• Narasi
  • Perubahan Iklim Melanda, Bagaimana Tanggapan yang Muda?

Perubahan Iklim Melanda, Bagaimana Tanggapan yang Muda?

Anak muda perlu meningkatkan kapasitasnya untuk menyusun aksi menghadapi perubahan iklim dengan lebih terstruktur dan berdampak pada masyarakat.

Repi M Rizki

Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati (UIN SGD) Bandung

Foto bersama seluruh peserta pelatihan advokasi anak muda yang digelar organisasi IBU Foundation di Greko Creative Hub, Kota Bandung, Jumat, 23-25 Februari 2024. (Foto: Dokumentasi Panitia Pelaksana)

1 Maret 2024


BandungBergerak.id – Perubahan iklim yang terjadi saat ini kian menghawatirkan serta dampak yang dihasilkannya semakin terasa. Sampah menjadi salah satu penyumbang karbon dioksida yang berdampak besar terhadap perubahan iklim, maka suhu udara yang terasa pada saat ini lebih panas dari tahun-tahun sebelumnya.

Isu perubahan iklim menjadi sebuah masalah besar yang mencuat dalam “Pelatihan Advokasi Anak Muda untuk Perubahan Iklim”  yang digelar organisasi IBU Foundation di Greko Creative Hub Kota Bandung, Jumat, 23-25 Februari 2024.  Pelatihan ini dihadiri berbagai macam komunitas atau organisasi kampus maupun non kampus yang diwakili oleh setiap anggotanya.

Sedranda Syedira (21 tahun) wanita yang kerap disapa Dira, salah satu peserta pelatihan yang mewakili sebuah komunitas yang berfokus untuk menginisiasi dan memfasilitasi pemberdayaan-pemberdayaan di masyarakat berdasarkan kekuatan dan modal-modal yang ada di masyarakat. Ia mengikuti acara pelatihan karena tertarik dengan materi yang berkaitan dengan advokasi, di mana advokasi itu bagian dari pemberdayaan.

“Karena kita bergerak di bagian pemberdayaan, jadi perlu tahu dan paham bagaimana cara-cara melakukan advokasi yang baik dan benar,” ujar Dira.

Dira mengangkat sebuah isu yang berhubungan dengan pemberdayaan masyarakat yang berkaitan dengan desa wisata budaya. Hal itu diungkapkan Dira karena sesuai dengan latar belakang yang Ia jalani perihal pemberdayaan masyarakat.

“Realita di lapangan ternyata kita emang butuh advokasi dan partisipasi masyarakat, dan hal itu kita pelajari di sini sehingga bisa paham bagaimana cara melaksanakan advokasi dan partisipasi setiap orang itu harus bermakna,” ujar Dira.

Peserta lain dari pelatihan advokasi anak muda, Prili (21 tahun) perwakilan dari organisasi Pemuda Peduli Kesejahteraan Sosial (PPKS) Bandung, menuturkan jika Ia mengetahui acara pelatihan ini dari Sosial media. Prili mempunyai ketertarikan terhadap konteks advokasi yang ada pada acara pelatihan ini.

“Aku suka sama pelatihan advokasinya, tapi aku belum begitu terjun ke permasalahan-permasalahan yang menyangkut tentang iklim, perubahan iklim dan lain-lain. Jadi ketertarikan aku untuk kegiatan ini adalah suatu hal baru untuk aku, dan aku ingin tahu perspektif dari teman-teman yang ada di sini,” ujar Prili.

Prili mengungkapkan karena dirinya mempunyai latar belakang sosial menjadikan isu-isu yang Ia soroti sesuai dengan apa yang telah dijalani, untuk saat ini Ia lebih fokus pada korelasi antara perubahan iklim dengan dampak yang dihasilkan pada masyarakat khususnya untuk masyarakat rentan yang ada di daerah rawan bencana.

Prili menceritakan pengalamannya ketika sedang KKN (kuliah kerja nyata) ada angin puting beliung sehingga menyebabkan beberapa rumah terdampak, lalu Ia bertanya kepada temannya yang ada di desa apakah bencana itu sudah pernah terjadi atau baru terjadi. Ternyata bencana itu baru terjadi pada tahun ini, Prili berpikir bahwasanya dengan adanya bencana baru di wilayah tertentu  menjadikan sebuah indikasi bahwa sudah terjadinya perubahan yang signifikan.

“Dengan adanya bencana baru di suatu wilayah, berarti ini ada sedikit banyak dampak dari perubahan krisis iklim, makanya kenapa aku lebih berfokus pada program masyarakat karena bukti nyata dari krisis iklim itu terjadi langsung didaerah yang pernah aku datangi dan cukup dekat isunya dengan kita saat ini,” tutur Prili.

Prili menjelaskan bahwa target utama dari kegiatan advokasinya yaitu masyarakat-masyarakat yang terdampak. Banyak rumah yang rusak setelah bencana terjadi, sehingga Prili berasumsi secara garis besar masyarakat belum siap dengan keadaan-keadaan darurat semacam itu.  Prioritas selanjutnya yaitu masyarakat umum. Prili berharap masyarakat umum bisa mandiri dengan keadaan daerah masyarakat yang rawan bencana.

“Setelah itu untuk tindakan preventifnya bisa mengedukasi anak-anak perihal mitigasi bencana, tapi untuk fokus aku lebih ke masyarakat luas yang terdampak,” jelas Prili.

Prili merasakan dengan mengikuti kegiatan pelatihan advokasi anak muda untuk perubahan iklim menjadikan rencananya semakin matang dan jelas, karena sejak awal mengikuti pelatihan Ia dibimbing ketika akan melakukan advokasi, mulai dari persiapan hingga pasca kegiatan itu dilaksanakan.

“Awalnya aku cuma atas dasar kekhawatiran karena isu tersebut, nah di sini tuh aku semakin ada titik terang di mana kekhawatiran aku bisa di realisasikan melalui aksi-aksi advokasi yang aku dapatkan di pelatihan ini,” ujar Prili.

Suasana forum diskusi pelatihan advokasi anak muda yang digelar organisasi IBU Foundation di Greko Creative Hub, Kota Bandung, Jumat, 23-25 Februari 2024. (Foto: Repi Muhamad Rizki)
Suasana forum diskusi pelatihan advokasi anak muda yang digelar organisasi IBU Foundation di Greko Creative Hub, Kota Bandung, Jumat, 23-25 Februari 2024. (Foto: Repi M Rizki)

Baca Juga: Indonesia Rentan Mengalami Bencana Alam karena Perubahan Iklim
Menyoal Perubahan Iklim Melalui Film Dokumenter di Saat Hawa Bandung tidak Sejuk lagi
Pemuda Bandung Menuntut Tindakan Nyata Pemerintah dalam Mengurangi Dampak Krisis Iklim

Harapan ke Depan dengan Perubahan Iklim yang Terjadi

Erwin Mahendra, anggota mitra muda Unicef  Indonesia dan salah satu fasilitator dari pelatihan advokasi anak muda menjelaskan, tujuan diadakannya acara ini untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anak muda dalam advokasi sesuai dengan isu yang dibawa oleh setiap peserta.

“Awalnya memang program ini diadakan oleh Unicef East Asia and Pacific dikantor pusat, jadi awalnya aku pertama kali ikut pelatihan sebagai fasilitator, memang pelatihan advokasi ini tuh dikembangkan untuk bagaimana memandu anak dan kaum muda untuk merencanakan aksi advokasi yang lebih terstruktur agar bisa mendapatkan dampak di masyarakat,” ujar Erwin.

Erwin menuturkan acara pelatihan ini tidak hanya merunut pada satu isu, tetapi isu apa saja yang peserta sukai  dan apa saja yang ingin mereka lakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Erwin berharap semakin banyak lagi pihak yang bisa memfasilitasi pelatihan advokasi anak muda, dan bisa lebih berdampak lagi dengan inisiatif-inisiatif anak muda di level akar rumput.

“Banyak pergerakan anak muda tapi dengan adanya pelatihan ini diharapkan mereka bisa meningkat kapasitasnya terkait bagaimana menyusun kegiatan yang terstruktur dan bisa berdampak pada masyarakat,” kata Erwin.

Prili juga berharap masyarakat bisa menjadi lebih peduli dengan terjadinya perubahan iklim. Saat ini perubahan iklim belum terlalu ekstrem sehingga kurang diperhatikan. “Walaupun kita belum bisa menggerakkan banyak massa untuk menjaga agar meminimalisir perubahan iklim, setidaknya kita mulai dari diri sendiri seperti mengurangi pemakaian sampah anorganik sehingga kita tidak berkontribusi untuk mempercepat perubahan iklim,” ujar Prili.

Sementara itu Dira berharap semua anak muda mampu menyuarakan pendapatnya, apa pun itu. Ia meyakini suara dari anak muda dapat berkontribusi terhadap upaya-upaya pencegahan krisis iklim, anak muda mempunyai power, relasi yang bisa membantu kelompok-kelompok lemah atau kelompok-kelompok yang belum bisa mencapai sistem sumber itu.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//