• Opini
  • NONTON FILM: Dune, Ketika Masyarakat Menjadi Komoditas Bagi Duet Maut Kekuasaan dan Agama

NONTON FILM: Dune, Ketika Masyarakat Menjadi Komoditas Bagi Duet Maut Kekuasaan dan Agama

Film Dune menunjukkan bagaimana agama dan kekuasaan bersekongkol menumpahkan darah rakyat yang terlanjut meyakini kepercayaan yang sudah tercemar.

Andi Rafli Alim Rimba Sose

Mahasiswa Universitas Padjadjaran (Unpad)

Film Dune disutradarai Denis Villeneuve dan diproduksi Legendary Pictures. (Tangkapan layar laman resmi Legendary Pictures)

7 April 2024


BandungBergerak.idDune merupakan film yang diekranisasi dari buku yang ditulis oleh Frank Herbert pada tahun 1965. Dune menjadi sekuel yang telah memiliki dua film sejauh ini, yaitu Dune (2021) dan Dune: Part Two (2024). Film ini mengisahkan permasalahan kompleks mengenai kekuasaan, agama, dan pemberontakan.

Film yang disutradarai oleh Denis Villeneuve dan diproduksi oleh Legendary Pictures ini merupakan ekranisasi dari novel dengan berfokus pada karakter utama bernama Paul Atreides, anak dari seorang pewaris tahta dari seorang Duke dan seorang petinggi agama di semesta Dune. Film ini memiliki semesta yang kacau, kejam, dan rusak. “This world is beyond cruelty,” kata Paul Atreides.

Leto Atreides, ayah dari Paul Atreides diberikan tanggung jawab oleh kekaisaran, pemimpin tertinggi di semesta Dune, Emperor Shaddam IV untuk memimpin salah satu planet terpenting di semesta Dune, Arrakis yang sebelumnya dikuasai oleh keluarga besar lain, yaitu Harkonnen. Arrakis menjadi salah satu planet terpenting dalam semesta ini karena menjadi satu-satunya planet yang memiliki sumber daya paling penting dan berharga di semesta Dune, yaitu the spice atawa rempah-rempah. “He who controls the spice controls the universe,” kata Vladimir Harkonnen.

Akan tetapi, penunjukkan Atreides sebagai pemimpin baru di Arrakis merupakan awal dari kehancuran dari keluarga mereka. Tidak lama setelah kepemimpinan Atreides di Arrakis, mereka diserang dan dibantai di daerah kekuasaan mereka sendiri oleh pemimpin planet sebelumnya, Harkonnen dengan bantuan kekaisaran.

Leto Atreides, pemimpin keluarga Atreides merupakan orang yang disegani oleh keluarga besar lainnya. Dengan itu, sang kaisar, merasa cemburu sekaligus terancam, sehingga dia dan Harkonnen merencanakan pembantaian dari keluarga Atreides, dengan Jessica dan Paul sebagai pengecualian.

Saat datang ke Arrakis, Paul Atreides disambut oleh masyarakat asli yang menghuni Arrakis, Fremen. Mereka menyerukan Paul Atreides dengan beberapa sebutan, di antaranya adalah Lisan Al Ghaib dan Mahdi. Para Fremen percaya terhadap sebuah ramalan, bahwa nanti akan ada seseorang yang akan menuntun mereka ke surga, dia adalah sang Mahdi, sang Messiah, dan semua ramalan ini merujuk kepada satu orang, yaitu Paul Atreides.

Tanpa para Fremen tahu, bahwa ramalan yang mereka ketahui adalah ramalan yang direka oleh sebuah organisasi rahasia  tujuan tertentu, yaitu Bene Gesserit, kelompok yang juga ibu dari Paul Atreides, Jessica termasuk dari bagiannya. Bene Gesserit adalah kelompok rahasia yang tersebar di seluruh galaksi yang ada di Dune. Selain itu, tidak banyak yang diketahui dari organisasi ini.

Bene Gesserit sedari lama telah memanipulasi agama yang dipercayai oleh para Fremen dan semua masyarakat di seluruh semesta Dune. Mereka sengaja memanipulasi semua agama demi kepentingan mereka nantinya. Hal yang sama seperti yang terjadi kepada Paul Atreides yang diramalkan menjadi Mahdi bagi Arrakis.

Bagaimana Masyarakat Menjadi Komoditas Bagi Kekuasaan dan Agama

Setelah keluarga Atreides mengalami pembantaian dan pengkhianatan, dan pengejaran oleh Harkonnen dan kekaisaran, Paul dan Jessica berhasil selamat setelah mendapatkan bantuan dari para Fremen. Dari sinilah perencanaan pemberontakan dan balas dendam direncanakan oleh Jessica dan kemudian Paul.

Paul bergabung dengan pasukan tempur dari Fremen. Setelah banyaknya pertempuran yang dilakukan oleh Fremen terhadap pemimpin baru di Arrakis, Paul membuktikan kemahirannya di medang perang, Paul mulai diakui sebagai bagian dari Fremen. Di sini juga akhirnya Paul mendapatkan kepercayaan dari Fremen, dan kepercayaan Fremen terhadap Paul sebagai sang Mahdi meningkat.

Jessica, yang telah mengetahui detail mengenai ramalan mengenai sang Mahdi, mengawali rencananya untuk mendapatkan bantuan dari Fremen. Jessica ditunjuk menjadi pewaris dari salah satu ketua pemuka agama yang ada di Fremen setelah pemuka agama sebelumnya sudah berada di ujung usianya.

Paul awalnya menolak untuk melakukan pemberontakan terhadap Harkonnen. Akan tetapi, setelah dibujuk dan mendapatkan tekanan dari ibunya dan masyarakat Fremen yang lain, akhirnya Paul memainkan perannya sebagai Mahdi yang akan menuntun Fremen ke Surga.

“I am Paul Muad'Dib Atreides, Duke of Arrakis. The Hand of God be my witness, I am the Voice from the Outer World! I will lead you to paradise!” demkikian kata Paul Muad’Dib Atreides.

Dari sinilah perang suci antara Fremen dan Harkonnen dimulai – dalam versi novel, perang ini disebut jihad. Paul memimpin penyerangan Fremen terhadap Harkonnen dan juga kekaisaran. Dengan hebatnya daya tempur dan semangat jihad yang dimiliki Fremen, penyerangan akhirnya dimenangkan oleh Paul dan para Fremen. Harkonnen dan kekaisaran dipaksa tunduk kepada Paul dan para Fremen.

Baca Juga: Film Bumi Manusia, antara Idealisme Pembaca dan Pragmatisme Industri Film
Ramadan di Bandung Dulu dan Kini (7): Nonton Film di Bioskop
Merefleksikan Persoalan Sungai dan Sampah melalui Film Dokumenter

"This prophecy is how they enslave us!" kata Chani

Kompleksitas dari film ini menjelaskan bagaimana mudahnya seseorang digiring oleh kepercayaan atau agama yang mereka miliki. Bagaimana segelintir orang memiliki kemampuan untuk memanipulasi agama yang seharusnya menjadi hal yang sakral. Bagaimana kepercayaan dapat membutakan seseorang sehingga rela menghalalkan darahnya, saudaranya, dan musuhnya untuk menggapai surga.

“Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of a heartless world, and the soul of soulless conditions. It is the opium of the people,” demikian kalimat masyhur dari Karl Marx.

Para Fremen adalah contoh nyata dari kutipan di atas. Para Fremen yang tertindas dan terasingkan dari tanahnya sendiri memiliki harapan untuk hidup dari kepercayaan bahwa akan ada penyelamat yang datang kepada mereka. Setelah mereka melihat tanda-tanda itu, mereka mendapatkan kembali semangat hidup mereka. Mereka melawan.

Kepercayaan yang mereka miliki melawan akal sehat mereka. Mereka menolak pendapat dari orang-orang mereka sendiri yang tidak percaya akan ramalan. Mereka rela mengorbankan jiwanya dan jiwa-jiwa dari orang lainnya untuk mencapai surga yang mereka impikan.

Kekuasaan dan ketidakinginan untuk terebutnya kekuasaan yang telah dimiliki telah dibuktikan di berbagai sejarah yang ada di dunia. Orang-orang berebut kekuasaan rela melakukan apa saja untuk mendapatkan tahta kekuasaan. Hal ini juga yang terjadi di dalam semesta Dune.

Paul Atreides, sang Messiah memiliki kekuatan untuk dapat melihat ke masa depan dan masa lalu. Dalam pengelihatannya ke masa depan, ia melihat bahwa perlawanan yang akan ia lakukan akan melahirkan kesengsaraan ke penjuru dunia. Akan tetapi, keinginan untuk membalaskan dendam dan keinginan untuk berkuasa mendorong Paul untuk tetap melakukan perlawanan yang bereskalasi menjadi perang besar di seluruh dunia.

“Power tends to corrupt. Absolute power corrupts absolutely,” demikian hasil renungan Lord Acton.

Keinginan untuk berkuasa dimiliki oleh tiga tokoh inti dalam film ini: Paul Atreides, Baron Harkonnen, dan Emperor Saddam IV. Emperor Saddam IV tidak ingin dan takut kekuasaan yang telah ia pertahankan sekian lamanya akan jatuh ke tangan keluarga Atreides yang juga dihormati oleh keluarga besar lainnya. Maka, ia merencanakan pembantaian kepada keluarga Atreides.

Baron Harkonnen, memanfaatkan situasi di mana ia akan digunakan oleh kekaisaran untuk membantai keluarga Atreides untuk kembali memimpin Arrakis dan juga berencana untuk memperluas kekuasaannya untuk menjadi kaisar. Pembantaian keluarga Atreides oleh Harkonnen membuat mereka menempati tahta Arrakis, lalu apabila kekaisaran memutuskan untuk berkhianat, mereka akan menyebarkan informasi di mana mereka disuruh membantai keluarga Atreides oleh kekaisaran untuk menimbulkan ketidakpercayaan kepada kekaisaran, sehingga mereka bisa memanfaatkan situasi itu untuk menurunkan tahta kekiasaran.

Di sisi lain, Paul Atreides memanfaatkan kepercayaan para Fremen untuk ambisinya. Dia dan ibunya, Jessica mulai merencanakan bagaimana agar para Fremen percaya sepenuhnya kepada mereka. Jessica melakukan kegiatan diplomasi dengan membaur di masyarakat dan memanfaatkan posisinya sebagai ketua keagamaan dari suku Fremen, sedangkan Paul berada di lingkungan peperangan dan membangun kepercayaan para pasukan tempur Fremen. Kombinasi sempurna untuk mengkomodifikasi kepercayaan para Fremen yang telah tercemar.

Pada akhirnya, sekuel film Dune berhasil menggambarkan bagaimana menjijikannya para penguasa dan bagaimana mereka memperoleh kekuasaannya. Bagaimana agama dapat menjadi alat untuk memperoleh keuntungan dari segelintir orang. Bagaimana agama dan kekuasaan adalah kalimat yang dapat memiliki pengaruh yang besar dalam masyarakat.

**Kawan-kawan bisa membaca lebih lanjut tulisan Andi Rafli Alim Rimba Sose atau artikel-artikel lain tentang Nonton Film

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//