• Berita
  • Mahasiswa ISBI Bandung Menyuarakan Isu-isu Sosial dan Kritis di Hari Teater Seni Sedunia 2024

Mahasiswa ISBI Bandung Menyuarakan Isu-isu Sosial dan Kritis di Hari Teater Seni Sedunia 2024

Teater mengajak mahasiswa untuk berpikir kritis dan melek terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat. Pemain teater dan penonton diharapkan tidak berjarak.

Ilustrasi pertunjukan teater. Pementasan teater kontemporer dengan aktor utama Tony Broer berjudul Ekstase Jenar di GK Sunan Ambu ISBI Bandung, Jawa Barat, 12 November 2021. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Raja Ilham 28 Maret 2024


BandungBergerak.id - Panggung teater menjadi medan pertemuan cerita-cerita dari berbagai sudut bumi yang menghentak hati manusia. Hari Teater Sedunia yang diperingati tiap 27 Maret tidak hanya mengenang sejarah panjang seni pertunjukan, tetapi juga merayakan daya tarik universal yang melintasi batas-batas geografis, budaya, dan bahasa, sebagai panggung yang memeluk keberagaman.

Memperingati Hari Teater Sedunia tahun ini, keluarga mahasiswa teater ISBI Bandung dengan penggiat seni teater di Bandung mengusung isu-isu sosial berjudul “Daulat Pangan Mati Terkubur di Tanah Subur”. Para pegiat seni diajak meninggalkan panggung pertunjukan konvensional yang menyekat penonton

“Kita tinggalkan dulu satu hari panggung pertunjukan yang bersifatnya konvensional kayak teater arena. Ada sekat antara penonton dan pemain. Nah, di Hari Teater Sedunia ini mendobrak semua itu,” ujar Ketua Pelaksana Hari Teater Sedunia Syam Muhammad.

Syam mengatakan, isu-isu sosial paling dekat dengan masyarakat sehingga layak untuk diangkat dalam peringatan Hari Teater Sedunia. Sebagai contoh, di bulan Ramadan ini masyarakat menjalankan puasa tetapi mereka tetap membutuhkan kebutuhan pokok.

Acara peringatan Hari Teater Sedunia diperingati di dua tempat di Bandung, pertama di depan Gedung Sate berupa pentas seni teater terbuka yang diikuti oleh beberapa komunitas teater, seperti Eltra Theater UIN SGD Bandung dan Munggaran Kesenian Universitas Digitech. Tempat kedua di ISBI Bandung berupa live performance seperti musik dan pembacaan puisi, serta diskusi Temu Canda Milik Teater (Tenda Militer).

Seni Teater sebagai Perlawanan

Hari Teater Sedunia menegaskan bahwa teater bukan sebatas hiburan, akan tetapi dapat menjadi media agitasi, propaganda, dan perlawanan terhadap sistem yang menindas. Bagi mahasiswa, teter bisa menjadi media untuk mempertajam nalar kritis yang saat ini terkesan majal.

Syam mempertanyakan daya kritis mahasiswa saat ini. Ia menceritakan ketika PPN Indonesia di tahun 2012 naik 1 persen, banyak mahasiswa yang melakukan demonstrasi besar-besaran. Di tahun 2024 ketika PPN Indonesia naik sebesar 12 persen, mahasiswa justru diam.

Menurutnya, mahasiswa cenderung fokus dalam dunia akademik dan tidak menjalankan fungsinya sebagai mahasiswa untuk memecut suatu sistem yang tidak berjalan dengan sesuai.

“Pecut untuk suatu sistem, jangan sampai mahasiswa hanya melakukan upacara peng-iya-an atas kebijakan-kebijakan yang telah diresmikan,” ujar Syam.

Baca Juga: Gelar Sastra: Aku Ini Binatang Jalang, Pertunjukan Teater Bel dengan Banyak Unsur Kesenian
Main-Mind di Museum: Pertunjukan Inklusif Berbasis Teater Museum
Candu Teknologi dalam Pertunjukan Teater Drastis

Teater dan Kritik Sosial

Teater dan isu-isu sosial sudah lama berkelindan. Keberadaan teater kritis tidak lepas dari naskah-naskah sastra yang menjadi sumbunya. Salah satu naskah teater yang memuat kritik sosial misalnya Obrog Owok-Owok Ebreg Ewek-Ewek (OOEE) Karya Danarto yang ditulis tahun 1973 pada masa awal Orde Baru. Drama ini sudah dipentaskan oleh berbagai grup teater di Indonesia.

Chitra Nur Imaniar dalam skripsinya menunjukkan bagaimana peran naskah drama dalam melahirkan pertunjukan kritis. Ia menjelaskan, naskah drama sebagai karya sastra menjadi media penyampai representasi masyarakat.

OOEE adalah naskah drama yang sudah cukup familiar di kalangan tokoh teater. Karya ini menceritakan permasalahan kehidupan yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

“Permasalahan perselingkuhan, permainan, dan kejiwaan tentu sudah sangat sering diangkat sebagai tema naskah drama, tetapi yang unik dan menarik di sini adalah bagaimana cerita tersebut disajikan melalui teks OOEE yang ringan, dan tidak terlalu rumit,” terang Chitra Nur Imaniar, diakses dari skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2019).

Naskah OOEE mengisahkan berbagai permasalahan kehidupan sosial masyarakat di Yogyakarta. Danarto mencoba mengkritisi kehidupan sosial masyarakat yang masih terbelenggu dengan hal-hal yang berbau suap-menyuap dan sikap mistis. Kalangan atas yang menjalankan perilaku tersebut, sedangkan kalangan bawah mengawasi kelakuan kalangan atas.

“Drama ini sekaligus mengupas berbagai fakta yang sering kita temui di sekitar kita: orang-orang ambisius yang menempuh berbagai cara untuk mencapai tujuan pribadinya,” lanjut Chitra.

Jika membandingkan naskah OOEE dengan kehidupan saat ini, tampak tidak jauh berbeda.

*Kawan-kawan dapar membaca tulisan-tulisan lain dari Raja Ilham Maulidani Gumelar atau artikel-artikel lain tentang Seni Teater

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//