MAHASISWA BERSUARA: Komersialisasi Kampus, antara Tekanan Finansial dan Kerusakan Intelektual
Universitas sering terpaksa mengadopsi model bisnis korporat untuk mencari pendanaan tambahan di tengah terbatasnya dana publik. Mengarah pada komersialisasi kampus.
Alif Safikri
Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung
29 Maret 2024
BandungBergerak.id – Pendidikan tinggi di Indonesia, sebagaimana di banyak negara lainnya, telah menjadi medan pertempuran antara nilai-nilai akademik dan dorongan komersial. Fenomena komersialisasi kampus semakin meresap ke dalam jaringan lembaga-lembaga pendidikan tinggi, menciptakan pergeseran yang signifikan dalam orientasi dan tujuan mereka.
Konteks komersialisasi kampus, yang menjadi fokus utama pembahasan, merangkum perubahan fundamental dalam paradigma pendidikan tinggi. Di tengah tekanan ekonomi dan politik yang berubah, universitas-universitas di Indonesia semakin terdorong untuk bertransformasi menjadi entitas yang berorientasi pada keuntungan. Biaya pendidikan yang meningkat, peningkatan kemitraan dengan industri, dan prioritas pada riset yang dapat menghasilkan profit adalah beberapa manifestasi nyata, sehingga menjadikan kampus sebagai wajah yang tidak lagi ramah bagi kalangan kelas bawah.
Kampus, sebagai lembaga yang seharusnya menjadi tempat suci bagi pencarian ilmu, semakin terjerat dalam jaringan keuntungan dan komersialisasi di Indonesia. Fenomena ini memicu pertanyaan tentang pergeseran nilai-nilai esensial pendidikan tinggi dari tujuan pencerahan menjadi orientasi bisnis yang semata-mata mencari profit. Melalui analisis yang kritis, saya akan mencoba untuk mengeksplorasi implikasi dan penyebab mendasar komersialisasi kampus, dengan menyajikan data yang mengungkap dampaknya, serta menyoroti konsekuensi jangka panjang bagi masyarakat dan sistem pendidikan Indonesia.
Keharusan akan sumber pendanaan telah mendorong lembaga pendidikan tinggi di Indonesia untuk mengadopsi model bisnis yang lebih mengikuti logika korporat. Di tengah keterbatasan sumber dana publik, universitas sering kali terpaksa mencari pendapatan alternatif. Hal ini mengarah pada strategi komersial seperti peningkatan biaya kuliah, memperkuat kerja sama dengan perusahaan, dan bahkan komersialisasi riset.
Baca Juga: Skema Pembayaran UKT ITB dengan Pinjol semakin Memperparah Kondisi Ekonomi Keluarga Mahasiswa
MAHASISWA BERSUARA: Jangan Abaikan Kepedulian Civitas Academica terhadap Demokrasi di Indonesia
Sebermasalah itukah Kredit Pendidikan?
Komersialisasi Kampus
Peningkatan biaya kuliah adalah salah satu dampak yang paling terlihat dari komersialisasi kampus di Indonesia. Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan bahwa biaya pendidikan tinggi di Indonesia terus meningkat secara signifikan, meninggalkan banyak keluarga dengan kesulitan finansial dalam mendapatkan pendidikan tinggi yang layak. Hal ini menimbulkan hambatan serius bagi aksesibilitas pendidikan tinggi yang adil.
Selain itu, komersialisasi juga mempengaruhi substansi pendidikan dan riset. Tekanan untuk mempertahankan atau meningkatkan peringkat universitas dalam skala nasional dan internasional sering kali menghasilkan orientasi yang lebih besar pada publikasi dan riset yang menguntungkan secara finansial, daripada kontribusi nyata terhadap kemajuan masyarakat dan pengetahuan.
Salah satu akar penyebab komersialisasi kampus di Indonesia adalah neoliberalisme dalam sistem pendidikan tinggi. Pemerintah sering kali menganggap universitas sebagai entitas bisnis yang harus bersaing di pasar global, bukan sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas penyediaan pendidikan yang berkualitas dan inklusif. Hal ini menciptakan tekanan yang tak terhindarkan bagi universitas untuk mengoptimalkan pendapatan mereka, bahkan jika itu berarti meninggalkan nilai-nilai inti pendidikan.
Selain itu, model pendanaan yang bergantung pada donatur dan sponsor bisnis membuat universitas di Indonesia rentan terhadap pengaruh eksternal yang mungkin bertentangan dengan tujuan akademisnya. Dalam upaya untuk mempertahankan dana, universitas mungkin menjadi tergantung pada kepentingan dan agenda dari pihak luar, mengorbankan kemandirian dan integritas akademisnya.
Komersialisasi kampus tidak hanya mengancam aksesibilitas pendidikan tinggi di Indonesia, tetapi juga mengikis martabat akademis dan peran universitas sebagai penjaga pengetahuan dan kritisisme. Jika tren ini terus berlanjut, kita mungkin melihat munculnya generasi lulusan yang lebih mementingkan keuntungan pribadi daripada kontribusi sosial dan intelektual yang substansial.
Untuk mengatasi komersialisasi kampus, diperlukan tindakan yang kuat dari pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Prioritas harus diberikan pada pendanaan publik untuk pendidikan tinggi, sementara pengaruh eksternal yang merusak harus dibatasi. Universitas juga harus kembali memprioritaskan nilai-nilai inti mereka, memastikan bahwa pendidikan dan riset tetap menjadi prioritas utama mereka, bukan semata-mata keuntungan finansial.