• Narasi
  • Societeit de Harmonie dan Perbedaan Kelas Sosial di Weltevreden

Societeit de Harmonie dan Perbedaan Kelas Sosial di Weltevreden

Societeit de Harmonie menjadi simbol perbedaan kelas sosial di Batavia. Gedung hiburan itu hanya untuk warga Eropa, khususnya pejabat, bangsawan, dan orang kaya.

Koswara

Scriptwriter, Peminat Sejarah, Lulusan Ilmu Hukum Universitas Pasundan (Unpas) Bandung.

Societeit de Harmonie di Weltevreden, Batavia. (Sumber: Wikimedia Commons)

3 April 2024


BandungBergerak.id – Memasuki abad ke-19, perusahaan dagang VOC mengalami kebangkrutan dan kekuasaannya di Batavia diambil alih oleh pemerintah Kerajaan Belanda. Sejak saat itu, dibangun pemukiman baru di Batavia yang diberi nama Weltevreden. Di kawasan ini, pemerintah kolonial membangun gedung hiburan Societeit de Harmonie – tempat berkumpulnya elite Eropa untuk bersenang-senang.

Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels, menganggap Batavia Lama sudah tidak layak huni karena kumuh dan menjadi sumber penyakit. Di bawah pemerintahannya, Kota Batavia yang sudah berdiri selama dua abad itu dirobohkan dan dibangun baru. Daendels mulai menjalankan proyek pembangunan kota baru Weltevreden. Selain pusat bisnis dan administrasi pemerintahan, di Weltevreden juga berdiri tempat hiburan atau clubhouse. Nantinya, Societeit de Harmonie akan menjadi clubhouse paling terkenal di Batavia Baru.

Pembangunan Societeit de Harmonie dimulai pada 2 Februari 1810. Namun, tak berselang lama, pasukan Inggris berhasil menguasai Batavia. Selanjutnya pembangunan Societeit de Harmonie dilanjutkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang baru, Thomas Stamford Raffles dari Inggris.

Raffles menganggap Societeit de Harmonie bukan hanya gedung hiburan, tapi akan menjadi tempat pertunjukan seni dan berkumpulnya masyarakat Eropa –khususnya pejabat, bangsawan, dan orang kaya. Pada 18 Januari 1815, Raffles meresmikan bangunan  Societeit de Harmonie secara simbolis dengan membuang kunci pintu gedung ke Sungai Ciliwung.

Baca Juga: Para Wisatawan yang Berpelesir ke Bandung Era Kolonial Belanda
Anti-Woeker Vereeniging dan Perang Melawan Lintah Darat di Masa Kolonial Belanda
Pertempuran Mode di Era Kolonial

Gaya Hidup Masyarakat Weltevreden

Seperti di kota-kota lainnya di Hindia Belanda, pemerintah kolonial juga membatasi interaksi antar masyarakat. Hal ini disebut politik segregasi yang sudah diterapkan sejak abad ke-18. Politik segregasi membagi penduduk di Batavia menjadi tiga golongan. Golongan pertama adalah penduduk Eropa, golongan kedua terdiri dari penduduk Timur Asing (Tionghoa dan Arab), dan golongan terakhir yakni penduduk Bumiputra.

Dalam artikel “Gaya Hidup Masyarakat di Kawasan Weltevreden, Batavia Tahun 1900-1942” yang ditulis oleh Hibatullah dan Wijaya, orang Eropa menghuni kawasan perkotaan Weltevreden. Sementara itu, pemukiman Bumiputra berada di pinggiran kota yang tidak terjangkau jalan raya. Ada juga kawasan bernama Passer Baroe yang dihuni oleh masyarakat Tionghoa. Lalu masyarakat Arab tinggal di kawasan Kwitang.

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, orang Eropa menempati strata sosial paling atas dalam kehidupan masyarakat. Adanya perbedaan kelas sosial ini mempengaruhi gaya hidup antara orang Eropa dan Bumiputra. Orang-orang Eropa membawa kebiasaannya ke Weltevreden seperti menonton pertunjukan seni, menari dansa, hingga minum alkohol.

Dalam aktivitas hiburan, orang-orang Eropa akan berkumpul di Societeit de Harmonie untuk menikmati pertunjukan musik dan pesta dansa. Ketika musik dimainkan, orang-orang akan mulai menari mengikuti irama musik. Hal ini menunjukkan bahwa orang Eropa di Weltevreden tidak meninggalkan kebiasaan dan tradisinya meski jauh dari tanah air mereka.

Sedangkan, masyarakat Bumiputra memiliki gaya hidup paling sederhana di Weltevreden dibandingkan masyarakat Eropa. Saat itu, Bumiputra didominasi oleh orang Jawa, Sunda, dan Betawi. Gaya hidup sederhana ini hanya berlaku untuk Bumiputra menengah ke bawah, karena Bumiputra menengah ke atas tinggal di kawasan elite.

Masyarakat Bumiputra memiliki akses terbatas terhadap hiburan. Demi memenuhi kebutuhan akan hiburan, masyarakat Bumiputra melakukan asimilasi dengan budaya lain seperti Tionghoa dan Arab. Dari asimilasi ini muncul beberapa hiburan seperti ondel-ondel, tanjidor, dan pencak silat.

Eksklusivitas Societeit de Harmonie

Politik segregasi melahirkan perbedaan kelas sosial di Weltevreden. Dan dari perbedaan kelas sosial ini mempengaruhi gaya hidup orang Eropa dan Bumiputra khususnya kebutuhan akan hiburan. Seperti yang kita ketahui, orang Eropa akan berkumpul di gedung Societeit de Harmonie untuk menikmati beragam hiburan.

Hanya anggota tetap Societeit de Harmonie yang bisa masuk ke dalam gedung. Ada beberapa aturan bagi orang Eropa untuk masuk ke dalam keanggotaan Asosiasi Harmonie. Diantaranya, calon anggota harus berusia minimal 18 tahun. Kemudian calon anggota harus mengajukan permohonan kepada Dewan Asosiasi dengan menyebutkan nama, umur, pekerjaan, dan tempat tinggal. Dewan Asosiasi akan mempertimbangkan apakah calon tersebut layak atau tidak menjadi anggota tetap selama 14 hari kerja.

Selanjutnya, apabila calon anggota diterima menjadi anggota tetap Asosiasi Harmonie, mereka harus membayar biaya keanggotaan sebesar 15 Gulden ke Dewan Asosiasi. Biaya ini bersifat wajib agar anggota baru diberikan akses penuh ke Societeit de Harmonie. Barulah para anggota akan diundang ke acara-acara yang diadakan di Societeit de Harmonie.

Menurut Yasmin dan Warto dalam artikel mereka yang berjudul “Societeit de Harmonie: European Elite Entertainment Center in the 19th Century in Batavia”, dalam perkembangannya, banyak kegiatan hiburan yang diadakan di Societeit de Harmonie seperti pertunjukan musik orkestra yang dibarengi dengan pesta dansa, dan makan malam.

Sejumlah acara yang digelar akan diiklankan di koran lokal Batavia. Seperti iklan yang dimuat di Bataviasche Courant edisi 2 Mei 1818 mengenai pengumuman pesta di Societeit de Harmonie, berbunyi:

“Pada tanggal 7 Mei 1818, Kamis depan akan diadakan pesta dansa selama enam setengah jam di Societeit de Harmonie di Rijswijk. Heer Caulier, Veekens dan Wijnmalen, tidak akan diundang sebelum membayar tagihan makanan mereka di Konser dan Pesta yang diadakan selama kuartal pertama tahun ini. Pembayaran masih akan diterima pada hari Kamis, 7 Mei 1818, mulai pukul delapan pagi hingga pukul 12 siang.”

Pada masanya, Societeit de Harmonie dianggap sebagai klub paling elite se-Asia. Saking terkenalnya, gedung komunal ini sering dikunjungi oleh para pejabat tinggi dan bangsawan Belanda. Di antaranya Gubernur Jenderal Jan Jacob Rochussen, sampai Pangeran Hendrik dari Belanda sempat menghadiri pesta dan resepsi yang digelar di Societeit de Harmonie.

Societeit de Harmonie menjadi ruang bagi masyarakat Eropa untuk menunjukkan identitas dan pengaruh sosialnya. Pada hierarki masyarakat kolonial, orang Eropa menduduki strata sosial paling tinggi dibandingkan kelas sosial lainnya. Mereka dengan mudahnya dapat mengakses berbagai hiburan. Sebaliknya, pemerintah Hindia Belanda tidak memberikan ruang bagi penduduk Bumiputra untuk memenuhi kebutuhan hiburannya. 

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//