• Berita
  • Suara Kritis Aksi Kamisan Bandung terhadap Tiga Pasangan Capres

Suara Kritis Aksi Kamisan Bandung terhadap Tiga Pasangan Capres

Aksi Kamisan Bandung meyakini bahwa demokrasi saat ini bermasalah. Demokrasi sejati tumbuh dari akar rumput masyarakat dan komunitas.

Aksi Kamisan Bandung di depan Gedung Sate, Bandung, Kamis, 1 Februari 2024. (Foto: Raihan Malik/BandungBergerak.id)

Penulis Raihan Malik2 Februari 2024


BandungBergerak.id - Demokrasi di Indonesia terus mengalami kemunduran di tengah perhelatan Pemilu 2024 yang tak lama lagi digelar. Pemilu bukan hanya soal mendapatkan suara, tetapi juga mengingatkan bahwa kebijakan lima tahun berikutnya berpotensi tidak berpihak kepada rakyat. Kritik terhadap lemahnya demokrasi di Indonesia ini terlontar dalam Aksi Kamisan Bandung di depan Gedung Sate, Kamis, 1 Februari 2024.

"Ini (Kamisan) menjadi wadah ekspresi, penyadaran, dan pemahaman bahwa situasi Indonesia tidak baik. Harapannya, masyarakat bisa sadar dan menyampaikan kekecewaan serta kemarahan tanpa rasa ketakutan," ucap Deti Sopiandi dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Jawa Barat di sela-sela Aksi Kamisan Bandung.

Di bawah rintik hujan, Aksi Kamisan Bandung kali ini mengusung agenda memantau pemilu. Tujuannya adalah menegaskan bahwa hasil pemilu tidak akan berpengaruh kepada masyarakat sipil, terlepas dari siapa pemenangnya.

Di sisi lain, rakyat kecil masih rentan tergusur. Di Bandung, penggusuran telah terjadi di Tamansari, dan banyak warga yang menghadapi konflik agraria, pemutusan hubungan kerja (PHK), biaya pendidikan yang mahal.

Sebaliknya, Aksi Kamisan Bandung melihat pemilu yang berlangsung harus menjadi pesta demokrasi yang murni, meskipun dilatarbelakangi manipulasi konstitusi oleh calon tertentu. 

Ketika demokrasi terus dikangkangi, masalah yang dihadapi masyarakat terus berlanjut. Terlebih lagi, masih banyak aktor pelanggar HAM yang belum diadili, bukan hanya terkait dengan salah satu paslon melainkan melibatkan banyak kroni. Meskipun Aksi Kamisan telah berlangsung selama 17 tahun, belum ada aktor yang diadili. 

"Terutama ketika kita menilai bahwa demokrasi seharusnya bersumber dari akar rumput, membangun demokrasi yang benar-benar melibatkan komunitas dan organisasi dari hal-hal terkecil," kata Deti.

Deti mengatakan, demokrasi yang telah dimanipulasi berdampak sangat besar bagi rakyat. Tidak ada perbedaan signifikan siapa yang akan memenangkan pemilu selama sistemnya masih belum demokratis dan ditopang sistem ekonomi yang kapitalistik dan neoliberal.

Hafiz, salah seorang mahasiswa yang hadir di Aksi Kamisan Bandung berkomentar, aksi ini sulit diabaikan oleh siapa pun terutama penguasa. "Harapannya, dalam Aksi Kamisan akan menjadi suara yang sulit diabaikan. Teruslah berdiri tegak dalam nilai-nilai kebenaran dan keadilan," ucap Hafiz.

Demokrasi Terancam

Republik Indonesia, sebagai bangsa yang didirikan untuk kepentingan seluruh rakyat, menolak monopoli kekuasaan oleh segelintir orang atau kelompok. Pengalaman rezim otoriter Suharto yang berkuasa selama 32 tahun memberikan pelajaran tentang pelanggaran HAM dan eksploitasi sumber daya negara oleh keluarga dan kroni-kroninya. Hadirnya TAP MPR X/MPR/1998 menegaskan penolakan terhadap praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta peringatan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

Pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden yang mendampingi Prabowo Subianto menjadi sorotan Aksi Kamisan Bandung. Pasangan ini dinilai tidak mewakili kepentingan rakyat, melainkan bertujuan untuk mengamankan kekuasaan Jokowi.

Pencalonan Gibran dianggap merusak etika kehidupan bangsa, tidak sesuai konstitusional, dan mengancam hak-hak konstitusional warga. Pembajakan Mahkamah Konstitusi dalam rangka memuluskan langkah pencawapresan Gibran menegaskan pandangan ini.

Hubungan kekerabatan antara Presiden Jokowi, putranya Gibran Rakabuming Raka, dan sang paman Anwar Usman yang mengeluarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 menunjukkan indikasi kuat KKN. Meskipun belakangan Majelis Kehormatan MK menyatakan Anwar Usman melakukan pelanggaran etik dan dicopot sebagai Ketua MK, tetapi pencalonan Gibran sebagai Cawapres tetap berlanjut. Hal ini menunjukkan pengaruh kekuasaan Jokowi dan kroni-kroninya.

Prabowo, sebagai kandidat presiden, dinilai memiliki rekam jejak penculikan dan penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998. Fakta sejarah juga mencatat kontribusinya dalam kerusakan lingkungan melalui proyek Food Estate di Kalimantan Tengah yang memicu deforestasi dan konflik agraria.

Aksi Kamisan Bandung menyatakan sudah saatnya demokrasi dan konstitusi diselamatkan, agar negara ini tidak hanya dikuasai segelintir orang, akan tetapi dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia.

Di samping Prabowo Gibran, Aksi Kamisan Bandung menggarisbawahi bahwa semua pasangan capres di Pilpres 2024 jarang membahas komitmen untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM dan agraria. 

Deti menyatakan, di saat demokrasi dikangkangi, reformasi dilebur, korupsi merajalela, dan investor dilindungi, maka masyarakat sipil mesti melawan dan menyuarakan ketidakpuasan. Inilah demokrasi yang sesungguhnya, demokrasi yang tumbuh dari akar rumput.

Deti menegaskan, melihat Aksi Kamisan Bandung tidak bisa diukur dengan jumlah peserta. Meski dengan jumlah sedikit, Aksi Kamisan Bandung tetap menyuarakan keresahan dan perlawanan terhadap rezim yang semakin tidak demokratis dan otoriter. 

"Isu yang paling mendasar, padahal sangat mendesak, adalah bayangan jika masyarakat memilih golput. Apa yang akan terjadi jika semua ini terjadi? Namun, kita perlu melihat konteksnya dalam konteks Indonesia. Pentingnya aksi tidak hanya terbatas pada jumlahnya, tetapi di mana pun, kapan pun, dan dalam momen apa pun, untuk menyuarakan perlawanan dan solidaritas yang sangat penting," paparnya.

Aksi Kamisan Bandung di depan Gedung Sate, Bandung, Kamis, 1 Februari 2024. (Foto: Raihan Malik/BandungBergerak.id)
Aksi Kamisan Bandung di depan Gedung Sate, Bandung, Kamis, 1 Februari 2024. (Foto: Raihan Malik/BandungBergerak.id)

Baca Juga: Dukungan untuk Wadas dari Aksi Kamisan Unisba, Aksi Kamisan Bandung dan Pasar Gratis Bandung
17 Tahun Aksi Kamisan, Semakin Hilangnya Identitas Korban
PROFIL AKSI KAMISAN BANDUNG: Sewindu Merawat Ingatan

Tuntutan yang Diabaikan

Aksi Kamisan Bandung juga diikuti Eva Eryani, satu-satunya warga Tamansari yang menolak proyek rumah deret. Eva telah memperjuangkan haknya selama hampir 7 tahun. Selama itu ia tetap patuh terhadap aturan hukum di negara ini.

Namun, upaya Eva menuntut hak sejak zaman Wali Kota Ridwan Kamil hingga sekarang. Di era Ridwan Kamil, Eva menuntut keadilan di PTUN Bandung. Namun pengadilan yang terjadi berada di bawah bayang-bayang kekuasaan. 

"Kondisi ini menciptakan ketidakadilan dan menimbulkan pertanyaan tentang integritas pemimpin yang seharusnya memberikan contoh moral dan etika," jelas Eva Eryani.

Eva menempuh berbagai cara prosedural untuk memperjuangkan hak hidupnya. Ombudsman Jawa Barat kemudian menyatakan bahwa penggusuran Tamansari pada tanggal 12 Desember 2019 adalah tindakan administrasi yang tidak tepat. Namun pemerintah abai dengan penilaian Ombudsman ini.

Pengabaian suara rakyat juga terjadi pada aksi Kamisan yang telah dilakukan selama 17 tahun dan lebih dari 800 aksi. Menurut Eva, aksi menyuarakan suara rakyat seperti Kamisan akan terus berlanjut selama pelanggaran HAM terus terjadi.

"Harapannya, kamisan tidak lagi diperlukan. Seharusnya pelanggaran diungkap dengan jelas agar para korban mendapatkan haknya, termasuk hak atas informasi. Saya berharap, jika pemerintah dan negara ini benar-benar menghormati hak dan tuntutan rakyat, kamisan tidak perlu lagi menjadi bentuk perjuangan. Semoga hak-hak rakyat dapat didengar tanpa perlu melalui aksi seperti kamisan," kata Eva.

*Kawan-kawan dapat membaca lebih lanjut tulisan Raihan Malik atau artikel lain tentang Pemilu 2024 dan Pilpres 2024

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//