Pembangunan di Bandung dan Seoul yang Bertolak Belakang
Di banyak kota di dunia seperti di Seoul, jalan tol dalam kota dihancurkan menjadi fasilitas umum hingga perumahan sosial warga menengah-miskin. Bandung sebaliknya.
Frans Ari Prasetyo
Peneliti independen, pemerhati tata kota
13 Maret 2024
BandungBergerak.id – Awal tahun 2024 ini, Bandung berencana membuat jalan tol dalam kota dikenal sebagai Bandung Intra Urban Toll Road (BIUTR) yang sudah mangkrak selama 17 tahun. Kondisi mangkrak ini disebabkan beberapa faktor, antara lain karena tidak ada anggaran dan kebijakan yang mendasarinya, tidak termaktub dalam rencana tata ruang kota/provinsi, hingga ketidaksepahaman antara stakeholder dalam pembagian rente anggaran pengerjaan proyek. Padahal tahun 2009, konsultan Jepang - JICA telah melakukan survei pembangunan tol dalam kota ini. Namun tidak kunjung dilaksanakan, artinya ada pertimbangan krusial dan kritis yang harus dievaluasi.
Menengok hal tersebut, maka publik dapat melihat dari RTRW Kota Bandung 2011-2031 yang diubah menjadi RTRW Kota Bandung 2022-2042 berdasarkan Perda Kota Bandung No.5/2022. Dan karena ini di Kota Bandung, sebagai ibukota provinsi Jawa Barat maka perlu ditinjau dalam Perubahan RTRW Provinsi Jabar 2022-2042 berdasarkan Perda Jawa Barat No.9/2022, pembangunan tol dalam kota ini termaktub atau tidak dan sinkron dengan RTRW Kota Bandung atau tidak. Termasuk bagaimana dengan RDTR dan RTBL-nya? Jika tidak termaktub dan sinkron maka itu melanggar undang-undang tata ruang dan tidak patut dilaksanakan. Namun jika termaktub jelas dan sinkron satu dengan lainnya dalam tata tertib regulasi dan birokrasi, pertanyaan selanjutnya adalah apakah Bandung memerlukan tol dalam kota? Apakah ini prioritas pembangunan yang paling urgensi? Mengingat jalanan Bandung sendiri masih banyak yang rusak dan tidak berkualitas, selain itu terlebih 1/5 warga kota Bandung masih tidak memiliki toilet atau masih buang hajat sembarangan atau ke sungai. Belum lagi stunting, akses dan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang belum merata.
Dalam RTRW Kota Bandung 2022-2042 dalam pasal 29, yaitu Sistem Jaringan Prasarana terdapat dua jalan tol dalam kota (Bandung Intra Urban Toll Road), yaitu Terusan Pasteur-Ujungberung-Cileunyi dan Ujungberung-Gedebage-Majalaya. Lalu ada Jalan tol dalam kota Utara-Selatan yang menghubungkan jalan tol Padaleunyi dengan jalan tol dalam kota Terusan Pasteur-Ujungberung; dan terakhir skema Jalan tol Bandung Utara. Namun hanya disebutkan saja, tanpa ada keterangan teknis, waktu, anggaran dan lokasi serta desainnya. Begitu pun RTRW Provinsi Jabar 2022-2042 hanya tertulis Bandung Inter Urban Toll Road (JW31) dan North-South Link Bandung (JW64) pengembangan tol dalam kota kelanjutan Tol Soreang-Pasirkoja, keduanya hanya tertulis singkat sebagai rencana. Siapa pun dapat menulis rencana, tetapi ini ada di perangkat hukum tata ruang yang lebih sering dilanggar daripada dilaksanakan oleh pemerintah apalagi hanya sebatas rencana yang sumir. Tentu saja rencana yang menguntungkan adanya proyek anggaran yang lebih diutamakan, jika pun itu salah bahkan melanggar.
Sebelum rencana pembangunan tol dalam kota ini, Bandung telah disuguhi pembangunan flyover yang masif dalam 8 tahun terakhir yang menyebabkan kompaksi lahan semakin ekstrem berakibat krisis air permukaan semakin nyata dan banjir karena betonisasi. Dalih pembangunan flyover serupa dengan tol dalam kota sebagai pembangunan modern perkotaan, mengurangi kemacetan dan serapan anggaran publik untuk pembangunan fasilitas publik. Lantas, apakah flyover atau tol dalam kota ini dapat menghilangkan kemacetan atau setidaknya mengurangi? Jika itu masih terjadi apakah akan dibangun lagi flyover atau tol dalam kota secara berlapis-bertingkat.
Lanskap geologis-geografi dan morfologi Bandung tidak memungkinkan infrastruktur besar-berat dibangun karena akan menciptakan beban ekologis ekstrem di samping sebagai kota rawan bencana. Tol dalam kota ini akan mengubah struktur morfologi kota yang dapat merugikan masyarakat, pertambahan kendaraan tidak terkendali yang akan menyebabkan deadlock hingga tidak pekanya terhadap pemanasan global dan perubahan iklim. Bandung akan menjauh dari kota nyaman, ramah dan berkelanjutan.
Baca Juga: Rencana Pembangunan Jalan Tol Soreang-Ciwidey-Pangalengan Mengancam Cekungan Bandung
Pembangunan Jalan TOL Dalam Kota Bandung Bukan Solusi Mengatasi Kemacetan
Membangun Tol Dalam Kota Bandung, Mundur Dua Dekade
Meniru Seoul, Namun Salah!
Lantas, apa hubungan antara tol dalam kota Bandung dengan Seoul, Korea? Proyek restorasi sungai Chengygheon di Seoul, Korea yang menghancurkan jalan tol dalam kota untuk memulihkan sistem sungai kuno menjadi oasis perkotaan yang hijau dan menjadikan restorasi sungai Chengygheon ini sebagai salah satu mega proyek hijau perkotaan paling sukses di dunia dan menginspirasi , termasuk menginspirasi Bandung.
Ketika Bandung dipimpin Wali Kota Ridwan Kamil pada tahun 2013-2018, banyak melakukan praktik arsitektur desain dalam perencanaan dan pembangunan kotanya. Publik disajikan pelbagai macam desain arsitektural yang cantik, seperti taman kota termasuk infrastruktur kota lainnya, seperti monumen, halte dan redesain ulang jalan-jalan serta trotoar kota. Bandung secara tiba-tiba memiliki koneksi intensif dengan Korea dan berlanjut ketika menjadi Gubernur Jawa Barat 2028-2023.
Terinspirasi yang dilakukan di Sungai Chengygheon, Seoul dengan menghancurkan jalan tol dalam kota, di Bandung dibangun Teras Cikapundung di tepi sungai utama kota, Sungai Cikapundung tapi dengan menghancurkan Kampung Siliwangi atau Kampung Kolase pada tahun 2015. Terinspirasi untuk menghancurkan mungkin sama, namun di Seoul menghancurkan tol dalam kota yang tapi di Bandung malah membangun tol dalam kota dan menghancurkan kampung kota secara gegabah dengan stigma kumuh dan ilegal tanpa bukti untuk mendapatkan ruang publik terbuka hijau.
Umumnya dibanyak kota di dunia, sama seperti di Seoul, tol dalam kota yang dihancurkan diubah fungsinya menjadi jalur transportasi permukaan dan bawah tanah, jalur kereta/bus, jalur sepeda, trotoar, taman, fasilitas umum hingga perumahan sosial warga menengah-miskin. Dan sisa bagian yang tidak dihancurkan masih dapat digunakan sesuai fungsi awalnya secara terbatas dan temporal. Hingga sekarang ini masih banyak kota-kota dinegara maju seperti di Kanada, Amerika, Spanyol, Belanda dan Inggris yang sedang berupaya menghancurkan atau mengurangi infrastruktur seperti ini yang kadung dibangun sebagai cacat perencanaan dan pembangunan perkotaan diera 50-70-an.
Puluhan jalan tol dalam kota di kota-kota di negara maju telah dihancurkan dengan variasi panjang dari 2km hingga 20km. Ada yang dihancurkan seluruhnya, seperti Embarcadero Freeway 2,6km di San Francisco yang dibangun tahun 1953, dihancurkan tahun 2001. Lalu ada yang hanya sebagian dan sebagiannya lagi masih difungsikan secara terbatas dan temporal, seperti Niagara Falls New York ada Robert Moses Parkway 29km yang dibangun tahun 1961 dan dihancurkan 10.5km di tahun 2001. Ada pula yang dihancurkan tapi menyisakan sedikit seperti yang di Manhattan New York sebagai artefak arsitektural-desain guna pengingat sejarah bahwa pernah ada pembangunan ceroboh, sembrono dan sesat pikir dalam pembangunan kota diwilayah ini, seperti juga yang dilakukan di Chengygheon Seoul, beberapa tiang pancang jembatan masih tersedia.
Dalam pembangunan Teras Cikapundung, Wali Kota Ridwan Kamil menyandingkan gambar desain restorasi Chengygheon dengan desain Teras Cikapundung. Publik kota smart dan creative ini termasuk ormas kreatif tepuk tangan dan riang gembira padahal ratusan orang kehilangan rumah dan akses kehidupannya dengan stigma ilegal, kumuh, area banjir dan tanah milik pemerintah yang tidak bisa dibuktikan secara hukum hingga sekarang.
Namun, ketika kasus ini ramai hingga level nasional, pemerintah kota berdalih bahwa itu program restorasi sungai merupakan proyek nasional melalui BBWS Sungai Citarum yang berada di seberang Kampung Kolase dan tidak perlu ada penggusuran, namun kampung kadung digusur. Ini adalah penggusuran kampung pertama yang dilakukan di era pemerintahan Wali Kota Ridwan Kamil, dan masih ada beberapa kampung lainnya ditahun-tahun berikutnya, seperti Kampung Stasiun Barat, Kampung Jalan Jakarta-Kiara Condong, Kampung Jalan Cianjur, hingga Kampung Tamansari.
Apa kabar Teras Cikapundung sekarang? Tidak fungsional sebagai ruang publik terbuka hijau yang signifikan seperti pada desain arsitektur yang ditampilkan, malah kumuh, dekil dan kotor kan! Seperti stigma kepada Kampung Kolase yang digusur tanpa bukti, tapi ini jelas buktinya, maka harusnya di gusur juga. Lalu, apakah area ini tetap digunakan untuk rekreasi berenang atau kukuyaan, seperti dalam foto-foto Instagramable itu.
Begitu pun dengan pembuatan Kampung Korea sekitar tahun 2016 yang menggusur kampung padat penduduk di Jalan Cianjur- Jalan Jakarta. Ketika itu Ridwan Kamil akan membangun Taman Asia Afrika sebagai hadiah untuk Kota Bandung seluas 2,9 Ha di bekas area pabrik dan kampung yang digusur dengan klaim awalnya untuk dibangun rumah susun bagi warga miskin kota. Lagi-lagi publik riang gembira disuguhi desain taman kota cantik dan modern. Taman Asia Afrika ini dianggap publik milik pemkot, namun nyatanya taman ini menjadi taman milik developer swasta raksasa dan Kampung Korea ini berada di area lokasi taman tersebut. Tidak ada lagi sebutan nama Taman Asia Afrika seperti yang diagungkan Ridwan Kamil, yang ada sekarang ini adalah Kiara Artha Park.
Untuk masuk ke taman ini, publik harus membayar Rp.10.000, begitu pun untuk masuk ke Kampung Korea, bahkan lebih mahal. Jadi siapa yang diuntungkan? Selain itu, bagaimana transfer lahan strategis bernilai triliunan yang diklaim milik pemkot dengan menggusur kampung dan pabrik di pusat kota ini bisa tiba-tiba dimiliki developer swasta? Smart dan Creative, memang! Bandung Juara!
Selain hal di atas, awalnya koneksi Bandung dan Korea menjadi intim ditandai dengan invasi mobil listrik Korea di sekitar tahun 2018-an, sebagai respons ramah energi dan upaya mengatasi krisis iklim. Penggunaan kendaraan di kota-kota besar di dunia menjadi target utamanya, termasuk Bandung. Korea bersama China merupakan negara pertama yang menginvasi Indonesia dengan mobil listriknya. Dari pada produk China, produk Korea mendapatkan respons positif lebih banyak walaupun harga lebih mahal, karena advertensi yang masif hingga dukungan dan intervensi politik dari pemerintah.
Intervensi dan dukungan politik dilakukan oleh Ridwan Kamil ketika menjadi Gubernur Jawa Barat dengan menerbitkan Surat Keputusan (SK) terkait penggunaan mobil listrik di lingkungan ASN Jawa Barat. Hal ini merujuk kepada Perpres No. 55 tahun 2019 terkait program percepatan KBLBB (Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai). Jawa Barat menargetkan jumlah kendaraan listrik yang ada di Jabar yaitu sebanyak 500 ribu di tahun 2025 – 2030 berdasarkan Perda Jawa Barat No. 2 tahun 2019. Lalu, pada tahun 2020, perusahaan mobil Korea menyerahkan tiga unit mobil listrik kepada Gubernur Jawa Barat dan ini pertama kalinya di Indonesia. Intervensi ini yang kemudian menjadi salah satu pemicu Ridwan Kamil dianugerahi gelar Doktor Kehormatan (HC) oleh Dong-A University di Korea.
Maka soal terkait pembangunan tol dalam kota Bandung yang akan dibangun, sedangkan di Seoul malah dihancurkan. Seoul, Korea menyadari bahwa pembangunan tol dalam kota yang mereka lakukan itu mengikuti trend boom dunia tahun 60-80-an, akhirnya menyadari dampak negatif terhadap daya dukung ekologis kota, daya hidup penduduk di sekitarnya menjadi tidak nyaman, krisis air permukaan, banjir yang mengancam karena betonisasi, denial terhadap perubahan iklim, fallacy terhadap kebijakan transportasi karena mendorong penggunaan kendaraan pribadi yang meningkatkan emisi karbon kota, mendorong kota ini menjadi macet, dead city, gotham city, dan menjauh dari kota layak huni. Mereka mengakui kesalahan pembangunan tol dalam kotanya mengakibatkan hal-hal di atas untuk kemudian mengembalikannya sekaligus meningkatkan fungsi ekologis kota dan menjadi kota layak huni dan berkelanjutan. Beda memang mindset, cara pandang, pengertian dan aksi pembangunan serta ketepatan penggunaan anggaran yang dilakukan di Bandung dan Seoul. Dan Bandung seharusnya malu jika punya!