• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Demokrasi di Bawah Bayang-bayang Kapitalisme, Dampak Uang dan Kekuasaan pada Pemilu

MAHASISWA BERSUARA: Demokrasi di Bawah Bayang-bayang Kapitalisme, Dampak Uang dan Kekuasaan pada Pemilu

Kapitalisme pemilu dapat dilihat dalam peran uang dan pengaruh bisnis dalam proses politik, menciptakan ketidaksetaraan dalam proses politik,

Nabillah Sekar Asri Maheswari

Mahasiswa asal Sukoharjo

Ilustrasi. Surat suara Pemilu.(Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

2 Mei 2024


BandungBergerak.id – Ideologi yang dianut bangsa Indonesia adalah Pancasila, yang mencakup sistem politik Indonesia. Salah satunya melalui penyelenggaraan pemilu berdasarkan konsep Demokrasi Pancasila yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia (dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat).  Namun penyelenggaraan pemilu belakangan ini tampaknya semakin terkontaminasi oleh praktik kapitalisme politik. Jika hal ini terus dibiarkan begitu saja akan berdampak negatif terhadap demokrasi seperti munculnya money politics, merosotnya citra politik, memudarnya ideologi dalam politik dan demokrasi, hingga nilai-nilai dasar sila keempat hanyalah sebuah slogan –pada kenyataannya demokrasi kapitalis sudah dipraktikkan. Berkaitan dengan hal di atas, maka diperlukan penataan kembali  demokrasi di Indonesia melalui pemilu. Hal ini diperlukan untuk memastikan nilai-nilai Pancasila tidak tergerus nilai-nilai kapitalisme guna mewujudkan demokrasi yang beretika dan beradab melalui nilai-nilai Pancasila.

Baca Juga: Kado Valentine untuk Indonesia “Politik Dinasti”
MAHASISWA BERSUARA: Keberpihakan Presiden Jokowi dan Preseden Pemilu yang Tidak Adil
MAHASISWA BERSUARA: Preferensi Hakim Konstitusi dalam Putusan PHPU Presiden 2024, Masih Kalkulator?

Politik dan Ekonomi dalam Kapitalisme Pemilu

Kapitalisme pemilu merupakan fenomena yang sering ditemukan di negara demokrasi. Kapitalisme pemilu dapat dilihat dalam peran uang dan pengaruh bisnis dalam proses politik. Bisnis memiliki kepentingan besar dalam kebijakan yang mempengaruhi lingkungan bisnis, peraturan pajak, regulasi pasar, dan kebijakan lainnya yang dapat mempengaruhi keuntungan mereka. Hal ini  mempengaruhi perusahaan memberikan sumbangan besar kepada partai politik yang dianggap akan mewakili kepentingan mereka.

Dalam negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia, pemilu menjadi ajang puncak pelaksanaan demokrasi. Pemilu menjadi tempat para calon dari berbagai latar belakang partai politik yang berbeda untuk memperebutkan kekuasaan. Politik dan ekonomi memiliki sisi yang kompleks sehingga pemilu juga dipengaruhi oleh keduanya. Dalam pemilu, kapitalisme mempengaruhi politik melalui berbagai cara. Contohnya, kapitalisme memiliki peran dalam pembuatan kebijakan ekonomi, yang mungkin mempengaruhi pilihan politik yang diambil oleh partai-partai politik. Dalam pemilu, kapitalisme juga mempengaruhi politik melalui klientelisme, yaitu sistem politik  berdasarkan hubungan tetap dan tertentu antara pemimpin dan masyarakat.

Selain itu, dalam kapitalisme pemilu, fenomena politik terjadi ketika pejabat politik yang terpilih sering kali memiliki hubungan erat dengan sektor bisnis atau perusahaan. Ini bisa berupa mantan eksekutif perusahaan yang menjadi anggota kabinet atau pejabat pemerintah. Dampaknya tidak hanya terbatas pada pendanaan kampanye, tetapi juga dapat mempengaruhi agenda politik yang diusung oleh para pemimpin terpilih setelah pemilu berakhir. Hal ini memperkuat keterkaitan antara politik dan ekonomi, dengan kebijakan publik sering kali dipengaruhi oleh kepentingan bisnis daripada kebutuhan masyarakat umum.

Politik dan ekonomi dalam pemilu saling berkaitan. Pelaku ekonomi memperluas kekayaan mereka  melalui sumbangan besar dan melalui lobi politik kepada kandidat dan partai politik yang mereka yakini akan memajukan kepentingan mereka. Dalam Kapitalisme Pemilu dapat dipastikan proses pemilu menjadi ajang pertarungan finansial.

Keseluruhan ini menunjukkan bahwa kapitalisme mempengaruhi politik dalam pemilu melalui berbagai cara, dari pembuatan kebijakan ekonomi, pembagian kemudahan dan kekayaan, sampai ke sistem politik seperti klientelisme.

Ancaman pada Prinsip-prinsip Demokrasi

Ideologi kapitalisme adalah sistem ekonomi yang memberikan kebebasan penuh bagi semua orang untuk mengendalikan kegiatan ekonomi, seperti industri dan perdagangan, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Pihak atau individu yang kaya dapat menggunakan kekayaannya untuk mempengaruhi opini publik melalui kampanye besar-besaran, sementara kelompok miskin tidak memiliki sumber daya yang sama. Kandidat yang memiliki kuasa ekonomi lebih besar dapat memiliki lebih banyak sumber dana untuk mendorong pendukung mereka. Hal ini dapat menghalangi kandidat yang lebih baik atau lebih efisien untuk mendorong keterwakilan rakyat yang lebih baik.

Kekayaan ini memberikan kekuatan ekonomi yang besar kepada para pemilik modal. Dengan kekayaan tersebut, mereka dapat dengan mudah mempengaruhi proses politik dan pemilu melalui pendanaan kampanye besar-besaran, lobi, dan negosiasi dengan calon/partai politik yang sering kali terjadi negosiasi dan tawar-menawar antara pengusaha dan pemilik modal sebelum menentukan calon/partai yang akan didukung.. Ini menunjukkan betapa pengaruh pemilik modal dapat mengabaikan suara rakyat dalam proses demokrasi.

Spirit Komunalitas dan Semangat Kebudayaan yang Membentuk Kebangsaan

Demokrasi yang dijalankan bertumpu pada doktrin individualisme dan liberalisme yang jauh dari spirit komunalitas dan semangat kebudayaan yang membentuk kebangsaan. Akibatnya, individualisasi dan liberalisasi dalam dunia politik hanya menguntungkan elite dan para pemilik modal. Sebagai konsekuensinya tidak heran mengapa proses dan arah bangsa ini ditentukan oleh sedikit orang yang memiliki kekuatan kapital sehingga kekuatan modal sosial (social capital) tidak lagi menjadi sesuatu yang signifikan.  Kewujudan media dan lembaga konsultan politik dalam dunia politik Indonesia memberi corak tersendiri wajah demokrasi pasca reformasi.

Para politisi ataupun partai politik hanya perlu menyiapkan dana dan masalah teknikal dan kualitas pencitraan sepenuhnya diserahkan pada lembaga konsultan politik, dan media menjadi fasilitator penghantar citra positif pada masyarakat. Masuknya kekuatan media dan lembaga konsultan politik dalam kehidupan politik dan demokrasi telah melahirkan kapitalisme politik. Hal ini bukan saja dialami Indonesia, di negara-negara maju seperti Amerika, Inggris dan negara-negara Eropa lainnya juga mengalami hal yang sama. Dalam catatan Fritz Plasser di pelbagai negara kehadiran lembaga konsultan politik dan komunikasi kampanye dalam dunia politik memiliki pasar yang besar dengan aset triliun Dolar (Buchanan & Thoburn 2008).

Politik Pencitraan dan Marketing Politik

Fakta ini menandakan bahwa politik telah mengalami transformasi dari sebuah seni menjadi sebuah disiplin ekonomi yang mengandung intensi bisnis di dalamnya. Terlepas dari apakah disebabkan kekuatan ekonomi liberal atau semata-mata gejala yang diakibatkan oleh demokrasi liberal, namun yang pasti masuknya kekuatan media dan lembaga konsultan politik terutama di Indonesia pasca reformasi, dunia politik dan demokrasi memasuki fase kapitalisasi politik. Sederhananya, marketing politik dapat diartikan sebagai sebuah pendekatan yang menggunakan metode marketing dalam mendesain politik untuk membantu politisi maupun partai politik agar lebih efisien dan efektif dalam membangun hubungan dua arah antara kontestan dengan konstituen.

Marketing politik dapat menyeret dunia politik tidak ubahnya seperti pasar, dalam mana di pasar politik berlaku transaksi jual beli antara penjual dan pembeli. Dalam keadaan ini politik tidak lagi menjadi barang eksklusif yang hanya tersentuh oleh kelompok elit tertentu yang dekat dengan kekuasaan, tetapi politik juga menjadi inklusif yang boleh dimasuki oleh siapa pun tanpa terkecuali. Hanya saja untuk memenangkan dan berjaya dalam politik, sekali lagi orang harus memiliki prasyarat, yakni memiliki cukup modal dan kekuatan penyokong.

Kesimpulan

Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kebebasan individu dalam melakukan kegiatan ekonomi, dengan tujuan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Kapitalisme mempengaruhi politik dalam konsumsi, pembagian kemudahan, dan kekayaan yang mengakibatkan ketidakpuasan terhadap praktik ekonomi dan pembatasan hukum yang mengatur konsumsi. Kapitalisme juga mempengaruhi politik melalui kemajuan teknologi dan globalisasi  yang berdampak pada pembagian kemudahan dan kekayaan.

Kapitalisme pemilu  terjadi di Indonesia dan dapat dilihat bagaimana peran uang dan pengaruh bisnis dalam politik. Dengan adanya kapitalisme pemilu, proses pemilu menjadi ajang pertarungan finansial. Adanya intervensi ekonomi dapat menciptakan ketidaksetaraan dalam proses politik, di mana suara dan kepentingan kelompok-kelompok ekonomi yang kaya lebih didengar dan lebih mempengaruhi keputusan politik dibandingkan dengan kelompok yang kurang mampu secara finansial.

Maraknya kapitalisasi dalam pemilu mengganggu pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Untuk menghindari adanya penyimpangan dari ideologi negara, sosialisasi politik diperlukan bagi warga negara karena pendidikan politik dan pembelajaran politik, mempengaruhi politik kapitalisme. Pendidikan politik akan membantu masyarakat memahami nilai-nilai, budaya, dan simbol politik negaranya dari berbagai kelompok, termasuk sekolah, pemerintah, dan partai politik.

*Kawan-kawan dapat membaca esai-esai Mahasiswa Bersuara, serta artikel-artikel lain tentang Pemilu 2024

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//