• Berita
  • Seruan Kemerdekaan untuk Perempuan Palestina Melalui Aksi Jalan Kaki Seniman Bandung

Seruan Kemerdekaan untuk Perempuan Palestina Melalui Aksi Jalan Kaki Seniman Bandung

Bunga poppy selain bunga nasional Palestina, juga menjadi simbol peringatan korban perang. Simbol ini dibumikan di Jalan Palestina, Bandung

Seniman pantomim Wanggi Hoed dan antropolog Hanfa melakukan aksi seni berjalan kaki pelan di depan tugu Dasa Sila Bandung, Bandung, Jumat, 8 Maret 2024. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul9 Maret 2024


BandungBergerak.idSekitar pukul sembilan pagi, seniman pantomim Wanggi Hoed dan antropolog Hanfa memulai penampilan seni berjalan kaki pelan di depan tugu Dasa Sila Bandung, sekitar Hotel Savoy Homann, Bandung, Jumat, 8 Maret 2024. Perjalanan lambat ala seniman ini berakhir di Monumen Solidaritas Asia Afrika dan Jalan Palestina (Dewi Sartika), sebagai simbol solidaritas untuk Palestina yang dicabik-cabik kolonialisme Israel.

Aksi Global Strike Day for Palestinian Women bertajuk "Seruan Tubuh di Jalan Merah" ini sekaligus memperingati Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day 2024 (IWD)) 2024. Palestina menjadi perhatian seniman karena banyak sekali warga sipil khususnya perempuan dan anak-anak menjadi korban pembantaian Israel.

"Salah satu tagline dari IWD sekarang adalah inklusivitas. Jadi dalam persoalan inklusifitas, bentuk perjuangan untuk hak-hak perempuan itu harus juga menginklusikan gerakan perempuan dan korban-korban perempuan yang hak asasinya diambil, seperti di Gaza dan Palestina yang sudah lima bulan sampai sekarang digenosida oleh rezim zionis Israel dan sampai sekarang udah lebih dari 30.000 orang yang menjadi korban dan lebih dari setengahnya itu perempuan dan anak," terang Hanfa, kepada BandungBergerak.id, usai aksi.

Selain itu, aksi ini dilakukan sebagai peringatan untuk tidak melupakan perjuangan di tanah-tanah tertindas selain Palestina, seperti di Papua, maupun daerah dan kawasan lainnya.

Gerakan simbolik ini hanya dilakukan oleh dua orang, Hanfa dan Wanggi. Saat penampilan seni jalan lambat, Hanfa mengecat wajahnya berwarna putih, memakai topi berwarna coklat, mengenakan pakaian hitam-hitam, membawa bunga poppy dan poster-poster. Adapun Wanggi mengenakan helm perang bertuliskan "Stop Genocide", kaos putih bersablon tentang Palestina, dan celana hitam yang diikatkan kain merah dan bunga poppy. Wanggi juga membawa poster-poster.

Kain merah di celana dan bunga poppy merupakan simbol yang memiliki makna tersendiri. Kain merah diikatkan di celana, bermakna, masih ada ikatan dengan perjuangan. Meski diikatkan di celana, di bawah, tetapi perjuangan dan keberanian masih terikat, masih ada. Adapun bunga poppy memiliki dua makna. Ia adalah bunga nasionalnya Palestina, juga sering digunakan untuk memperingati korban atau pejuang perang dunia satu dan kedua di negara-negara utara.

Ironisnya, perayaan itu hanya fokus ke global utara. Saat beberapa orang di Inggris hendak menggerakkan solidaritas untuk Palestina pada peringatan itu, PM Inggris melarangnya.

"Alasannya karena tidak menghargai korban perang. Padahal Palestina kan juga korban genosida, apa salahnya. Dan bunganya juga bunga nasional. Jadi pakai itu untuk peringatan bunga nasional Palestina dan juga ironi, kita memperingati semua korban perjuangan perlawanan," ungkap Hanfa.

Baca Juga: Perempuan-perempuan Pembela HAM dari Bandung Melawan Penggusuran
Membeda-bedakan Perempuan dan Laki-laki, Membuka Pintu pada Kekerasan Berbasis Gender
PKL Bandung Berperan Penting dalam Meyerukan Empati untuk Palestina

Solidaritas Seni Global untuk Palestina

Seniman pantomim Wanggi Hoed juga menjelaskan, global day strike palestinian woman adalah gerakan global untuk perempuan Palestina. Namun, persoalan perempuan di Indonesia juga tidak baik-baik saja. Makanya, aksi ini juga membawa persoalan dan kondisi perempuan-perempuan di Indonesia. Adapun tajuk dan lokasi yang dipilih memiliki makna dan kesamaan semangat antara Palestina dan Bandung sebagai Ibu Kota Asia Afrika.

"Makanya salah satunya dengan nengambil tajuk seruan Tubuh di Jalan Merah, itu adalah spirit yang bukan hanya dimiliki para pejuang perempuan di Palestina. Tetapi ternyata ini juga terkoneksi dengan Bandung Spirit. Di mana di situ ada nilai hak asasi manusia yang diangkat. Makanya titik yang kita ambil adalah di bangunan bersejarah, termasuk prasasti Dasa Sila Bandung dan Monumen Solidaritas Asia Afrika. Nah itu memang sederhana, cuma kalau kita melihat lagi ke dalam, ini adalah ingatan sejarah," jelas Wanggi.

Wanggi menyebutkan, sejarah perempuan tentunya mengalami perlawanan. Perlawanan ini, salah satunya dimaknai dengan tubuh berada di jalan yang merah. Tubuh sebagai otoritas, bukan jadi alat politik bagi para oligarki dan penguasa. Dan seruan tubuh di jalan merah sebagai bagian dari ingatan sejarah.

"Jalan merah juga bisa kita singkat seperti jas merah, gitu. Nah konteksnya kalau sudah lupa, nah itu dia tadi, kita akan berantakan, baik situasi dan ekonomi, politik, budaya," tambahnya.

Aksi solidaritas seni ini memang merupakan gerakan seniman dan pekerja budaya secara global. Baik penulis, sastrawan, seniman jalanan (street artist), seniman, musisi, sepakat menyeru "seniman dan pekerja budaya menyerukan untuk terus bersolidaritas terhadap Palestina".

Selain itu, gerakan ini perlu dilakukan agar Indonesia tertangkap radar gerakan internasional. Tujuan besarnya adalah untuk memperlebar gaung suara dari gerakan solidaritas seni untuk Palestina ini.

"Minimal gaungnya bisa lebar walaupun memang kita dari solidaritas seni untuk palestina belum mampu mengajak massa yang besar. Mungkin dari hal-hal terkecil, berapa jumlahnya kita tetap bergerak, berjalan. Nah, itu adalah upaya untuk menjaga bahwa kita bersuara untuk perempuan, untuk palestina, untuk perempuan papua dan ini adalah suara dari solidaritas seni bahwa kondisi hari ini di IWD itu semua berkaitan," ungkapnya.

Dalam pernyataan sikap Global Strike Day for Palestinian Women yang bertajuk "Seruan Tubuh di Jalan Merah" ini disebutkan, peringatan IWD menandakan hari di mana perempuan menyuarakan perlawanan atas segala tindakan yang terus merenggut perjuangan kesetaraan dan hak asasi manusia.

Di Indonesia, kekuasaan oligarki dengan kejamnya membunuh demokrasi dan menutup mata pada segala pelanggaran HAM yang terus dilanggengkan. Kondisi demokrasi yang semakin memburuk berdampak pada bungkamnya perjuangan advokasi hak-hak perempuan dan minoritas gender di Indonesia.

Di Palestina, rezim Zionis Israel bertanggung jawab atas kekerasan imperialis brutal yang telah merenggut lebih dari 30.000 nyawa sejak 7 Okt 2023, yang lebih dari setengahnya merupakan perempuan dan anak. Impunitas rezim Israel telah berlangsung selama lebih dari 75 tahun; di mana hak perempuan, hak reproduksi, hak tanah, dan hak hidupnya dirampas sewenang-wenang.

Gerakan seni jalan kaki ini merupakan Dukungan kemanusiaan untuk Palestina-Gaza. Solidaritas Seni untuk Palestina menyatakan sikap:

1. Mengutuk rezim Zionis-Israel atas segala kekerasan yang dilakukan terhadap rakyat Palestina dan menegaskan kembali sikap solidaritas Indonesia untuk Palestina.

2. Mengafirmasi bahwa perjuangan kesetaraan dan hak perempuan berdiri dengan kedudukan yang inklusif; termasuk mendukung perjuangan perempuan di Gaza dan Palestina.

3. Mengajak masyarakat Indonesia untuk merawat Bandung Spirit, yakni semangat dan roh anti-kolonialisme dalam isu-isu kontemporer yang terjadi, baik di Palestina, di Indonesia, di Papua, dan di dunia.

 *Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Awla Rajul atau artikel lain tentang Palestina

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//