• Opini
  • Mengenal Non-Binary, Sebuah Identitas Gender atau Berakhir Menjadi Sebuah Gerakan?

Mengenal Non-Binary, Sebuah Identitas Gender atau Berakhir Menjadi Sebuah Gerakan?

Non-binary dalam lingkup gender adalah sebuah spektrum identitas gender yang secara eksklusif tidak memihak laki-laki maupun perempuan.

Febrian

Alumni S-2 Ilmu Linguistik Universitas Sebelas Maret, aktif secara mandiri menulis tentang gender dan bias-bias gender

Ilustrasi keberagaman gender. Dalam pandangan mayoritas, kelompok gender selalu terdiri dari laki-laki dan perempuan. Faktanya, ada kelompok nonbiner yang bukan mengidentifikasi diri sebagai laki-laki maupun perempuan. (Foto Ilustrasi: Amany Rafa Tabina/Mahasiswi Unpar)

22 Maret 2024


BandungBergerak.id – Saat melakukan diskusi topik gender beberapa waktu lalu. Seorang teman meminta pendapatku mengenai toilet untuk orang-orang gender neutral. Regulasi beberapa negara di benua Amerika, Eropa dan Asia Timur yang membuat sebuah toilet untuk orang-orang non-binary. Sebuah identitas gender yang tidak memihak pria atau wanita. Karena tak memiliki banyak sumber, pendapat itu aku sandingkan dengan aspek budaya dan sosial di Indonesia. Tentu saja, aspek tersebut sangat dibutuhkan untuk melihat seberapa aman laki-laki dan perempuan dapat berbagi toilet dalam satu ruang yang sama.

Karena belajar tentang gender, aku mendapat akses yang luas untuk menjadi tempat curhat bagi orang-orang yang terbuka atas identitas gender mereka. Ajang ini setidaknya memberikan aku insight baru dalam studi gender, tentang orang-orang yang mengakui dirinya sebagai non-binary.

Sebagian orang mungkin awam untuk memahami apa itu istilah non-binary. Secara sintaksis, terdapat prefiks non- yang memiliki makna negasi dan binary sendiri bermakna berdampingan. Secara harfiah kata itu bermakna tak berdampingan. Sayangnya tidak sesederhana itu, non-binary dalam lingkup gender adalah sebuah spektrum identitas gender yang secara eksklusif tidak memihak laki-laki maupun perempuan.

Baca Juga: Masih Adakah Kesetaraan bagi Lelaki Feminin?
Fenomena Bahasa Jaksel Menggerus Cara Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar?
Perilaku Kuno Pelaku Gender Bullying

Bagaimana Identitas Gender Non-binary Muncul?

Sebenarnya identitas ini sudah lama ada, kemunculannya pertama kali berakar dari pemikiran masyarakat adat. Sebagai contoh Amerika sebagai bangsa yang mengenalkan identitas gender di luar konstruksi sosial masyarakat pribumi pada umumnya yaitu laki-laki dan perempuan. Di Hawaii, orang yang mengaku dirinya sebagai non-biner disebut sebagai mahu yaitu seseorang yang dianggap memiliki kekuatan spiritual, paham akan sejarah dan bahkan penting dalam peranan sosial.

Konsep mahu sendiri sebenarnya mengatakan bahwa terdapat dua roh yang ada di dalam diri manusia. Bahkan sejarah yang tercatat, dalam masa kekaisaran Byzantium istilah ini dipakai oleh orang yang terlahir perempuan dan bergabung dalam biksu laki-laki dengan menggunakan dua pronoun yang digunakan secara bergantian tergantung kondisi.

Karena tidak begitu populer, istilah ini dianggap muncul pertama kali pada abad ke-20 tahun 1920. Seorang seksolog Jerman pertama kali memperkenalkan istilah waria dalam bukunya yang berjudul “Die Transvestitenin” yang menciptakan istilah modern pertama yaitu transgender.

Namun, kemunculan non-biner atau genderqueer mulai terendus media ketika sebuah buletin musim semi yang terbit pada tahun 1995 oleh “The Transeksual Menace” yang memperkenalkan istilah ini pertama kali. Yaitu sebuah identitas gender di luar sistem biner atau selain laki-laki dan perempuan. Sebuah paham identitas gender yang dianggap sebagai fenomena baru postmodernisme.

Eksistensi Non-binary dalam Lingkup Global

Penelitian terbaru mengatakan bahwa jumlah non-binary di Amerika saja sudah mencapai 1,2 juta orang. Bahkan beberapa negara sudah mengakui keberadaan mereka. Identitas ini masuk dalam lingkup gender namun disebut sebagai genderqueer atau istilah orang-orang yang tidak memihak pada salah satu spektrum gender yang umumnya berlaku di masyarakat.

Di Indonesia, aku rasa paham ini tidak begitu terkenal atau muncul dalam bentuk gerakan sosial seperti feminis dan gerakan kesetaraan lainnya. Hal tersebut diulas dalam website FISIP UI bahwa kebebasan ruang untuk kaum gender netral terbilang masih sangat terbatas di media sosial bahkan dunia nyata.

Begitu pula eksistensi non-binary di Indonesia sendiri yang masih samar terdengar. Bahkan aku rasa hampir jarang sekali identitas gender ini muncul di berita dan media sebagai topik utama. Walaupun hanya sekedar topik tentang apa itu non-binary.

Aku rasa terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi ketidakpopuleran identitas ini di Indonesia. Pertama, masih awamnya orang-orang akan pentingnya memahami studi gender. Masyarakat Indonesia hanya mengenal dua identitas gender yaitu laki-laki dan perempuan dan tidak mengenal spektrum gender lain yang sedang berkembang saat ini. Argumentasi sederhana, misalnya dalam mengisi biodata dalam situasi apa pun. Kolom gender yang tersedia hanya terdapat dua pilihan saja yaitu laki-laki dan perempuan

Alasan kedua, jika berorientasi pada penampilan dan fisik, bahkan dalam beberapa sumber tentang buku gender jarang ada bab yang membahas istilah itu. Beberapa hal yang dipertanyakan oleh orang awam dan juga aku bahwa sebenarnya bagaimana ciri-ciri orang yang menganggap dirinya sebagai non-binary.

Jika merujuk pada penggambaran karakter dalam sebuah film contohnya. Penampilan orang-orang non-binary sebenarnya menampilkan penampilan cross gender dari gender yang mereka miliki. Misalnya, seorang pria yang menganggap dirinya non-biner, aku rasa mereka akan merepresentasikan penampilan cross gender mereka. Begitu pula sebaliknya pada seorang wanita namun dalam tanda kutip tidak begitu dominan.

Pengakuan dan Dampaknya 

Di Inggris, orang-orang yang mengaku sebagai non-binary memiliki beberapa permasalahan. Sedikit banyak dari mereka mendapat tekanan sosial berupa depresi yang berakhir pada kasus bunuh diri. Hal itu dikarenakan kurangnya akan pemahaman, visibilitas dan juga penerimaan secara publik terkait identitas gender mereka yang mungkin dianggap aneh secara umum.

Keberadaan mereka juga muncul di Inggris sebagai sebuah gerakan kesetaraan yang menuntut akan kemudahan dalam akses sosial dan ekonomi. Misalnya tahun 2010, munculnya gerakan kesetaraan gender di Inggris yang mengatakan bahwa identitas gender adalah salah satu aspek yang harus dilindungi. Namun, perjuangan itu membutuhkan waktu hingga 10 tahun untuk memberikan pemahaman bahwa seluruh identitas gender yang dimaksud juga mencakup orang-orang non-binary.

Jika melihat negara-negara seperti Inggris dan Amerika, kesetaraan itu diekspresikan dalam hal rekrutmen pekerjaan. Misalnya, dalam mengisi identitas gender bagi pelamar pekerja. Terdapat pilihan queer atau non-binary bagi orang yang menganggap dirinya sebagai gender netral. Bahkan sebagai aspek yang sangat privasi, terdapat pilihan not preferred atau bahkan tanda X sebagai identitas gender mereka untuk menunjukkan bahwa mereka bukan sebagai laki-laki atau perempuan. 

Tak hanya itu, identitas ini bahkan menginvasi transformasi bahasa dalam penggunaan subjek dan pronoun sebagai penanda identitas gender. Misalnya, orang-orang yang menganggap dirinya non-binary akan menggunakan subjek jamak they serta pronoun kata them sebagai pasangan subjek mereka yang dianggap identitas netral.

Bagaimana dengan Indonesia?

Tentu saja perbedaan pemahaman, ideologi dan sosial budaya memberikan penerimaan yang berbeda dalam menyikapi fenomena sosial tertentu. Misal saja terkait keberadaan identitas ini dan juga toilet khusus bagi mereka. Perbedaan dalam beberapa aspek tersebut dapat menjadi permasalahan sendiri dalam menyikapi suatu realitas yang terjadi. Tentunya perbedaan itu akan menimbulkan banyak sekali pro dan kontra.

Maka dari itu, sebagaimana perjuangan feminisme yang telah mengakar-jalan di Indonesia, kiranya gerakan perjuangan identitas non-binary perlu turut saling berkait. Kondisi tersebut memungkinkan eksistensi keberadaan identitas ini perlu mendapat pengakuan. Kita lihat saja nanti.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//