Kekayaan Perairan Indonesia tidak Mensejahterakan Rakyat

Perairan Indonesia khususnya di utara Jawa mengalami krisis karena banyaknya industri yang menyebabkan penurunan muka tanah.

Kampung nelayan Cemara Kulon, Indramayu, penduduknya sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, petani garam, dan pengolah ikan asin. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah12 April 2024


BandungBergerak.id - Indonesia dikaruniai kekayaan laut yang luas. Sayangnya, kekayaan sumber daya alam perairan ini belum bisa mensejahterakan rakyat. Pakar Kelautan dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjajaran (Unpad) Yudi Nurul Ihsan mengatakan, kekayaan perairan Indonesia bahkan bisa dilihat dengan mengamati jenis mikroorganismenya saja.

Namun, kekayaan dan potensi di laut Indonesia memiliki permasalahan yang sangat besar. Di antaranya turunnya produktivitas serta keberlanjutan dari pengelolaan sektor perikanan dan akuakultur. Hal ini disebabkan eksploitasi tinggi akan permintaan. Belum lagi dengan meningkatnya jumlah penduduk di wilayah pesisir.

Dekan Fakultas Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad ini telah melakukan metode riset dengan Causal Chain Analysis serta pedekatan DPSIR dengan mencoba menguraikan driving force (faktor penyebab), penekanan (pressure), dampak dari perubahan (impact), dan terakhir responses (respons dari stakeholder atau subject terkait perubahan tersebut) yang dibiayai oleh Global Environment Faculity.

“Hingga adanya overlapping kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah. Bahkan jika berbicara mengenai kebijakan yang berubah-ubah, itu paling banyak di sektor perikanan. Itulah mengapa terjadi penurunan produktivitas dan keberlanjutan di sektor perikanan,” kata Yudi, diakses dari laman resmi, Jumat, 5 April 2024.

Turunnya produktivitas di perairan mengakibatkan degdradasi habitat ekosistem maritim. Hal ini dikarenakan tingginya ekspoitasi di wilayah pesisir yang meningginya angka pertumbuhan penduduk.

“Tekanan masyarakat terhadap kebutuhan makanan yang tinggi tanpa disertai tata kelola yang baik. Hal ini mendorong pemanfaatan wilayah pesisir menjadi tumpang tindih,” ungkap Yudi.

Selain itu, pencemaran di laut Indonesia menjadi permasalahan lainnya. Guru Besar Unpad ini mengatakan, Indonesia menjadi salah satu penyumbang sampah plastik di urutan kedua di dunia. Apabila sampai tahun 2050 tidak dibenahi jumlah sampah plastik mengalahkan populasi ikan.

Populasi ikan yang terancam telah menyebabkan kehilangan keanekaragam hayati di Indonesia. Beberapa spesies kunci di laut Indonesia menjadi punah. “Akibat tingginya permintaan terhadap produk maritim sehingga menyebabkan penangkapan yang tidak terkendali,” ucap Yudi.

Masalah yang paling genting saat ini adanya perubahan iklim global menjadi faktor besar di perairan Indonesia.

Permasalahan di Perairan Utara Jawa

Menyikapi krisis iklim di perairan Indonesia terkhusus di pesisir utara Jawa, pemerintah Indonesia merencakan proyek tanggul laut raksasa atau giant sea wall sebagai klaim penyelamatan pesisir utara Jawa dari ancaman kenaikan permukaan air laut dalam.

Rencana tersebut dibahas dalam  Seminar Nasional “Strategi Perlindungan Kawasan Pulau Jawa, Melalui Pembangunan Tanggul Pantai dan Tanggul Laut (Giant Sea Wall)” diselengagrakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia dan Universitas Pertahanan RI, 10 Januari 2024 lalu.  

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan, pembangunan giant sea wall bisa mencegah naiknya air laut yang menyebabkan hilangnya sebagian lahan warga di kawasan utara Jawa.

“Kualitas hidup sebagian rakyat kita mengenaskan. Ini sama sekali tidak manusiawi dan tidak boleh dianggap lumrah. Hal tersebut akan berdampak 15 tahun ke depan. Gagasan ini sangat penting dikarenakan potensi yang berada di kawasan pantai utara Jawa sangatlah besar dan turut menentukan masa depan bangsa,” ucap Prabowo, diakes di halaman resmi, Jumat, 5 April 2024.

Menhan Prabowo meyebut gagasan Giant Sea Wall menjadi perhatian berbagai instansi pemerintahan. “Segera kita percepat pembangunan Giant Sea Wall untuk menyelamatkan masa depan bangsa Indonesia, terutama 50 juta rakyat kita yang hidup di pantai utara Jawa, aset-aset ekonomi,” tegasnya.

Baca Juga: Jutaan Lembar Sampah Plastik Cemari Laut Indonesia
Menikmati Listrik dari Matahari Cirata, PLTS Berpotensial Dibangun di Laut
Seruan Penolakan Ekspor Pasir Laut dari Walhi untuk Presiden Joko Widodo

Kritik Walhi Terhadap Proyek Tanggul Raksasa

Rencana pemerintahan membangun kembali tanggul dengan mereklamasi laut menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) sebagai sesat pikir pembangunan. “Proyek tersebut tidak akan menjawab akar persoalan kehancuran ekologis Pulau Jawa yang selama ini telah dieksploitasi untuk kepentingan industri ekstraktif baik di darat maupun di pesisir, laut, dan pulau kecil,” tulis Walhi, dalam rilis resmi Tanggul Laut Raksasa, Solusi Palsu Krisis Iklim sertaa Percepat Kebangkrutan Ekologis Daratan dan Perairan Pulau Jawa, diakses, Jumat, 5 April 2024.

Walhi menilai pesisir utara Jawa dari Banten sampai Jawa Timur banyak dibebani izin industri skala besar yang mengakibatkan penurunan muka tanah secara cepat. Jika Pemerintah ingin menghentikan penurunan muka tanah di pesisir utara Jawa, maka solusinya bukan dengan membangun tanggul laut raksasa, tetapi dengan mengevaluasi dan mencabut berbagai izin industri besar di sepanjang pesisir utara Jawa.

Proyek tanggul laut raksasa akan menghancurkan wilayah tangkapan ikan di Utara Jawa yang selama ini menjadi wilayah tangkapan ikan ratusan ribu nelayan tradisional. Selain itu, proyek ini akan membutuhkan pasir laut yang tidak sedikit.

Sumber daya perikanan di perairan Jawa mengalami kondisi yang mengkhawatirkan, berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor 19 tahun 2022 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan, Jumlah Tangkapan Ikan Yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. “Sumber daya ikan telah mengalami fully exploited sebesar 67 persen, dan over exploited sebesar 22 persen,” tegas Walhi.

“Data tersebut mengatakan bahwa perairan utara Jawa perlu dipulihkan karena selama ini telah dieksploitasi tanpa henti,” kata Walhi.

Pembangunan tanggul raksasa akan semakin mengancam stok sumber daya ikan sebagai protein masyarakat dan keanekaragaman hayati di perairan Utara pulau Jawa. Kepunahan ini disebabkan oleh dua hal yaitu penangkapan ikan yang over exploited serta kehancuran ekosistem pesisir dan laut akibat aktivitas industri.

“Dalam jangka panjang, ambisi pembangunan tanggul laut raksasa atau giant sea wall akan mempercepat kepunahan spesies flora dan fauna lainnya di perairan Pulau Jawa,” jelas Walhi.

Walhi dengan tegas meminta pemerintah untuk menghentikan rencana pembangunan tanggul laut menjadi agenda pemulihan sosial ekologis pulau Jawa, baik daratan maupun lautannya menjadi agenda utama rencana pembangunan.

*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau artikel-artiikel lain tentang Laut Indonesia

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//