• Lingkungan Hidup
  • Menikmati Listrik dari Matahari Cirata, PLTS Berpotensial Dibangun di Laut

Menikmati Listrik dari Matahari Cirata, PLTS Berpotensial Dibangun di Laut

Ada ironi di balik megahnya PLTS Cirata. Sebuah kampung di sekitar Cirata, Cijuhung, belum optimal teraliri listrik.

Panel surya menghampar di pembangkit listrik tenaga surya terapung Cirata, Kabupaten Cianjur-Purwakarta, 12 September 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul2 Februari 2024


BandungBergerak.idSebagai negara beriklim tropis, Indonesia mendapat sinar matahari sepanjang tahun. Itulah mengapa pemanfaatan energi terbarukan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) memiliki potensi yang begitu tinggi. Saat ini, Indonesia memiliki PLTS Terapung Cirata yang diklaim merupakan Terapung terbesar di Asia Tenggara dan ketiga terbesar di dunia.

PLTS Terapung Cirata terletak di waduk Cirata yang secara administratif masuk ke dalam dua wilayah, yaitu Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bandung Barat. Pembangkit listrik ramah lingkungan ini merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang baru diresmikan pada awal November tahun 2023 lalu oleh Presiden Joko Widodo.

PLTS Terapung Cirata merupakan rangkaian modul panel surya yang diapungkan di atas air menggunakan pelampung dan ditambatkan ke jangkar di dasar waduk. Total terdapat 13 “pulau” panel surya yang berukuran 430 meter x 230 meter dan masing-masingnya berkapasitas 15,7 MW. Keseluruhan panel surya ini mampu menghasilkan listrik sebesar 192 MWp (Mega Watt peak) yang dialirkan ke sistem kelistrikan Jawa – Madura – Bali (Jamali).

Selain panel surya, PLTS Terapung Cirata juga memiliki inverter, yaitu alat yang mengubah listrik dari DC ke AC. PLTS Terapung Cirata memiliki total 49 inverter, masing-masingnya berkapasitas 3,4 MW. Luas keseluruhan pulau panel surya ini mencapai hingga 250 hektare yang mendiami dua persen dari total 10 persen luas waduk Cirata yang bisa dimanfaatkan untuk lokasi PLTS Terapung.

Direktur Operasional PMSE (PT. PLN Nusantara Power dan Masdar Solar Energy) PLTS Terapung Cirata Dimas Kaharudin menyebutkan, kelebihan PLTS Terapung adalah mudah dalam skema pembebasan lahan. Dimas tak menampik PLTS memiliki banyak jenis dan masing-masing jenisnya memiliki kelebihan dan kekurangan.

“Seperti yang kita lihat di belakang ini luasnya kurang lebih parimeterenya lebih 200 - 250 hektare,” terang Dimas di depan kantor PLTS Terapung Cirata, posisinya membelakangi pulau panel surya, Rabu, 24 Januari 2024.

“Kalau kita menggunakan PLTS skala ini di darat, berarti kita harus membebaskan lahan 200 hektare. Di pulau Jawa ini sepertinya akan kesulitan untuk membebaskan lahan seluas itu karena masih bisa digunakan untuk kepentingan lain,” sambung Dimas.

Pengoperasian PLTS Terapung Cirata merupakan kombinasi yang cocok dengan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Cirata. Ia menegaskan, PLTS bersifat intermittent atau naik-turun sehingga jika tak diatasi akan berpengaruh pada jaringan listrik.

Kombinasi dengan PLTA sangatlah tepat yang memiliki kapabilitas lebih baik untuk menstabilkan sistem dibandingkan pembangkit yang lain. Sehingga ketidakstabilan PLTS dapat dikompensasi oleh PLTA. Keutungan lainnya adalah energi yang dibangkitkan dari kombinasi kedua pembangkit ini bisa terprediksi.

“Misalnya musim kemarau, itu PLTA cenderung produksinya rendah atau mungkin tidak dioperasikan karena tidak mendapatkan persediaan air. Namun ketika ada PLTS terapung, maka produksi PLTA akan turun dan PLTS akan naik. Begitupun sebaliknya. Jadi apa pun itu musim panas atau musim hujan, dua-duanya akan bermanfaat,” jelas Dimas.

Dimas juga menyebutkan kalau Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang tinggi dari sang surya ini. Ia mengklaim, PLTS Terapung cenderung menghasilkan listrik lebih banyak dibandingkan PLTS jenis lain dengan kapasitas dan kondisi yang sama ketika diletakkan di darat. PLTS Terapung lebih efisien sebab memiliki mekanisme pendinginan yang lebih baik karena berada di atas permukaan air.

Karena efisiensi PLTS Terapung ini, Indonesia bisa mengembangkan PLTS Terapung untuk mengalirkan listrik ke seluruh negeri. Baik badan air tawar maupun air laut, keduanya potensial untuk pemanfaatan PLTS Terapung. Pihaknya pernah menganalisa, jika 20 persen permukaan badan air dari seluruh Indonesia dimanfaatkan untuk PLTS, potensi listrik yang dihasilkan sebanyak 17 Gigawatt bahkan lebih.

Potensi PLTS Terapung bahkan akan lebih besar ketika diimplementasikan di laut. Indonesia memiliki luas lautan yang jika dimanfaatkan untuk melistriki dari Sabang sampai Merauke, hanya membutuhkan PLTS Terapung seluas pulau Madura atau pulau Merauke.

“Kalau kita bisa memecahkan teknologi membuat PLTS terapung di laut maka kita tidak akan lagi pusing memikirkan energi listrik. Jadi dengan luasan lautan sekecil itu kita bisa melistriki dari Sabang sampai Merauke tanpa emisi, zero karbon. Itu menunjukan bahwa potensi kita, PLTS terapung di Indonesia itu adalah sangat besar,” terangnya.

PLTS Terapung Cirata memberikan kontribusi pada Net Zero Emission (NZE) 250-300 GWh per tahun. Penggunaan PLTS Terapung Cirata ini diklaim merupakan trend setter energi terbarukan skala besar dengan tarif yang sangat ekonomis.

 Pulau-pulau panel surya di PLTS Terapung Cirata, Kabupaten Purwakarta, Rabu, 24 Januari 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Pulau-pulau panel surya di PLTS Terapung Cirata, Kabupaten Purwakarta, Rabu, 24 Januari 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Dikelola Konsorsium, Melibatkan Ribuan Pekerja Lokal

PLTS Terapung Cirata dikembangkan secara serius mulai tahun 2017, ditandai dengan tanda tangan perjanjian antara PT. PLN Nusantara Power dengan perusahaan pengembang dari Uni Emirat Arab, Masdar. PMSE, perusahaan yang menaungi PLTS Terapung Cirata merupakan konsorsium dari dua perusahaan tersebut. Sebanyak 51 persen sahamnya dimiliki oleh Indonesia melalui PT. PLN Nusantara Power, 49 persen sisanya dimiliki oleh Masdar.

PSN di bidang energi ini memiliki nilai proyek mencapai dua triliun. Adapun skema bisnis yang diterapkan pada PLTS Terapung Cirata adalah skema PPA dengan pembeli listrik (offtaker) yaitu PLN. Listrik yang dihasilkan dari PLTS ini masuk ke aliran PLN Distribusi, lalu PLN yang mendistribusikan ke rumah-rumah masyarakat maupun industri.

Dimas membeberkan, proses konstruksi PLTS Terapung Cirata berlangsung selama kurang lebih dua tahun. Pada masa konstruksinya melibatkan 1.400 pekerja lokal dari kawasan sekitar, seperti Purwakarta, Bandung Barat, dan Cianjur. Namun, ia menyebutkan pula, setelah proses konstruksi rampung, para pekerja menyusut.

“Saat ini jumlah pekerja yang terlibat sudah menurun, dari 1.400 (orang) ke skitar 200 orang. Namun untuk proses pemeliharaan dan operasi, estimasi itu akan menjadi sekitar 60 atau 100 orang. Jadi itu yang akan sustain selama pelaksanaan PLTS Terapung Cirata ini,” ungkap Dimas lagi.

BandungBergerak.id pernah menayangkan sebuah liputan cerita foto tentang Kampung Cijuhung yang baru dialiri listrik selama lima tahun ke belakang. Kondisi kampung ini menjadi ironi, ia dekat dengan PLTA Cirata, tapi baru merasakan listrik dan kadang tak optimal. Dimas menyebut, pihaknya tidak bisa memastikan dengan adanya PLTS Terapung Cirata kampung tersebut dapat menikmati listrik dengan lebih baik. Sebab, kewenangan distribusi listrik ada di PLN.

“Listrik dari PLTS Terapung Cirata ini tidak bisa langsung ke konsumen. Karena listriknya itu pengeluaran dari inverter itu 20.000 volt dan langsung kapasitas besar, 100an mega sehingga tidak bisa ke rumah. Oleh karena itu secara tanggung jawab itu berada di PLN distribusi untuk melistriki masyarakat,” jawab Dimas.

Namun begitu, pihaknya mengklaim memiliki program CSR untuk masyarakat sekitar berfokus di sektor pendidikan. Pihaknya melakukan perbaikan sekolah-sekolah yang dekat dengan area PLTS Terapung Cirata.

Baca Juga: Peran PLTA Cirata Amat Tergantung pada Upaya Menjaga Kelestarian Lingkungan
RPH Ciroyom Dijamin tak Terganggu Proyek Strategis Nasional
Orang Muda Berkoalisi Menuntut Keadilan Ekologis di Jawa Barat, Soroti Penanganan Sampah Hingga Proyek Strategis Nasional

Direktur Operasional PMSE PLTS Terapung Cirata, Dimas Kaharudin saat memberikan penjelasan terkait PLTS Terapung Cirata, Kabupaten Purwakarta, Rabu, 24 Januari 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)
Direktur Operasional PMSE PLTS Terapung Cirata, Dimas Kaharudin saat memberikan penjelasan terkait PLTS Terapung Cirata, Kabupaten Purwakarta, Rabu, 24 Januari 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Potensial Dikembangkan Lebih Lanjut

Manajer Program Transformasi Energi Institure Essential Services Reform (IESR) Deon Arinaldo menyebutkan, PLTS Terapung Cirata menjadi tumpuan penting bagi dekarbonisasi sektor energi di Indonesia. Ia juga mengapresiasi kombinasi PLTS Terapung Cirata dan PLTA Cirata yang berdekatan, saling mengisi dan mendukung operasi sistem kelistrikan Jamali.

“Berdasarkan kajian IESR, terdapat potensi teknis Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung mencapai 28,4 gigawatt (GW) tersebar di 783 lokasi badan air di seluruh Indonesia. PLTS terapung dapat menjadi strategi nasional mengembangkan energi terbarukan dan mencapai NZE 2060 atau lebih awal,” ungkapnya.

Dosen Teknik Kimia Swiss German University Bidang Energi dan Lingkugan Irvan Kartawiria menyebut, dengan pemanfaatan energi terbarukan surya, Indonesia sadar dengan potensi yang dimiliki. Sayangnya, pemasangan PLTS di darat akan kerap kali bersinggungan dengan persoalan lahan.

“Pendekatan menggunakan PTLS Terapung merupakan pendekatan yang masuk akal untuk Indonesia. Apalagi dengan penjelasan bahwa ini bisa direplikasi bukan hanya di danau buatan atau bendungan seperti di Cirata, tapi juga bahkan di laut pada akhirnya. Artinya itu kan masalah lahan dan ketersebarannya juga jadi bisa meluas di berbagai tempat yang memiliki badan air yang stabil,” jelas Irvan saat ditemui di Bandung.

Irvan melanjutkan, biasanya solusi pemasangan PLTS di atas atap. Tetapi atap juga memiliki kemiringan yang berbeda-beda yang memiliki pengaruh optimal tidaknya dalam penyerapan energi. Atau solusi lainnya saat pemasangan PLTS di darat, ketika harus “menutupi lahan”, baik lahan produktif maupun yang tidak, atau pemasangan pada bangunan eksisting, seperti di parkiran mal maupun di atap perkantoran atau industri.

“Kalau disengajakan di satu area khusus yang kita tutup, meskipun misalnya itu hanya padang rumput, tapi kan itu ada dampak terhadap lingkungan. Tapi kalau di air kecenderungannya lebih ringan, karena air biar bagaimanapun dia kan mengalir,” jelas Irvan.  

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Awla Rajul atau artikel lain tentang Energi dan Proyek Strategis Nasional

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//