetap jalan.
Penulis Emi La Palau1 Februari 2024
BandungBergerak.id - Institut Teknologi Bandung (ITB) menyampaikan permohonaan maaf atas polemik pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang menggunakan skema pinjaman online (pinjol) Danacita. Permohonan maaf disampaikan Rektor ITB Reini Djuhraeni Wirahadikusumah lewat surat yang dibacakan oleh Plh. Sekretaris Institut ITB Taufiq Hidajat dalam konferensi pers di Gedung Rektorat ITB, Rabu, 31 Januari 2024.
“Poin pertama kami mohon maaf barangkali kurang sensitif sehingga di laman perwalian membuat kaget, sehingga isu stigma pinjol yang lebih mencuat. Padahal Danacita hanya salah satu dari banyak cara bantuan kuliah di ITB,” jelas Taufiq, ketika membacakan surat dari Rektor ITB yang berhalangan hadir karena sedang tugas di Jakarta.
Sebelumnya, skema pembayaran UKT ITB dengan pinjol ramai di media sosial. Selanjutnya, mahasiswa ITB bersama Keluarga Mahisiswa ITB (KM ITB, organisasi kampus setingkat BEM), melancarkan aksi protes ke rektorat. Ratusan mahasiswa turun ke jalan.
Taufiq menjelaskan, sosialisasi mengenai mekanisme pembayaran UKT ITB sebenarnya sudah dilakukan. Namun ia mengakui komunikasi dengan warga atau mahasiswa ITB perlu diperbaiki agar lebih efektif.
Soal pinjol, lanjut Taufiq, rektor memandang bisa menjadi opsi untuk kebutuhan mahasiswa tertentu, misalnya MBA, program profesi, dan lainnya yang berinvestasi bagi karier mereka. Pinjol ini bukan diperuntukkan bagi mahasiswa sarjana yang kurang mampu karena merekaa tidak akan lolos review dari lembaga nonbank tersebut.
Untuk mahasiswa dengan keterbatasan ekonomi, ITB menyediakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dengan kuota 20 persen tiap angkatan dan subsudi pemerintah melalui bantuan perguran tinggi negeri berbadan hukum (BPPTN BH).
ITB juga menyatakan dukungannya terhadap konsep student loan berupa pinjaman tanpa bunga yang diwacanakan oleh Kementerian Keuangan. Student loan diharapkan dapat membantu mahasiswa generasi berikutnya; setelah penerima loan lulus dan bekerja, mereka dapat mengembalikan dana tersebut untuk dipakai adik-adiknya.
Wakil Rektor Bidang Keuangan, Perencanaan dan Pengembangan Muhamad Abduh menyatakan saat ini pihak kampus dan mahasiswa relatif tidak lagi membicarakan skema pembayaran UKT melalui pinjol, melainkan fokus kepada bagaimana agar mahasiswa bisa perwalian (kuliah).
Abduh menjelaskan, Danacita merupakan sebuah financial teknologi (fintech) yang menyediakan layanan pembiaayaan pendidikan. ITB sendiri menjadi mitra Danacita dan terbuka dengan fintech lainnya yang ingin melakukan kerja sama.
“Stigma yang ada kan istilah pinjol itu memang tidak bagus. Maka justru kami juga harus hati-hati dalam melakukan kerja sama ini. Yang mau kerja sama artinya dia mau dikendalikan oleh kita. Kalau mereka ditemukan punya masalah ya kerja samanya out kan gitu,” kata Abduh.
ITB mengklaim dalam kerja sama dengan Danacita ini tidak mengambil keuntungan sama sekali. Danacita hanya sebagai salah satu intrumen pembayaran UKT. Dana yang dipinjam mahasiswa lewat Danacita langsung masuk ke ITB dan terverifikasi sebagai bukti pembayaran.
“Jangan memutar balikkan kata-kata. Danacita kerja sama ITB untuk membantu mahasiswa yang memiliki permasalahan keuangan, nggak ada hubungan dengan pemasukan ITB, pemasukan ITB ketika mahasiswa mau bayar,” terang Abduh.
Tetap Melanjutkan Kerja Sama dengan Pinjol
Meski isunya ramai dan skema pembayarannya banyak ditolak oleh mahasiswa, namun Abduh menegaskan bahwa ITB masih akan melanjutkan kerja sama dengan Danacita sebagai salah satu skema pembayaran UKT. Sebagai kampus teknologi, menurutnya pihaknya tidak menutup diri dari perkembangan teknologi atau fintech.
Skema pembayaran menggunakan Danacita dianggap memiliki pangsa pasar tersendiri. Abduh beralasan, dengan bekerja sama dengan Danacita, kampus lebih bisa mengendalikan karena dapat mengakses data mahasiswa, misalnya berapa dana yang dipinjam.
ITB bekerja sama dengan dengan Danacita sejak Agustus 2023 dan baru mulai diperkenalkan pada Januari 2024. Hingga kini tercatat sudah ada 10 mahasiswa yang menggunakan skema pembayaran UKT menggunakan pinjol. Ia mengklaim mahasiswa yang menggunakan dana pinjol ini kebanyakan pascasarjana dan sedikit mahasiswa sarjana yang memang nilai UKT-nya tinggi (kalangan mampu).
“Dana cita bukan pasarnya buat orang tua yang memiliki ekonomi rendah. Insyallah yang memiliki permasalahan ekonomi ITB akan membantu,” ungkapnya.
Selain skema pinjol, ITB menyediakan skema pembayaran lain melalui pembayaran perbankan dan kartu kredit. Sejauh ini, dari 700 mahasiswa yang tadinya tidak membayar UKT, kini tinggal 180an mahasiswa yang masih belum dapat menunaikan pembayaran UKT.
ITB menjamin mahasiswa yang belum bisa membayar UKT akan tetap bisa melakukan perwalian melalui pendaftaran khusus. Mereka juga bisa membayar UKT dengan cara dicicil. Misalnya, nilai UKT12,5 juta rupiah bisa dicicil selama tiga bulan.
Namun ITB juga mengisyaratkan mahasiswa yang tidak bisa membayar UKT bisa memilih opsi cuti. Menurut Abduh opsi cuti ini juga masuk akal.
“Alternatif, cuti masuk akal juga, cuti itu tidak bayar sama sekali, di Dikti tidak dihitung masa studi. Misalnya sudah saya mau kerja dulu, dia punya upaya daya kerja dulu, saya sudah kerja nanti saya sekolah lagi, saya coba kontak alumni. Nanti saya kerja di perusahaan anda,” terangnya.
Baca Juga: Skema Pembayaran UKT ITB dengan Pinjol semakin Memperparah Kondisi Ekonomi Keluarga Mahasiswa
Jeritan Mahasiswa yang Terjerat Masalah UKT ITB
Mahasiswa UPI dan Unpad Menuntut Keringanan UKT
Konfirmasi UKT Tinggi
Abduh menjelaskan skema penetapan UKT ITB dilakukan sejak awal semester tahun ajaran baru, bukan mendadak. Sejak penetapan ini, mahasiswa mulai memasukkan data-data yang diperlukan, termasuk pengelompokan UKT mulai dari kelompok 1 sampai 5. Kelompok 1 dan 2 memiliki besaran UKT paling kecil dan menggunakan skema 20 persen KIP Kuliah dengan mempertimbangkan data ekonomi orang tua.
Mahasiswa yaangmendapat UKT kelompok 1 dia akan membayar nilai UKT terendah selama kuliah. Begitu juga mahasiswa yang mendapat UKT 5, maka dia sampai lulus mesti membayar UKT 5. Ketika di tengah jalan ada masalah, misalnya terkendala ekonomi, mahasiswa bisa menyampaikan kendalanya ke kampus melalui direktorat kemahasiswaan. Kendala ini akan melalui verifikasi untuk menentukan layak tidak mendapatkan keringanan atau bantuan.
“Kadang-kadang kan, bukan apa-apa, bilangnya A, tapi sebenarnya B, bisa saja. Karena nggak ada yang bisa mengontrol itu,” kata Abduh.
Terkait dengan keluhan mahasiswa yang selalu ditolak ketika meminta penangguhan atau penurunan UKT, Abduh mengungkapkan ada prosedur dan kriteria yang harus dilalui mahasiswa. Mahasiswa yang tidak melalui prosedur dan kriteria maka pengajuannya akan ditolak.
Mahasiswa yang masuk lewat jalur mandiri harus menerima konsekeunsi pembayaran UKT yang tidak disubsidi. Menurut Abduh, mahasiswa jalur mandiri yang terkendala membayar UKT bisa mencari dana sendiri dengan bekerja atau mendapat bantuan dari alumni.
“Alternatif, bukan tidak dapat pengajuan lalu cerita kemana-mana,” ungkapnya.
Direktur Keuangan Anas Ma'ruf menambahkan, pemberian penurunan UKT diberikan sesuai formulasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Jika ada mahasiswa yang merasa sudah mengajukan pengurangan UKT namun tetap ditolak, berarti ada mahasiswa lain yang lebih masuk kriteria.
“Setiap semeter mengajukan, dan mengajukan beberapa data, ada beberapa kasus gagal administrasi, misal di pendapatan orang tua, kita tolak, kalau itu tidak lengkap,” terang Anas.
*Kawan-kawan yang baik bisa membaca lebih lanjut tulisan-tulisan Emi La Palau atau artikel-artikel lain tentang Institut Teknologi Bandung (ITB)