Penerapan Pendidikan Kesehatan Reproduksi di Sekolah Cileunyi
Pendidikan kesehatan reproduksi, termasuk pencegahan kekerasan seksual, ditujukan untuk orang-orang muda dari berbagai latar belakang, seperti kawan difabel.
Penulis Awla Rajul3 Mei 2024
BandungBergerak.id - Enih Kusniah (53 tahun), Guru Kelas Tuna Grahita SMPLB Cileunyi tengah bermain Kespro Board bersama empat orang siswanya. Di dinding kelas, proyektor terus menyala memproyeksikan sebuah halaman presentasi yang berisi tentang bagian tubuh mana yang tidak boleh disentuh orang lain. Kespro Board terinspirasi dari permainan monopoli. Isi kartu maupun gambar negara dalam permainan monopoli disesuaikan dengan pelajaran Kesehatan Reproduksi (Kespro).
“Apa yang kamu lakukan jika terjadi pelecehan?” tanya Enih kepada siswanya sambil membaca perintah dari kartu. Para siswa bergiliran mengocok dadu, memajukan bidak, mengambil kartu, lantas menjawab sesuai perintah kartu dan pertanyaan di kolom bidak.
“Teriak,” jawab siswi yang memakai jilbab tersebut.
“Iya, betul. Pinter. Kalau di sekolah lapor ke siapa?” Dengan sigap, siswi tersebut menjawab ‘guru’. Enih lantas bertanya lagi, jika pelecehan terjadi di lingkungan rumah, maka kepada siapakah siswa harus melapor.
“Orang tua,” jawab siswi tersebut.
Setelah selesai, giliran siswa lainnya yang bermain. Saat permainan tersebut berlangsung, rombongan Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) dan Rutgers Belanda ikut hadir ke ruang kelas untuk melihat langsung bagaimana penerapan pembelajaran kesehatan reproduksi dan seksualitas berlangsung di SLB Cileunyi, Kabupaten Bandung, Selasa, 30 April 2024.
Saat giliran seorang siswa lainnya bermain, Enih sempat menyampaikan, kondisi salah satu siswa yang pernah menjadi korban pelecehan seksual saat duduk di bangku sekolah dasar. Siswa tersebut malu-malu menceritakan kejadian yang pernah ia alami. Ia hanya mampu memberi gerakan simbolik bagaimana pelaku melakukan kekerasan seksual pada bagian kemaluannya.
“Kan kamu sekarang sudah tahu. Kalau nanti ada yang begitu, harus gimana? Harus dilarang ya,” ungkap Enih kepada siswanya itu, mengulas pelajaran dan memberi kekuatan.
Pembuat permainan Kespro Board adalah Momi Mahdaniar, Guru Kelas Autis SMPLB Cileunyi. Ia juga mengajar pelajaran Kespro agar anak-anak dapat melindungi diri. Mulanya Momi mengajar dengan media video dan nyanyian. Para murid senang dengan lagu, tapi tidak paham dan tidak mengerti praktiknya. Momi terinspirasi dari permainan monopoli dan mencoba menerapkannya.
Ia mengaku, sejak menerapkan metode pengajaran Kespro dengan permainan itu, para murid lebih antusias, ekspresif, dan paham praktiknya. Momi menilai, penerapan permainan Kespro Board di kelas Tuna Grahita hari itu baru yang pertama, sehingga wajar jika para murid belum paham.
“Saya juga mengajarkannya dua tiga kali baru mereka ngeuh permainannya. Setelah itu terjadi pemahaman tentang Kesehatan reproduksi. Mereka lebih ekspresif. Kalau misalkan mau disentuh orang, kan dia langsung otomatis lari, teriak tolong tolong, gitu. Terus mau lapor bu guru, aku mau lapor, gitu. Jadi lebih antusias setelah paham,” kata Momi sambil bercerita bagaimana suasana kelas saat para murid antusias sambil semacam bermain peran.
Momi menerangkan, pelajaran Kespro masih bersifat terintegrasi dengan mata pelajaran khusus dan mata pelajaran agama. Hal ini lantaran absennya kurikulum khusus dari pemerintah tentang mata pelajaran Kespro. Adapun di SLB Cileunyi, pelajaran Kespro masih diuji coba pada enam kelas. Jika sesuai harapan, nantinya akan diseminasikan ke seluruh kelas.
“Harapan ke depannya memang ada mata pelajaran khusus. Makanya ada penelitian dari UPI untuk hasil pilot project ini yang harapannya itu penerapan secara lebih ideal,” ungkap Momi.
Pilot Project Program YGSI
YGSI – dulunya bernama Rutges Indonesia – bersama Rutges Belanda melakukan kunjungan ke SLB Cileunyi untuk melihat penerapan Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) dalam program Right Here Right Now (RHRN) 2. Program ini ditujukan untuk orang-orang muda dengan berbagai latar belakang, termasuk orang-orang muda dengan disabilitas. Program ini juga bekerja sama dengan tim peneliti dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
“Penerapannya itu dalam hal apakah bisa diterapkan di SLB. Kalau bisa, cara apa yang bisa digunakan, karena sebelumnya gak ada. Sekarang kita mau supaya ada, tapi kita gak tahu caranya dan sekarang sedang dicari tahu caranya bersama tim peneliti dan guru-guru,” terang Comprehensive Sexuality Education (CSE) Officer YGSI, Sanyulandy Leowalu kepada BandungBergerak.id.
Sanyulandy menerangkan, hal yang krusial dalam penerapan PKRS di SLB adalah kerja sama antara guru dengan orang tua murid. Apa yang disampaikan oleh guru di sekolah dengan orang tua di rumah mengenai Kespro haruslah selaras. Hal ini terutama perlu dilakukan bagi murid dengan disabilitas intelektual agar mereka paham dengan pembelajaran Kespro yang disampaikan.
Sejak programnya dimulai dengan asesmen pada 2022, implementasi uji terbatas pada 2023, dan uji efektvitas pada 2024, Sanyulandy menilai banyak perubahan yang terjadi, khususnya di SLB Cileunyi. Para murid yang diajarkan Kespro sudah memiliki perubahan apabila dibandingkan dengan saat monitoring 2023 lalu. Ia juga mengapresiasi penerimaan atas program PKRS serta semangat para guru, para murid, dan orangtua.
“Tahun lalu kami monitoring itu ada perubahan. Anaknya dulu suka peluk, siapa aja. Sekarang itu, maksudnya setelah secara khusus ada pengajaran, ada perubahan yang terlihat. Jadi dia enggak suka lagi meluk-meluk orang sembarang kayak gitu,” ungkapnya antusias.
Direktur Eksekutif Rutgers Belanda, Marieke van der Plas, mengaku melihat guru-guru yang sangat termotivasi untuk mengajarkan PKRS di SLB Cileunyi. Ia menilai, para guru benar-benar mendengarkan apa yang dibutuhkan murid dan melihat potensi yang dimiliki. Meski pembahasan kesehatan reproduksi dan seksual mulanya sulit dibahas dan tabu, SLB Cileunyi dinilai sukses mengelolanya dengan memberi ruang aman kepada murid.
“Jadi itu yang sangat aku suka. Mereka (Guru dan Sekolah) benar-benar membuat ruang yang aman bagi murid-murid untuk membahas tentang pelajaran itu,” kata Marieke kepada BandungBergerak.id.
Meski masih terintegrasi dengan mata pelajaran lain, Marieke memberi apresiasi kepada para guru yang melakukan uji coba program ini dengan menaruh perhatian, mendengarkan, dan menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan. Persis hal itulah yang dibutuhkan sebagai dasar yang kokoh untuk penerapannya di masa depan.
Setelah kunjungan ke SLB Cileunyi, rombongan melanjutkan kunjungan ke UPI untuk melihat proses perkuliahan PKRS yang diterapkan kepada calon pendidik. Para mahasiswa juga menunjukkan media pembelajaran yang menunjang penyampaian materi PKRS, seperti board games, boneka peraga, hingga permainan digital interaktif.
UPI merupakan satu-satunya kampus yang menjalankan perkuliahan PKRS. Program ini telah menjangkau 30 dosen, 164 mahasiswa, sembilan SLB, dan 73 peserta didik dengan disabilitas. Di UPI, PKRS menjadi mata kuliah tambahan keahlian khusus jenjang S1. Keahlian khusus ini wajib diikuti mahasiswa dengan fasilitas sertifikat khusus pendamping ijazah.
“Saya berharap program ini akan terus diimplementasikan dan dapat diperluas ke daerah lain, sehingga anak yang memiliki kebutuhan khusus akan tetap mendapatkan hak atas akses pendidikan kesehatan reproduksi dan seksualitas,” kata Endang Rochyadi, professor bidang ilmu pendidikan khusus anak dengan hambatan intelektual.
Baca Juga: Cerita Tiga Barista Difabel Netra
Mendekatkan Kawan Difabel dan Thalasemia dengan Alam
House of Hope: Membangun Kemandirian para Difabel Berkebutuhan Khusus
Right Here Right Now 2
Program RHRN 2 menyasar tiga provinsi di Indonesia, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera Utara sepanjang 2021 hingga 2025. Program ini berupaya untuk berkontribusi pada terpenuhinya hak Kesehatan Seksual Reproduksi Remaja (HKSR) bagi anak muda dengan ragam latar belakang dan identitas. Intervensi pada kelompok anak muda marjinal ini sebagai bentuk investasi jangka panjang mempersiapkan bonus demografi.
Selain di Indonesia yang dilaksanakan oleh YGSI bersama koalisi INKLUSIF, RHRN juga dilaksanakan di sembilan negara lainnya, yaitu Bangladesh, Benin, Burundi, Ethiopia, Kenya, Morocco, Nepal, Tunisia dan Uganda.
Program RHRN ini akan mengintervensi beberapa aspek, di antaranya pendidikan dan pemberdayaan, layanan dan informasi, serta dukungan masyarakat. Penerapan PKRS yang dijalankan YGSI juga berkerjasama dengan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK).
*Kawan-kawan bisa membaca reportase-reportase lain dari Awla Rajul, atau tulisan-tulisan lain mengenai difabel.