Pendamping dan Korban Kekerasan Seksual Bisa Memohon Perlindungan dari LPSK
Salah satu faktor yang mendorong terjadinya kasus kekerasan seksual di kampus-kampus adalah pelaku merasa memiliki kekuasaan yang mendominasi korban.
Penulis Iman Herdiana11 April 2024
BandungBergerak.id - Kekerasan seksual menjadi salah satu tindak pidana yang jadi prioritas Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Selain korban kekerasan seksual, LPSK juga memastikan perlindungan bagi saksi, saksi pelaku, pelapor, dan ahli.
Ketua Tim Bidang Kerja Sama LPSK Achmad Soleh menjelaskan, program perlindungan yang diberikan yakni perlindungan fisik, perlindungan hukum, pemenuhan hak prosedural, bantuan (medis, psikologis, dan psikososial), dukungan pembiayaan, fasilitas restitusi, dan kompensasi.
“Pemohon dapat mengajukan permohonan secara langsung atau tidak langsung. LPSK akan melakukan telaah awal dengan menentukan tindak pidana tertentu dan memeriksa kelengkapan rekomendasi tindak lanjut. Lalu, LPSK memverifikasi berkas permohonan, menelaah materi (investigasi, penilaian, asesmen, dll), dan memutuskan permohonan dalam rapat paripurna,” terang Achmad Soleh, diakses dari laman resmi, Jumat, 23 Maret 2024.
Achmad menyampaikan hal tersebut dalam kelompok diskusi terpumpun atau Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Pasundan (Unpas) Bandung bersama LPSK, Kamis, 21 Maret 2024.
Pemohon perlindungan LPSK terkait kasus kekerasan seksual, menurut Ahmad terdiri dari saksi/korban, keluarga saksi/korban, pendamping/kuasa hukum dari saksi/korban, aparat penegak hukum, dan instansi terkait yang berwenang. Permohonan dapat disampaikan melalui website resmi LPSK, surat, aplikasi, datang langsung, aparat penegak hukum atau pihak berwenang, email, WhatsApp, dan hotline LPSK.
Diketahui, penanganan kasus kekerasan seksual kerap kali menimbulkan ancaman atau intimidasi dari pihak pelaku. Intimidasi ini akan menimbulkan rasa tidak aman dan nyaman bagi saksi atau korban dalam memberikan keterangan pada proses peradilan pidana, sehingga perlindungan bagi saksi dan korban dinilai sangat penting.
Laporan balik bagi pelapor tindak pidana juga kerap mengurungkan niat pelapor untuk memberikan informasi secara terang. Belum lagi trauma berkelanjutan yang tidak hanya berdampak pada kesulitan memberikan keterangan dalam sistem peradilan pidana, tetapi juga dapat memengaruhi kehidupan sosial dan menimbulkan potensi korban menjadi pelaku di kemudian hari.
“Apalagi sampai saat ini tidak ada jaminan perlindungan bagi saksi pelaku yang telah membantu mengungkap dan membuat terang suatu perkara. Urgensi lainnya yakni belum jelasnya pelaksana hak bagi saksi korban dan minimnya pengaturan perlindungan bagi saksi dan korban dalam KUHAP,” tambah Ahmad.
Merujuk pada data Komnas Perempuan, setidaknya dalam 5 tahun terakhir, perguruan tinggi menjadi jenjang pendidikan dengan tingkat kekerasan seksual tertinggi di antara jenjang pendidikan lainnya. Karena itu, Ahmad menegaskan perlindungan bagi korban kekerasan seksual di kampus sangat penting.
“Karena berdasarkan data LPSK, 93 persen pelaku kekerasan seksual adalah orang-orang di sekitar korban, termasuk keluarga inti, teman atau pacar, bahkan guru/pendidik di lingkungan pendidikan. Sedangkan 7 persen sisanya dilakukan oleh orang yang tidak dikenal korban,” terangnya.
FGD tersebut dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Belmawabud Cartono dan dihadiri seluruh anggota Satgas PPKS dan pihak-pihak dari LPSK. Cartono menyampaikan, FGD ini menjadi forum yang tepat untuk mendiskusikan strategi dan langkah-langkah konkret dalam memberikan perlindungan dan akses keadilan bagi korban maupun saksi.
“Satgas PPKS Unpas memerlukan informasi yang komprehensif mengenai tupoksi dan wewenang LPSK, juga proses pengajuan permohonan perlindungan untuk korban dan anggota Satgas PPKS jika terjadi situasi yang membahayakan,” jelasnya.
Baca Juga: Melontarkan Ucapan Berbau Seksual di Muka Umum adalah Bentuk Kekerasan Seksual
Data Kekerasan terhadap Perempuan di Kota Bandung 2020, Kekerasan Seksual Paling Banyak Dilaporkan
Kekerasan Seksual Menimpa 12 Santriwati Anak di Bandung, Saatnya Lebih Serius Menangani Masalah Kekerasan terhadap Anak
Pidana Kekerasan Seksual
Indonesia tercatat memiliki tingkat pengaduan Kekerasan Seksual Berbasis Gender (KBG) terhadap perempuan sebanyak 338.496 kasus. Angka ini menunjukan peningkatan kasus sebanyak 50 persen jika dilihat dari pencatatan kasus pada tahun 2021 yaitu sebanyak 327.629 kasus.
Raineka Faturani dalam jurnal ilmiah “Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi” mengatakan kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, termasuk di kampus. Peneliti dari Universitas Singaperbangsa Karawang ini mengingatkan, hadirnya Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi setidaknya memberikan kekosongan hukum dalam penindakan kasus kekerasan seksual di kampus-kampus.
Persoalan kekerasan seksual dalam lingkungan perguruan tinggi dapat dilanjutkan kepada mekanisme pidana. Pasal 18 permendikbud nomor 30 tahun 2021 menyebutkan, “Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 tidak menyampingkan pengenaan sanksi administratif lain dan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Raineka Faturani menjelaskan salah satu faktor yang mendorong terjadinya kasus kekerasan seksual di kampus-kampus adalah relasi kuasa. Pelaku merasa ia memiliki kekuasaan yang dapat mendominasi korban.
“Kasus pelecehan seksual di universitas, umumnya terjadi karena adanya relasi kuasa, di mana para dosen dengan modus mahasiswa diajak untuk melakukan penelitian penelitian, mengajak korban keluar kota, atau modus bimbingan skripsi sehingga terjadi pelecehan seksual fisik atau nonfisik ditengah bimbingan penelitian atau bimbingan skripsi,” papar Raineka.
Pada kasus pelecehan seksual yang dilakukan mahasiswa, dapat terjadi karena kurangnya edukasi dan penyuluhan mengenai aktivitas seksual, dapat juga disebabkan oleh faktor lingkungan di mana pelaku pelecehan merasa memiliki kesempatan untuk melakukan tindakan pelecehan di lingkungan perguruan tinggi.
*Kawan-kawan bisa mengakses artikel-artikel lain terkait Kekerasan Seksual dalam tautan ini