• Berita
  • Pembangunan Jalan TOL Dalam Kota Bandung Bukan Solusi Mengatasi Kemacetan

Pembangunan Jalan TOL Dalam Kota Bandung Bukan Solusi Mengatasi Kemacetan

Tol dalam kota Jakarta membuktikan bahwa kemacetan tetap saja terjadi. Benahi transportasi umum Kota Bandung adalah solusinya.

Lalu lintas di Jalan Pasteur, Kota Bandung, 9 Februari 2021. Pembatasan pergerakan warga menjadi salah satu kunci menekan laju penularan Covid-19. (Foto: Iqbal Kusumadirezza)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah2 Maret 2024


BandungBergerak.id - Rencana pembangunan jalan tol dalam kota Bandung (Tol Bandung Intra Urban Toll Road (BIUTR)) kembali bergulir. Rencana ini diragukan bisa mengatasi kemacetan yang kerap melanda Bandung. Sebaliknya, keberadaan jalan baru akan meningkatkan volume kendaraan yang sudah berjibun.

Rinaldi Fitra (28 tahun), salah satu warga asal Kiaracondong sudah lama merasakan dampak kemacetan Kota Bandung. Jika terjebak macet, ia sampai perlu waktu satu jam perjalanan dari rumahnya menuju tempat kerjanya di daerah Dago.

“Rute yang paling bikin males itu perempatan Carrefour. Rasanya pagi-pagi itu sudah kaya jam 12 siang saja, sampai kantor bukan fresh tapi cape,” tutur Rinaldi, kepada BandungBergerak, Jumat, 1 Februari 2024.

Pria yang sehari-hari menggunakan sepeda motor ini meragukan bila pembangunan jalan tol dalam kota akan dilakukan. Karena rencana pembangunan BIUTR ini sudah lama. Ia juga menyangsikan efektivitasnya dalam mengurai kemacetan.

“Bikin jalan baru juga gak bikin kemacetan berkurang, memang di satu rute berkurang tapi malah menumpuk di tempat lain,” jelasnya.

Kemacetan Kota Bandung juga akrab bagi Lita Mahendra (49 tahun), ibu asal Cibiru. Ia bercerita pernah terjebak macet 3,5 jam dari Stasiun Bandung menuju rumahnya. “Jarak tempuh yang sama dengan aku naik kereta dari Jakarta,” kata Lita.

Macet Kota Bandung antara lain sisebabkan banjir. Salah satu kawasan yang kerap dilanda kemacetan adalah Gedebage yang dipastikan macet jika terjadi banjir di sekitar Pasar Induk Gedebage.

“Banjir di depan Pasar Gede Bage imbasnya ke mana-mana. Suamiku mau jemput (memakai mobil) nggak jadi, terjebak macet di stopan Gedebage itu sampai 2 jam lebih,” lanjut Lita.

Ibu yang berprofersi penerjemah ini sudah selama sebelas tahun tinggal di Bandung, pindahan dari Jakarta. Selama itu, ia menyimpulkan permasalahan kemacetan di Kota Bandung terjadi karena sistem transportasi umumnya tidak memadai sehingga warga lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Dampaknya, jumlah kendaraan di Kota Bandung terus meningkat.

“Ke mana-mana musti mengandalkan kendaraan sendiri, atau taksi,” jelas Lita.

Lita yakin pembangunan jalan tol di dalam kota Bandung bukan solusi kemacetan. Buktinya, Jakarta yang memiliki jalan tol dalam kota tetap saja mengalami kemacetan. “Liat Jakarta aja, jalan tolnya malah tambah macet,” ucapnya Lita.

BIUTR 27,3 Kilometer

Rencana pembangunan jalan tol dalam kota yang selama ini menjadi wacana dipastikan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan diwujudkan. Pemerintah keukeuh pembangunan BIUTR bisa mengatasi kemacetan Kota Bandung.

“Untuk mengtasi kemacetan di kawasan metropolitan Bandung, kami sepakat untuk meneruskan rencana pembangunan TOL BIUTR yang diprakasai pemerintah,” jelas Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, dikutip dari keterangan resmi, diakses Sabtu, 2 Februari 2024.

BIUTR ini rencananya memiliki panjang 27,3 kilometer dengan sturktur dibuat elevated atau melintang di atas jalan raya, melewati beberapa  rute: Tol Pasteur, Jalan Junjunan, Flyover Pasirkaliki, Flyover Pasopati, Gasibu, Jalan Surapati, Junction Pusdai, Jalan PHH Mustopha, Junction Ujungberung, Cibiru, Junction Cileunyi.

Rencana pembangunan Bandung Urban Intra Toll Road sendiri pertama kali muncul sekitar 2010. Dari keterangan resmi, diketahui jalan baru ini akan dibiayai pinjaman dari Pemerintah Jepang (JICA).

“Kami duduk bersama dengan Pemprov Jawa Barat dan Pemkot Bandung percepat kegiatan konektivitas di Bandung, salah satunya Bandung Intra Urban Toll Road, sudah lama terkendala sejak tahun 2010, ini kita dorong dan kita berkomtmen,” ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Marga Arie Setiadi Moerwanto. 

Berdasarkan data Ditjen Bina Marga, ada enam pekerjaan yang akan dilakukan terkait BIUTR yaitu akses Pasteur-Pasupati (2,6 Km), Pasupati-Soekarno Hatta (12,3 Km), Soekarno Hatta-Gedebage (2 Km), dan flyover Gedebage-Interchange 149 (2,66 Km), flyover Kopo-Lewi Panjang (1,3 Km) dan flyover Kiaracondong-Buah Batu (1,96 Km).

Direktur Pengembangan Jaringan Jalan Rachman Arief mengatakan, kecuali pekerjaan pembangunan Pasupati-Soekarno Hatta yang baru akan dilakukan pada fase II, lima paket pekerjaan lainnya akan dilakukan pada fase I. Ditargetkan konstruksi BIUTR bias rampung dalam dua tahun.

“Kita usulkan pinjaman JICA, sudah masuk green book Bappenas, untuk itu pelaksanaannya tergantung komitmen Pemerintah Daerah khususnya pengadaan tanah. Kita akan segera buat MoU, diatur siapa melakukan apa, dan jadwal waktunta, untuk kemudian kita bawa ke Bappenas,” sambung Arief.

Baca Juga: Menghitung Kerugian Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan karena Kemacetan di Kota Bandung
Mengurai Kemacetan Gedebage tidak Cukup dengan Exit Tol KM 149
Kisah Pak Ogah yang Bertahan di Belantara Kemacetan Bandung

Bukan Solusi Kemacetan

Pendapat warga bahwa jalan tol dalam kota bukanlah solusi kemacetan, juga disepakati pakar transportasi dari ITB Sony Sulaksono. Ia menyebutkan, jika jalan tol di dalam kota adalah solusi kemacetan, seharusnya Jakarta tidak membenahi MRT dan LRT.

“Tapi kan tidak, Jakarta sudah melihat bahwa jalan tol bukan solusi kemacetan,” kata Sony, kepada BandungBergerak, Jumat, 1 Maret 2024.

Menurutnya, rencana yang sudah lama mengendap ini perlu diperiksa dan dikaji ulang. Sebab Jakarta telah membuktikan jalan tol dalam kota bukanlah solusi kemacetan. “Kalau memang solusi kita segera bangun jalan tol, tapi nanti lihat lima atau sepuluh tahun, apakah jadi solusi,” jelas Sony.

Berdasarkan studi yang dilakukan Dina Indri Restiana dan Didin Agustian Permadi, transportasi umum di Kota Bandung sangat dibutuhkan mengingat tingginya pertumbuhan penduduk di kota ini. Pada tahun 2021 saja Kota Bandung dihuni 2.452.943 jiwa penduduk.

“Perkembangan jumlah penduduk mengakibatkan peningkatan kebutuhan akan sarana publik salah satunya sarana transportasi,” jelas Dina Indri Restiana dan Didin Agustian Permadi, diakses dari jurnal Serambi Engineering Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota Bandung, jumlah kendaraan di Kota Bandung meningkat setiap tahunnya. Pada 2021 sudah ada sebanyak 1.558.759 unit kendaraan bermotor. Namun jika dirinci, kendaraan tersebut sangat didominasi kendaraan pribadi sepeda motor (71 persen) dan mobil (24 persen). Kendaraan jenis truk (4,26 persen); bus (0,36 persen). Sedangkan kendaraan umum seperti angkot hanya 0,35 persen; dan taksi 0,03 persen.

*Kawan-kawan dapat menikmati karya-karya lain Muhammad Akmal Firmansyah, atau juga artikel-artikel lain tentang Kemacetan Kota Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//