• Berita
  • Mendiskusikan Lembang dan Kisah Perempuan Korban Jugun Ianfu Jepang

Mendiskusikan Lembang dan Kisah Perempuan Korban Jugun Ianfu Jepang

Di balik kesuburan dan keindahan tanah Lembang, tersimpan kisah-kisah kelam korban kekerasan seksual tentara Jepang. Mereka diperbudak dalam sistem Jugun Ianfu.

Gambar karya J. Boesveld mengenai kamp Kedungbadak dan Tjimahi, 1944-1945. (Koleksi NIOD, Sumber geheugen.delpher.nl)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah26 Februari 2024


BandungBergerak.id - Lembang sebagai destinasi wisata di bagian utara Bandung menyimpan banyak informasi sejarah di samping keindahan alamnya. Dataran tinggi di kaki Gunung Tangkuban Parahu ini menyimpan kisah-kisah kelam perempuan bumiputra yang melakoni hidupnya sebagai korban Jugun Ianfu (budak seks) Jepang.

Kisah tersebut diceritakan buku 9 Kisah Waktu Pribumi Lembang di Masa Lalu (2023) karya Malia Nur Alifa, pegiat sejarah asal Lembang. Buku ini lahir setelah melewati masa riset yang panjang sejak 2009 atau 12 tahun. Selama kururun waktu tersebut, Malia dilimpahi keuletan dan kesabaran menggali data mulai dari mencari narasumber hingga wawancara.

“Riset saya di tahun 2009, riset berakhir ketika anak saya SMK kelas 1. Data Lembang saya tulis dalam notes seperti ini,” tutur Malia dalam acara diskusi yang diadakan oleh Temu Sejarah di zoomeeting, Kamis, 22 Februari 2024.

Kurangnya literasi sejarah di wilayah Lembang mendorong Malia untuk menulis buku ini. Selama meriset dan menulis buku, Malia menghadapi banyak sekali hambatan. Terlebih Lembang merupakan wilayah yang memiliki potensi tinggi sengketa lahan.

“Ketika saya mencari narasumber, ada ketakutan tersendiri dari narasumber, menyakinkannya, dan bilang hanya murni mencari sejarahnya,” kata Malia.

Beruntung, Malia dibantu oleh narasumber-narasumber utama. Ia dibantu oleh keluarga-keluarga tua seperti keluarga Ursone yang dahulu memiliki tanah luas di Lembang. “Jadi data-datanya, foto-fotonya ontentik. Saya mendapatkan datanya dari mereka yang besar di Lembang tahun 50-an di perternakan Baru Ajax,” jelas Malia.

Buku 9 Kisah Waktu Pribumi Lembang di Masa Lalu memuat sejarah perempuan Lembang zaman Jepang dan pasca-Tragedi 65. “Data soal Jepang masuk ke Lembang juga aku dapat banyak, mereka masuk awal ke Lembang 800 prajurit pakai sepeda lipat,”cerita Malia.

Di tahun 1942, Lembang menjadi tempat sentra orang Jepang. Tanah dengan suhu udara dingin ini pun menjadi korban praktik Jugun Ianfu Jepang. Malia menceritakan beberapa tokoh asal Lembang  yang menjadi korban Jugun Ianfu. Salah satu tempat yang menjadi tempat Jugun Ianfu merupakan komplek tua pabrik tenun.

“Kalau mau masuk ke Lembang dari arah Ledeng, itu ada tugu Selamat Datang. Kita lihat ke arah kanan, ada hotel besar, di situ ada bangunan kuno sekali cuman tertutup oleh kios pakan burung dan pakan kelinci. Di situ ada satu kompleks kuno, pengelola kampung-kempung, pabrik tenun, pengolahan ulat sutra,” beber Malia.

Di masa kependudukan Jepang, tempat itu menjadi ‘penyortiran’ perempuan bumiputra oleh serdadu-serdadu Jepang. “Yang ‘disotir’ di situ adalah perempuan, dari Lembang dan berbagai daerah di Pantura. Itu ‘disotir’,” katanya.

Baca Juga: Menelisik Kekerasan Seksual dan Aktivisme Perempuan Indonesia Zaman Penjajahan Jepang
Jejak Oppa Korea dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
Sebelum Merayakan Hari Kemerdekaan, Refleksi terhadap Kasus Kekerasan Seksual di Zaman Jepang

Poster Temu Sejarah tentang buku 9 Kisah Waktu Pribumi Lembang di Masa Lalu (2023) karya Malia Nur Alifa, Kamis, 22 Februari 2024. (Foto: Youtube)
Poster Temu Sejarah tentang buku 9 Kisah Waktu Pribumi Lembang di Masa Lalu (2023) karya Malia Nur Alifa, Kamis, 22 Februari 2024. (Foto: Youtube)

Jugun Ianfu di Lembang Zaman Jepang

Salah satu perempuan yang diceritakan dalam buku ini adalah Wida, anak seorang perempuan penghibur berparas cantik. Wida dibesarkan di wilayah rumah bodir di wilayah Pantura, Pamanukan. Wida kecil tumbuh besar dengan paras warisan ibunya.

“Benar-benar fisik yang sempurna. Namun, karena status sosialnya yang rendah, Wida menjadi bahan olok-olokan warga,” tulis Malia, dalam bukunya pada bagian “Wida, Wanita Pemain Opra Tiongkok”.

Beranjak remaja, Wida yang bermata sipit menjadi pemain opera Tiongkok. Seni pertunjukan ini biasa pentas di sekitar Subang. “Seni peran tersebut membuatnya percaya diri dan lama-kelamaan membuatnya bertransformasi menjadi sosok wanita penganggu rumah tangga atau pelakor,” ungkap Malia.

Saat Jepang masuk Lembang tahun 1942, Wida menjadi korban Jugun Ianfu.“Wida ditempatkan di sebuah rumah indah bekas rumah keluarga Ursone di kompleks farmasi Carlo Erba. Dia menjadi jugun ianfu untuk prajurit Jepang berpangkat tinggi.

Wida selalu dipaksa oleh para serdadu Jepang sebelum mementaskan keahliannya dalam seni peran. “Dia sering mengenakan topeng putih ketika bermain opera di hadapan para petinggi tersebut,” kata Malia.

Nasib nahas menimpa Wida. Suatu malam di saat melayani tiga petinggi Jepang sekaligus, Wida mendapatkan perlakuan yang membuatnya harus meregang nyawa. Jasadnya dibawa oleh seorang jongos ke sebuah kebun.

“Sang jongos sangat terkejut ketika melihat bahwa mulut Wida disayat hingga ke arah telinga kanan dan krinya. Sungguh tragis nasibnya, sang jongos tersebut menangis,” cerita Malia.

Si jongon menguburkan jenazah Wida bersama jasad-jasad wanita lainnya yang juga merupakan korban kekerasan seksual tantara Jepang. Mereka dikubur di sebuah kebun luas bekas perkebunan kina milik keluarga Ursone.

Sejarah Singkat Perbudakan Perempuan Zaman Jepang 

Jepang datang pertama kali ke Hindia Belanda setelah pasuka udara mereka melancarkan serangan ke pangkalan laut Amerika Serikat di Pearl Harbor, 7 Desember 1941. Pasukan militer Jepang kemudian bergerak ke selatan dan tiba di Jawa Barat pada 8 Maret 1942 setelah Belanda menyerah tanpa syarat saat Perundingan Kalijati di Subang.

Sri Yuliyanti dalam Perbudakan Seksual Perempuan Indonesia: Jugun Ianfu Pada Masa Pendudukan Jepang Tahun 1942-1945 mengatakan penjajahan Jepang menjadi paling awal titik kelam bagi rakyat Indonesia, terutama kaum perempuan.

“Pada saat itu banyak masyarakat yang kekurangan sandang dan pangan bahkan tak jarang pula orang mati karena kelaparan. Pendudukan Jepang di Indonesia menjadi suatu hal yang sangat merugikan rakyat,” jelas Sri Yuliyanti, di Jurnal Factum Volume 11 No.2, Oktober 2022, diakses Minggu, 25 Februari 2024.

Kerugian kaum perempuan bumiputra dalam penjajahan Jepang ini terlihat pada praktik perbudakan seksual atau Jugun Ianfu. Sri Yulianti memaparkan, praktik kekerasan seksual ini dimulai pada tahun 1932 di mana Kaisar Hirohito menyampaikan langsung kepada Jendral Okabe Naosoburo dan Okamuji Yauji di Shanghai, China yang kemudian diperintahkan ke daerah jajahan lainnya.

Alasan pembentukan sistem Jugun Ianfu sendiri karena Kaisar mengetahui serdadunya kelelahan secara mental yang mengakibatkan melakukan pemerkosaan. Alih-alih penghindari para militernya dari penyakit seksual, mereka justru mekakukan perbudakan pada perempuan.

“Mengatasi hal tersebut Kaisar memerintahkan untuk pembangunan Comfort Station (ianjo) dengan begitu maka kebutuhan biologis para tantara Jepang akan terpenuhi,” kata Sri.

Dalam merekut perempuan bumiputra untuk dijadikan Jugun Ianfu, Jepang melakukan tawaran beasasiwa dan janji-jani berkerja di rumah makan, rumah sakit, tetapi bila tidak berhasil maka yang terjadi adalah pemaksaan.

”Setelah itu para tantara Jepang akan mendata para perempuan yang dijadikan sebagai sasaran, dan akan membawa mereka ke tempat-tempat tertentu,” jelas Sri.

Mereka disebar di wilayah-wilayah yang disebut Ianjo. Perempuan Jugun Ianfu sendiri, kata Sri Yulianti, berumur 13-18 tahun yang ditempatkan di rumah-rumah khusus dengan penjagaan ketat. Rumah khusus hiburan ini di Indonesia pada masa kedudukan Jepang ada 40 lebih. Setiap harinya para perempuan Jugun Ianfu harus melayani sekitar 30 tentara.

“Pada umunya setiap tamu yang datang (tentara militer Jepang) diharuskan membeli karcis terlebih dahulu untuk mendapatkan pelayanan seks dari perempuan Jugun Ianfu. Namun mirisnya para perempuan Jugun Ianfu ini tidak pernah sekalipun dibayar,” tutur Sri.

Tempat terbesar Jugun Ianfu ada di Pulau Jawa. Hal tersebut terjadi karena pulau Jawa merupakan wilayah yang menjadi fokus Jepang. Di wilayah ini banyak tempat-tempat hiburan yang melibatkan kempetai.

Di Jawa Barat sendiri korban-korban Jugun Ianfu tersebar di Cimahi, Sukabumi, Bogor, dan Sumedang. Menurut Astrid Dwi Rahma, dkk dalam artikel Jugun Ianfu: Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan Pada Masa Pendudukan Jepang di Jawa Barat Tahun 1942-1945, korban sering mendapatkan kekerasan oleh perwira Jepang.

Kekerasan tersebut  dilakukan  oleh  Jepang sudah  dimulai  dari  proses  perekrutan  para  calon korban hingga sampai dengan mereka mendapatkan serangan-serangan brutal pada saat melayani hasrat nafsu para Tentara Jepang,” jelas, dikutip dari artikel ilmiah yang dimuat jurnal Chronologia Volume 1 Nomor 3, Maret 2020.

Para korban mendapatkan trauma sepanjang hidupnya. Catatan sejarah kelam ini seolah terasing dalam lembaran sejarah di Indonesia. Selain mendapatkan trauma, stigma sosial yang didapatkan oleh korban begitu membekas.

Astrid Dwi Rahma menyatakan, pemerintah Jepang belum melakukan pengakuan dan permohonan maaf secara resmi atas kejahatan kemanusian yang dilakukan pada masa Perang Dunia II. Ironisnya peristiwa ini tak mendapatkan perhatian dari pemerintah Indonesia.

*Kawan-kawan dapat menikmati karya-karya lain Muhammad Akmal Firmansyah, atau juga artikel-artikel lain tentang Zaman Jepang

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//