• Berita
  • Dago Elos Memanggil, Aliansi Mahasiswa Menuntut Pemkot Bandung Membela Hak-hak Warga yang Terancam Keluarga Muller

Dago Elos Memanggil, Aliansi Mahasiswa Menuntut Pemkot Bandung Membela Hak-hak Warga yang Terancam Keluarga Muller

Pemkot Bandung dituntut berpihak kepada warga Dago Elos yang tinggal turun-temurun di kampung halaman mereka. Mahasiswa diajak bersolidaritas menolak penggusuran.

Warga Dago Elos dalam agenda pembacaan aanmaning, di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa, 21 Februari 2024. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak.id)

Penulis Tim Redaksi20 Februari 2024


BandungBergerak.id - Mempertahankan tanah adalah hak bagi setiap warga negara, termasuk warga Dago Elos yang telah memenuhi sidang aanmaning di Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Seuan ini disampaikan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Tolak Penggusuran yang melakukan aksi solidaritas untuk Dago Elos di depan Balai Kota Pemerintah Kota Bandung, Selasa, 20 Februari 2023.

“Kepada warga Dago Elos yang hari ini memenuhi surat aanmaning, kami hadir bersama untuk menolak segala penggusuran perampasan, sebagai bentuk reponsif mahasiswa, bahwasanya di Kota Bandung banyak titik akan digusur,” kata salah satu peserta aksi, Teddy, kepada BandungBergerak.id.

Pilihan bersolidaritas di depan Pemkot Bandung sendiri, kata Teddy, sebagai bentuk penyebaran api perjuangan pada masyarakat Kota Bandung di tengah warga Dago Elos yang memperjuangkan hak-hak hidupnya.

“Kami memberikan dorongan semangat dan mengingatkan kembali pada Pemkot Bandung, bahwa elemen-elemen masyarakat tidak ada yang diam,” ujar Teddy.

Pantuan BandungBergerak.id, beberapa mahasiswa membentangkan poster dan spanduk bertuliskan “Tolak Penggusuran” dan “Bersolidaritas untuk Warga Dago Elos”. Tak terkecuali di antara mereka menyuarakan dengan berorasi.

“Tidak ada tanah yang dimiliki oleh negara, tanah adalah milik rakyat, harga diri rakyat, bila tanah dirampas kita harus memperjuangkan sampai titik darah penghabisan,” teriak mereka.

Mendesak Pemerintah dan Pengadilan Memenuhi Tuntutan Warga

Aliansi Mahasiswa Tolak Penggusuran menyatakan, sebagai pelajar mereka memiliki kontrol sosial bahwa sudah seharusnya bersikap dan membela rakyat. Mereka menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Menuntut pemerintah pusat dan daerah menghentikan segala bentuk penggusuran, terutama Pemerintah Kota Bandung memenuhi segala tuntutan warga Dago Elos;

2. Mendesak Ketua Pengadilan Negeri Bandung secara tegas menggeluarkan penetapan pembatalan eksekusi dalam waktu dekat;

3. Mengembalikan kedaulatan tanah kepada rakyat dan pemerintah menghentikan pembangunan yang berdampak atas hilang dan terampasnya ruang hidup rakyat;

4. Mendesak aparat mengentikan upaya intimidasi terhadap rakyat pejuang tanah dan menghentikan bentuk represif dalam menjalankan tugas.

Baca Juga: Dago Elos dalam Angka, Warisan Kolonial Merongrong Warga
Sigma, Solidaritas Ekonomi Rakyat untuk Dago Elos
Warga Dago Elos Mendesak Polda Jabar Segera Memproses Laporan Tindak Pidana Tiga Bersaudara Muller

Warga Dago Elos menghadiri pembacaan aanmaning di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa, 21 Februari 2024. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak.id)
Warga Dago Elos menghadiri pembacaan aanmaning di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa, 21 Februari 2024. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak.id)

Kekecewaan dan Sumpah Serapah Warga Dago Elos Imbas Putusan Eksekusi Lahan

Di PN Bandung, atusan warga yang menjadi bagian Forum Dago Melawan menuntut pembatalan eksekusi lahan mereka di sela-sela sidang sidang aanmaning (teguran kepada tergugat) terhadap Forum Bandung Melawan.

Perwakilan Tim Advokasi Forum Dago Melawan Daffa menerangkan, warga menolak aanmaning karena banyaknya subjek yang kacau dan tidak jelas keberadaannya. Di akhir persidangan, pengadilan menyatakan bahwa sidang aanmaning akan kembali dijadwalkan pada 19 Maret 2024.

Usai sidang, ratusan warga Dago Elos melanjutkan aksi protes di luar pagar PN Bandung. Warga menuangkan emosi kekecewaannya melalui orasi. Novi, wanita paruh baya yang sudah lama tinggal di wilayah Dago Elos pun berorasi sambil berurai air mata.

“Punya hati nurani gak sih kalian? Jangan hanya demi uang, kalian (memilih) tutup mata, buta! Tolong Pak, perhatikan kami warganya. Di sini kami itu meminta hak kami. Tolong pak, kita ga bisa tidur, pak, mikirin takut digusur! Bapak enak di sini, ongkang ongkang kaki, tinggal tanda tangan lalu dibayar pula! Enak bener! Kalau Bapak di posisi kami gimana? Tolong pikir, Pak! Kalian itu (bergelar) S1, S2, S3! Saya cuma lulusan SMP, tapi nggak bodoh seperti kalian,” ungkap Novi.

Suara kekecewaan ini juga dilontarkan Bu Neneng, wanita paruh baya yang juga sudah menjadi penduduk wilayah Dago Elos sejak lama. Dengan penuh haru dan amarah, Neneng tak rela jika harus kehilangan tempat tinggal yang ia tempati selama ini bersama anak cucunya.

“Jangan asal ngomong, lihat warga segini banyak Pak! Bapak itu punya anak, mungkin punya saudara, lihat sama Bapak. (Kami) jangan dianggap rendah. Coba lihat Pak, orang-orang yang datang ke sini itu lansia dan anak-anak saking tidak punya tempat tinggal lagi. Coba Bapak lihat dulu, kasihan dengan warga seperti kami pak. Ada yang sudah tinggal di Dago Elos sampai 70 tahun, masa PT Dago Inti baru beberapa tahun dapat menang atas tanah ini? Di mana hati nurani Bapak?” papar Neneng.

Orasi Novi dan Neneng mengundang riuh teriakan dari massa yang turut merasakan amarah dan kecewa yang mendalam. Kalimat ucapan seperti “Dago melawan, tak bisa dikalahkan! Dago melawan, tak bisa dikalahkan! Dago Melawan, tak bisa dikalahkan!” terus menggema.

Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Tolak Penggusuran yang melakukan aksi solidaritas untuk Dago Elos di depan Balai Kota Pemerintah Kota Bandung, Selasa, 20 Februari 2023. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Tolak Penggusuran yang melakukan aksi solidaritas untuk Dago Elos di depan Balai Kota Pemerintah Kota Bandung, Selasa, 20 Februari 2023. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)

Forum Dago Melawan akan Tetap Menolak Aanmaning

Setelah sesi orasi, Forum Dago Melawan melakukan konferensi pers untuk menyatakan posisi dan pendapat mereka dalam putusan pengadilan ini. Diwakili oleh Budi yang juga bagian dari tim yang mengaji kasus ini, beserta warga yang lain menuntut Ketua PN Bandung untuk menetapkan Heri Hermawan Muller, Dedy Rustandi Muller, Pipin Sandepi Muller, dan Jo Budi Hartanto sebagai tersangka dan menyerahkan diri kepada pihak kepolisian.

Hal itu dikarenakan Forum Dago Melawan menemukan fakta bahwa kesaksian yang dilakukan mereka untuk melakukan sidang aanmaning bersifat palsu dan membohongi pengadilan karena George Hendrik Muller, orang yang tertulis melakukan perbuatan perdata menerima peralihan hak atas lahan, bahkan masih belum lahir pada tahun 1899.

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, mereka meyakini bahwa keempat orang tersebut telah memberikan keterangan tertulis yang tidak masuk di akal dan kebenarannya sangat diragukan, sehingga perlu diselidiki secara serius oleh pihak kepolisian.

Tidak gentar dari potensi siraman gas air mata maupun cekcok dengan aparat yang sudah pernah mereka alami sebelumnya, sampai kapan pun, Forum Dago Melawan berjanji untuk tetap bertahan dan memperjuangkan tanah yang selama ini mereka tempati.

PN Bandung Tak Berpihak pada Warga Dago Elos

Warga Dago Elos menilai para pengadil di ruang sidang pemanggilan surat aanaming bersikap gegabah. "Bukan jawaban yangkami terima, bobroknya sistem peradilan menguak sendirinya tatkala kami dipersilakan masuk ruang sidang," tulis Forum Dago Melawan, dalam pers rilis, Selasa, 20 Februari 2024.

Pada surat aanaming ada 300 nama warga, tapi menurut Forum Dago Melawan, jumlah itu tidak dapat dipastikan kebenarannya.

“Para pengadil, yang konon wakil tuhan ini, memanggil nama tergugat yang merupakan sanak tetangga kami yang sudah meninggal. Ada pula nama warga yang dipanggil dua kali serta memanggil 4 keluarga sekaligus. Kami menduga telah terjadi manipulasi terhadap keadilan dan kebenaran," tutur Forum.

Warga juga menuntut agar pengadilan negeri segera menggeluarkan penetapan non-executable atas lahan yang sementara dimenangkan para penggugat PT Dago Inti Graha dan keluarga Muller.

Warga marah dan kecewa. Mereka sadar kebenaran lebih rendah daripada operasi bisnis yang dilakukan trio Muller bersaudara (Heri Hermawan, Dodi Rustendi, dan Pipin Sandepi) dan PT Dago Inti Graha yang disebut spekulan lahan milik pengusaha tekstil Jo Budi Hartanto.

*Reportase ini dikerjakan Reporter BandungBergerak.id Muhammad Akmal Firmansyah dan Inggit Yulis Sutari Tarigan 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//