• Berita
  • Komnas HAM Menengahi Masalah Revitalisasi Pasar Banjaran

Komnas HAM Menengahi Masalah Revitalisasi Pasar Banjaran

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta pedagang Pasar Banjaran, Pemkab Bandung, dan pengembang untuk saling menghormati dan membuka peluang dialog.

Para ibu melakukan doa bersama di Terminal Banjaran, Senin (10/7/2023), menolak penggusuran pasar Banjaran. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul22 Maret 2024


BandungBergerak.idKomisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memediasi pertemuan antara Paguyuban Pedagang Korban Revitalisasi Pasar Banjaran dengan Pemerintah Kabupaten Bandung dan PT. Bangun Niaga Perkasa, Jumat, 15 Maret 2024 lalu. Dalam pertemuan itu, disepakati beberapa hal, di antaranya berkenaan dengan evaluasi penentuan harga kios dan penertiban pedagang PKL di sekitar revitalisasi.

Perwakilan Paguyuban Pedagang Korban Revitalisasi Pasar Banjaran Ari Setiawan menerangkan bahwa agenda mediasi tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan pedagang kepada Komnas HAM yang dilakukan pada 2023 lalu. Dalam mediasi tersebut, keluhan-keluhan yang dirasakan para pedagang selama revitalisasi pasar sehat Banjaran sudah disampaikan kepada pemerintah yang dihadiri oleh Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) Kabupaten Bandung Dicky Anugrah.

“Kami telah menyampaikan apa yang telah terjadi di Pasar Banjaran. Dan alotlah pembicaraan. Ada enam poin yang disepakati antara pedagang, pemerintah, dan dengan PT. BNP,” terang Ari Setiawan, kepada BandungBergerak.id melalui sambungan telepon, Kamis, 21 Maret 2024.

BandungBergerak.id menerima salinan kesepakatan terkait sengketa revitalisasi pasar Banjaran antara paguyuban pedagang korban revitalisasi pasar Banjaran sebagai pengadu, dan pemerintah Kabupaten Bandung sebagai teradu, beserta manajemen PT. BNP sebagai turut teradu dengan mediator Prabianto Mukti Wibowo. Ari menyebut, kesepakatan ini bersifat sebagian karena ke depan akan ada lagi mediasi dengan Komnas HAM.

Adapun enam butir yang disepakati oleh pihak-pihak tersebut adalah: PT. BNP keberatan dengan kata “korban” pada nama paguyuban; bahwa pengadu tidak bisa menerima harga kios/lapak di pasar sehat Banjaran yang ditawarkan oleh pihak turut teradu (PT) meskipun telah disepakati oleh 10 orang perwakilan pedagang komoditi Pasar Banjaran pada tanggal 10 Maret 2023.

Poin selanjutnya adalah, dengan belum adanya kesepakatan mengenai harga kios/lapak, maka Komnas HAM meminta kepada Bupati Bandung, untuk melakukan evaluasi kembali atas penetapan harga kios/lapak di Pasar Sehat Banjaran dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi para pedagang dan keputusan harga kios/lapak menjadi kewenangan dan kebijakan Bupati Bandung.

Bahwa pemerintah Kabupaten Bandung akan melakukan penertiban dan pengawasan atas bangunan di sekitar lokasi proyek revitalisasi pasar Banjaran yang berpotensi mengganggu aktivitas perdagangan di Pasar Banjaran; bahwa Pihak Turut Teradu (PT) akan mengembangkan kawasan pasar sehat Banjaran dengan membangun fasilitas sosial dan fasilitas umum. Komnas HAM meminta para pihak untuk tetap menjaga kondusivitas di lapangan dan tetap saling menghormati, serta membuka peluang dialog.

Ari menerangkan, berkaitan dengan 10 orang perwakilan pedagang komoditi yang menyepakati harga kios/lapak, pihaknya menyatakan secara terang-benderang bahwa mereka tidak mewakilkan kepada 10 orang tersebut. Makanya, meminta Bupati Bandung untuk turun tangan dalam penentuan harga.

Selama belum ada evaluasi terbaru mengenai harga kios/lapak, pedagang-pedagang didorong untuk tidak melakukan transaksi apa pun dengan pengembang. Ari menyebut, harga kios/lapak yang ditawarkan pihak pengembang berkisar 20 juta rupiah per meter. Para pedagang paguyuban mengaku tidak sanggup dengan harga tersebut.

“Terlalu memberatkan. Pedagang minta samakan dengan yang sekarang direvitalisasi juga, seperti pasar Arjasari, pasar Pangalengan, berkisar 11 juta per meter,” ungkapnya.

Ari menyebutkan, sambil menunggu ketua mediator mendesak supaya bupati melakukan evaluasi kembali tentang harga kios, pihaknya akan melakukan sosialisasi mengenai hasil mediasi kepada seluruh pedagang eksisting berjumlah 1.062 pedagang. Ia berharap dengan upaya yang dilakukan akan membangkitkan persatuan di antara pedagang yang belakangan melemah.

“Intinya jangan dulu melakukan transaksi apapun dengan pengembang. Soalnya kan harga kios dan lapak belum fix, belum disepakati,” tambahnya.

Di samping itu, pihaknya juga meminta pasar tumpah atau PKL-PKL di kawasan pasar Banjaran untuk ditertibkan. Para pedagang itu dinilai menghalangi alur ekonomi pembeli untuk datang ke tempat relokasi. Penertiban harus dilakukan, sebab sebenarnya juga sejalan dengan rencana pengembang dan pemerintah, yaitu tidak ada lagi pedagang yang berdagang di luar bangunan pasar sehat.

“Harapanya ya kami pedagang meminta jaminan prioritas pedagang yang eksisting, yang mempunyai TPKS-TPL maupun pedagang yang berdampingan. Harapannya harga, kami minta seringan-ringannya. Terus kalau bisa dibangun dengan dana APBD. Sebab informasi Disdagin Jabar ada dana untuk revitalisasi pasar. Mungkin dibangunnya jangan lagi sama swasta, sama APBD,” beber Ari.

Baca Juga: Cerita Pedagang Pasar Banjaran Penolak Proyek Revitalisasi: Tidak Didengarkan Bupati, Takut Pasar Dibakar
Revitalisasi Pasar Banjaran Merugikan Para Pedagang, hanya Menguntungkan Pemodal
Puluhan Pedagang Pasar Banjaran Membatalkan Pendaftaran Revitalisasi dan Mengembalikan Kunci Kios Relokasi

Proses Hukum Berlanjut

Kuasa hukum Paguyuban Pedagang Korban Revitalisasi Pasar Banjaran Rama Dhaniel S. Daulay menerangkan, berbagai upaya hukum akan terus dilakukan oleh para pedagang untuk merebut kembali hak. Upaya-upaya yang dilakukan ini berdasarkan dengan banyaknya dugaan pelanggaran dalam proses revitalisasi pasar sehat Banjaran.

Daulay menyebut, upaya hukum yang dilakukan merupakan lanjutan dari aksi dan laporan pedagang pasar Banjaran ke Jakarta 2023 lalu, di antaranya ke Komnas HAM, Polri, hingga KPK. Mediasi yang dilakukan oleh Komnas Ham merupakan salah satu tahapan yang memang dimandatkan oleh UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM. Adapun pelanggaran HAM yang menjadi soal adalah hak para pedagang untuk berkelanjutan berdagang.

“Kalau untuk laporan yang lain, seperti ke kepolisian pasti kita akan ambil langkah-langkah hukum. Apakah praperadilan atau ke Propam itu akan kita lakukan. Semua upaya hukum kami laksanakan, seperti laporan ke KY tentang dugaan penyuapan, kemudian ke Ombudsman tentang pelaksanaan aturan yang tumpah tindih,” terangnya melalui sambungan telepon.

Setelah mediasi ini, Daulay menyebutkan, para pedagang akan melakukan sosialisasi ke pedagang lainnya dan menghimbau untuk mogok transaksi dengan pengembang. Sebab belum ada hasil evaluasi harga. Upaya sosialisasi kepada pedagang ini juga dinilai sebagai salah satu langkah untuk menyatukan kembali para pedagang pasar Banjaran.

“Karena yang kita upayakan ini untuk pedagang dan bagaimana pedagang ini bisa memahami pentingnya mereka bersama dan jangan terpecah. Jadi itu yang sedang kita upayakan, sosialisasi dan ketemu dengan kelompok-kelompok pedagang yang ada di Pasar Banjaran,” tambahnya.

Persoalan PKL dan pasar tumpah juga penting untuk segera dilakukan penertiban. Sebab para pedagang-pedagang baru ini dinilai menghambat para pedagang yang berdagang di lokasi relokasi. Daulay juga menegaskan, sejalan dengan yang disampaikan Komnas HAM agar tidak ada diskriminasi antara pedagang.

“Kalau semuanya relokasi, relokasi, jangan ada PKL. Baik itu di pasar subuh, terminal, maupun yang seperti di pasar seng di jalan desa. Itu semua harus ditertibkan,” ujar Daulay.

*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain dari Awla Rajul, atau artikel-artiikel lain tentang Pasar Banjaran

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//