• Berita
  • Buruh Jawa Barat Menuntut Dilibatkan dalam Rapat Paripurna DPRD Jawa Barat untuk Mengawal SK tentang Upah Layak

Buruh Jawa Barat Menuntut Dilibatkan dalam Rapat Paripurna DPRD Jawa Barat untuk Mengawal SK tentang Upah Layak

Buruh mendesak DPRD Jabar untuk mendorong Pj. Gubernur Jawa Barat untuk menerbitkan SK tentang pengaturan upah pekerja/buruh dengan masa kerja satu tahun atau lebih.

Buruh melakukan aksi unjuk rasa menuntut kenaikan upah di depan Gedung Sate, Bandung, 20 November 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul20 Maret 2024


BandungBergerak.idGabungan serikat pekerja atau buruh Jawa Barat menuntut diterbitkannya Surat Keputusan (SK) tentang upah untuk pekerja/buruh dengan masa kerja satu tahun atau lebih. Tuntutan ini disuarakan dalam aksi unjuk rasa di gedung DPRD Jawa Barat Senin, 18 Maret 2024 lalu. Sekitar 12 serikat pekerja se-Jabar yang hadir aksi pun menuntut dilibatkan pada rapat paripurna DPRD Jawa Barat dengan Forkopimda dan PJ Gubernur pada 20 Maret ini.

"Kawan-kawan, kesejahteraan itu bukan hadiah, harus diperjuangkan, apalagi hadiah dari pemerintah," teriak Darta dari FSP LEM PSI saat berorasi di atas mobil komando. Darta menyebut, meski di bulan puasa, buruh harus terus memperjuangkan persoalan upah yang semakin mencekik pasca lahirnya UU Cipta Kerja.

Massa buruh menuntut dua hal kepada DPRD Jawa Barat. Pertama, DPRD agar mendesak Pj. Gubernur Jawa Barat untuk menerbitkan SK tentang pengaturan upah pekerja/buruh dengan masa kerja satu tahun atau lebih, dengan nilai kenaikan minimal sebesar 5,37 persen s/d 15 persen dari UMK 2024. Kedua, apabila Pj. Gubernur tetap tidak mau merespons, maka DPRD Provinsi Jawa Barat didorong untuk bersikap sesuai fungsi dan kewenangannya atau setidaknya merekomendasikan kepada Kementerian Dalam Negeri untuk mengganti Pj. Gubernur Jawa Barat.

Serikat pekerja/buruh Jawa Barat menilai, penetapan UMP dan UMK tahun 2024 yang mengacu pada PP Nomor 51 tahun 2023 jauh dari nilai keadilan dan mengakibatkan daya beli pekerja semakin melemah. Karena inilah gabungan serikat pekerja terus mendesak PJ Gubernur untuk menerbitkan SK itu. Tak adanya SK membuat seluruh buruh/pekerja mendapatkan upah yang sama tanpa mempertimbangkan lamanya masa kerja, latar belakang pendidikan, tugas dan tanggung jawab, lajang atau sudah mempunyai tanggungan. Padahal, pengusaha perlu mempertimbangkan kondisi di atas dalam pemberian upah.

"Tuntutan pengaturan upah untuk pekeria/buruh yang masa kerjanya 1 tahun atau lebih semata-mata ?ami sampaikan dengan memperhatikan semakin buruknya ekonomi dan kesejahteraan pekerja/buruh di Jawa Barat dan tuntutan ini telah kami sampaikan kepada PJ. Gubernur Jawa Barat sejak bulan November 2023," demikian keterangan resmi buruh, dikutip dari pers rilis.

Gabungan serikat pekerja pun telah mencoba berbagai upaya, melalui tuntutan aksi, audensi langsung, melalui Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat dan melalui kesempatan-kesempatan lain. Namun Pj. Gubenur dinilai belum ada upaya untuk menerbitkan SK. Padahal Gubernur Jawa Barat yang definitif selalu menerbitkan SK tentang pengaturan upah untuk pekerja/buruh yang masa kerjanya 1 tahun atau lebih sebagai pengganti dari upah sektoral yang dihilangkan oleh Pemerintah Pusat melalui penggantian peraturan perundangan dalam bidang ketengakerjaan.

Karena lambannya PJ dan dinilai belum ada langkah konkrit, makanya gabungan serikat pekerja menuntut kepada DPRD Jawa Barat. Masing-masing tiga perwakilan dari serikat pekerja kemudian diterima oleh DPRD Jawa Barat untuk beraudiensi.

Adapun serikat pekerja yang membawa massa aksi di antaranya FSP LEM PSI, SPN, SBSI'92, KBMK, Gaspermindo, PPMI, dan lainnya. Serikat-serikat pekerja datang dari berbagai kota/kab di Jawa Barat, seperti Kota Bandung, Kota Cimahi, Bogor, Bekasi, Depok, Subang dan Purwakarta.

Baca Juga: Buruh Tolak PP 51 Tahun 2023 Tentang Pengupahan, Kenaikan Upah Tak Mencukupi Kebutuhan Buruh
Dilema Buruh-buruh Muda dalam Deru Pembangunan Majalengka
Upah Buruh-buruh Kafe di Bandung Sepahit Biji Kopi

Hadir di Paripuna DPRD Jawa Barat

Massa aksi gabungan serikat pekerja buruh juga menuntut untuk dapat hadir pada agenda rapat paripurna DPRD Jawa Barat 20 Maret ini dengan Forkopimda dan PJ Gubernur Jawa Barat. Sayangnya, usai beraudiensi, massa buruh bisa saja hadir di rapat paripurna, tapi tidak memiliki hak suara.

"Jadi sangat percuma kalau kita hadir di paripurna. Tetapi kita sama-sama "mengganggu" keberlangsungan parpipurna dengan massa sebanyak-banyaknya. Maka harapan kita tanggal 20 nanti seluruh elemen-elemen buruh jawa barat sama-sama kita tongkrongi dprd ini," ungkap Hermawan dari SBSI'92 yang ikut beraudiensi.

Di samping itu, massa buruh meminta Komisi 5 DPRD Jawa Barat untuk memfasilitasi gabungan serikat pekerja untuk bisa bertemu dengan PJ Gubernur dan Ketua DPRD. Waktu pertemuannya baik sebelum paripurna, saat waktu istirahat atau di akhir paripurna, di ruangan terpisah.

"Saya pikir itu poin yang paling bijak untuk bisa kita ambil. Sebab jika hanya waktu bertemu 15 menit tidak akan bisa mengeksplor poin-poin tuntutan kita. Tetapi jika dihadiri DPRD nanti akan terjadi perubahan-perubahan yang akan menentukan kebijakan. Intinya hari ini kita ingin mengingatkan kepada legislatif dan eksekutif agar berhati-hati di dalam menentukan kebijakan," terangnya.

Edi Suherdi, Pimpinan Daerah SPKEP SPSI Jawa Barat menerangkan, percuma pihaknya masuk ke dalam, sebab yang menerima hanya dua anggota DPRD Jabar dari satu fraksi. "Janjinya tadi 8 fraksi nerima kita, ternyata hanya Ummi Sari dan Ummi Siti yang terima kita, satu fraksi. Yang lain tidur atau kabur entah ke mana," terangnya di atas mobil komando.

Ia menerangkan, bahwa buruh akan kembali ke Gedung DPRD Jawa Barat pada 20 Maret mendatang untuk "meramaikan" rapat paripurna. "Tanggal 20 akan mengerahkan massa ke sini, karena tanpa pressure dia akan lebih berani. Kita buktikan bahwa kita tetap selagi puasa pun kita akan selalu melakukan jihad fi sabilillah," terangnya.

*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain Awla Rajul, atau artikel-artiikel lain tentang Aksi Buruh Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//