Aktivis Lingkungan Menyerukan Bumi Pasundan agar Bebas dari Plastik dan Polutan, Pengelolaan Sampah Jawa Barat masih Bermasalah
Koalisi aktivis lingkungan Jawa Barat prihatin dengan pencemaran plastik di darat dan air. Penggunaan TPA Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat terus dipaksakan.
Penulis Tim Redaksi23 April 2024
BandungBergerak.id - Aktivis lingkungan dari koalisi Berkeadilan Ekologis Antargenerasi melakukan aksi Hari Bumi Internasional di kawasan Taman Cikapayang, Bandung, Senin, 22 April 2024. Mereka menyoroti tingginya tingkat polutan plastik di Jawa Barat.
Jawa Barat khususnya kawasan Bandung Raya sendiri belum bebas dari permasalahan sampah baik sampah plastik maupun organik. Untuk sampah organik, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melakukan menjadikan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti sebagai tempat pengelolaan kompos (TPK). Padahal, Sarimukti telah melebihi kapasitas atau overload yang semestinya ditutup pada 2017. Penggunaan TPA Sarimukti terkesan dipaksakan.
Aksi yang diinisiasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat ini bertujuan mengedukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat agar segera menghentikan penggunaan plastik sekali pakai. Kampanye dilakukan melalui penampilan seni rupa dan tata busana dengan tema yang menyoroti isu krisis lingkungan.
Isu yang mereka usung masih sama dengan dengan isu-isu tahun sebelumnya, yaitu pencemaran lingkungan khususnya planet vs plastics. Di Jawa Barat, sampah plastik mencemarin daratan dan air. Polutan plastik ini kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui hewan air seperti ikan yang dikonsumsi.
Dani Setiawan selaku Staf Advokasi Kampanye Walhi Jawa Barat menyatakan, pencemaran sampah plastik dapat dilihat dari lingkup terkecil Jawa Barat, yakni Bandung Raya. Bandung Raya menurutnya sudah pada tahap darurat di mana timbunan sampah plastik meningkat setiap tahunnya. Ia berharap masyarakat segera membatasi produksi sampah plastik yang sangat membahayakan tidak hanya mencemari lingkungan tetapi juga mencemari tubuh manusia.
“Masyarakat harus bijak dalam menggunakan sampah plastik sekali pakai khususnya, sehingga isu yang kami fokuskan adalah polutan-polutan plastik yang sudah banyak mencemari bagian-bagian dari belahan bumi ini,” kata Dani Setiawan di sela-sela aksi.
Kawasan perkotaan Bandung Raya mestinya menjadi percontohan dalam pengelolaan sampah. Tetapi kenyataannya, kebijakan-kebijakan pengelolaan lingkungan hidup di perkotaan belum begitu tepat. Contohnya, upaya-upaya seperti penanganan sampah dengan bank sampah masih mengalami kendala dalam pelaksanaannya.
“Bank sampah ini tidak mau menerima plastik sekali pakai, ini yang menjadi masalah, yang akhirnya sampah plastik sekali pakai ini berakhir pada tempat pembuangan akhir,” ujar Dani.
Salah satu kebijakan terbaru yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah sampah plastik adalah dengan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Namun, PLTSa bukanlah solusi yang tepat dalam mengatasi sampah plastik.
“Pemerintah selalu menggunakan solusi palsu salah satunya PLTSa. Mereka mencanangkan itu dari segi anggarannya pun bermasalah, mereka meminjam ke luar negeri, kemudian dari segi teknologi yang sulit, dan menghasilkan emisi yang banyak berdampak buruk,” terangnya.
Melalui aksi ini, koalisi Berkeadilan Ekologis Antargenerasi mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk peduli dan bijak terhadap lingkungan serta mengawal para pemangku kebijakan untuk memperhatikan lingkungan.
TPA Sarimukti Dipaksakan
TPA Sarimukti sudah lama mengalami kelebihan kapasitas, namun hingga kini TPA di Kabupaten Bandung Barat ini masih dipaksakan untuk dipakai sebagai tempat kompos atau Tempat Pengolahan Kompos (TPK) Sarimukti.
Direktur WALHI Jawa Barat Wahyudin menyebut pengomposan yang akan dilakukan Pemprov Jabar belum tepat. Komposisi sampah adalah 50 persen organik. Sampah organik menimbulkan pencemaran lingkungan serius dan memicu kebakaran karena menghasilkan gas metana.
Sebaliknya, Wahyudin menyarankan agar TPA Sarimukti tidak menerima sampah bekas makanan atau sampah organik. “Yang paling tepat bahwa pemerintah sudah wajib menjalankan pelarangan sampah food waste ke Sarimukti, karena volume yang paling besar timbulan sampah yang masuk ke Sarimukti adalah sampah organik," kata Wahyudin, Sabtu, 20 April 2024.
Menurutnya, Pemprov Jabar perlu menjalankan pengawasan sampah di tingkat kabupaten atau kota sesuai UU Nomor 18 tahun 2008 tentang pengeloaan sampah. Walhi Jawa Barat mendorong agar bisa memastikan terjadinya Perjanjian Kerja Sama yang ditandatangani oleh Kabupaten dan Kota terkait pelarangan pembuangan sampah food waste ke Sarimukti.
“Baik gubernur sebelumnya dan PJ Gubernur saat ini belum menjalankan fungsinya. Belum dapat mempengaruhi kebijakan salah satunya dalam pelarangan pembuangan sampah food waste ke Sarimukti,” tegas Wahyudin.
Sampah yang masuk ke Sarimukti yang sudah overload perlu dibatasi. Tidak hanya itu, pemerintah dan masyarakat harus menggubah kebiassaan dan cara berpikir. “TPA bukanlah salah satu tempat pembuangan sampah yang terus bercampur akan tetapi sudah dapat terurai sebelemunya di setiap kabupaten dan kota,” kata Wahyudin.
Baca Juga: Halahbihalal Dago Elos: Setelah Lebaran, Warga Akan Terus Melawan Penyerobotan Tanah
Hal Ikhwal Pelestarian Cagar Budaya di Kota Bandung
Marak Parkir Liar di Bandung, Pemkot tak Mau Disalahkan
TPPAS Regional Legok Nangka
Walhi Jawa Barat mempertanyakan sejauh mana proyeksi TPPAS Regional Legok Nangka sebagai pengganti TPA Sarimukti. Wahyudin menilai operasional TPPAS Regional Legok Nangka belum jelas baik perizinan maupun teknis pengangkutan sampahnya.
“Perdebatan dari dulu yang menjadi masalah adalah perhitungan tipping fee padahal mestinya pemprov harus segera menjalankan hal tersebut dengan cara membahas kembali rencana TPPAS Regional yang telah direncanakan itu,” ujar Wahyudin.
Wahyudin juga mengingatkan pihaknya menolak TPPAS Regional Legok Nangka sebagai PLTSa yang nantinya mengoperasikan insinerator atau tungku pembakaran sampah. Teknologi PLTSa akan menimbulkan masalah baru, yakni polusi dan penggunaan air.
“Belum lagi, penggunaan air yang tinggi sementara krisis air akibat privatisasi air masih terjadi. Di Legok Nangka memiliki kerentanan karena bentuknya cekungan. Hasil ui coba akan menambah zat atau polusi B3,” katanya.
Pemprov Jawa Barat sendiri masih melanjutkan penggunaan TPA Sarimukti yang kini TPK Sarimukti. Data tahun 2023 total sampah tertimbun di TPA Sarimukti sebanyak 15.494.994 meter kubik atau melebihi kapasitas sebesar 786,44 persen.
Sekretaris Daerah Jawa Barat Herman Suryatman mengatakan, zona pembuangan yang dioperasikan di TPK Sarimukti saat ini ada dua, yaitu Zona 2 bisa dioperasikan sampai 30 April 2024 dan Zona sampai September 2024.
“Sedangkan zona 1 dan 4 untuk sementara ditutup karena sudah melebihi daya tampung dan membahayakan tanggul penahan sampah yang terletak di bagian bawah zona penimbunan,” kata Herman, dikutip dari, siaran pers resmi.
Herman menyatakan, peluasan untuk pembangunan Zona 5 sudah direncanakan dan akan dimulai akhir April 2024. Di dokumen perencanaan, zona perluasaan ini bisa dioperasikan selama dua tahun 15 hari dengan timbunan sampah sebesar 1.800 ton per hari. Targetnya beroperasi September 2024
Sebelumnya, pada tanggal 15 Agustus 2024, Gubunernur Jawa Barat menyepakati pembuangan sampah ke Sarimukti maksimal 1.000 ton per hari. Penambahan tumpukan sampah terjadi pada bulan Ramadan sebanyak 1.611 ton per hari sampai mengkhawatirkan kapasitas tampung zona 2.
Kerterbatasan area penimbuhan sampah di Sarimukti meminta agar pemerintah kabupaten dan kota wilayah Bandung Raua untuk mengelola sampah secara mandiri. Sementara, TPPAS Regional Legoknangka baru bisa dioperasikan pada 2028.
*Tulisan ini hasil reportase reporter BandungBergerak.id Muhammad Akmal Firmansyah dan Helni Sadiyah