• Narasi
  • TELUSUR SEJARAH LEMBANG: 12 Tahun Pencarian Narasumber

TELUSUR SEJARAH LEMBANG: 12 Tahun Pencarian Narasumber

Hampir semua data masa kolonial di Lembang mengerucut pada sosok John Henrij Van Blommestein. Menguak benang merah sejarah Lembang.

Malia Nur Alifa

Pegiat sejarah, penulis buku, aktif di Telusur Pedestrian

Suasana Lembang dekat Bandung sekitar tahun 1900. Foto karya J.C. Becker. (Koleksi KITLV 1402970, Sumber: digitalcollections.universiteitleiden.nl)

7 Mei 2024


BandungBergerak.id – Dua belas tahun sudah saya  mengumpulkan data lisan dari para narasumber. Ada narasumber yang tidak sengaja saya temukan di objek yang sedang diteliti, ada pula narasumber yang sengaja saya cari guna memperoleh data yang akurat, ada juga narasumber yang ternyata adalah orang-orang yang telah saya kenal sejak lama, dan hal ini seperti hadiah terindah dari Tuhan.

Salah satu kisah dari para narasumber itu akan saya ceritakan sekarang.

Alhamdulillah  pada akhir tahun 2016, saya berkesempatan untuk beribadah umrah, ketika rombongan telah berkumpul di bandara saya melihat seorang nenek yang pergi seorang diri tanpa didampingi siapa pun. Akhirnya ketika sampai hotel di kota Mekah, ternyata saya satu kamar dengan beliau. Akhirnya saya berkenalan dan dia mengenalkan dirinya dengan sebutan nenek Warsah.

Kurang lebih 14 hari kami bersama- sama, bahkan nenek  telah saya anggap nenek saya sendiri. Ketika tiba waktu kami berpisah di kota Cimahi, karena nenek memberikan alamat di secarik kertas yang selintas saya lihat beralamat di kawasan Cimahi utara. Bulan berganti bulan, bahkan tahun berganti tahun, aku tidak pernah bertemu lagi dengan nenek. Sesekali saya menanyakan kabar beliau kepada pengurus agen keberangkatan umrah tersebut, dan mereka hanya mengatakan bahwa nenek Warsah dalam keadaan sehat, maklumlah saat ini usia nenek telah mencapai 88 tahun.

Sampailah saya di penghujung  tahun 2022, di mana ketika itu saya masih disibukkan dengan mengolah dan meriset data tentang keluarga John Henrij Van Blommestein, yang mana hampir semua data masa kolonial di Lembang mengerucut pada sosok Blommestein ini. Akhirnya di suatu malam saya mendapatkan nomor kontak seorang lelaki yang  merupakan cucu dari  jongos kepercayaan John Henrij Van Blommestein. Bahagianya saya pada saat itu karena pencarian narasumber saya yang hampir bertahun- tahun itu berbuah manis.

Baca Juga: TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Cinta Romantis Giuseppe Ursone dan Anna Carolina van Dijk
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Patung Melia di Grand Hotel Lembang
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Koloni Soeryasoemirat

Pertemuan dengan Narasumber 

Akhirnya saya pun menghubungi beliau, namun beliau mengatakan bahwa nanti yang akan menjadi narasumber adalah ibu dan neneknya, lalu ia memberikan sebuah alamat yang tepatnya berada di kampung Manglayang, Cihanjuang, Kabupaten Bandung Barat. Hari yang ditunggu pun tiba, saya menyusuri kawasan hijau yang tidak jauh dari Universitas Advent. Menyusuri terus hingga ke arah selatan dan akhirnya saya tiba di kawasan kampung Manglayang, yang dahulu merupakan sebuah perkebunan cengkeh dan jeruk besar milik keluarga Blommestein.

Hingga saya memarkirkan kendaraan saya di sebuah masjid, dan akhirnya saya menapaki gang yang berkelok-kelok sambil terus menanyakan kepada warga yang saya temui bahwa saya sedang mencari alamat keluarga bekas jongos tuan Blommestein. Seorang kakek menuntun saya pada sebuah rumah dan betapa kagetnya saya ketika mengetahui bahwa narasumber istimewa saya itu adalah nenek Warsah. Hal pertama yang kami lakukan saat itu adalah bukan melakukan wawancara, namun kami saling berpelukan erat hingga tak kuasa menahan air mata. Kami baru bertemu kembali setelah berpisah di akhir tahun 2016, dan baru pada akhir 2022 kami dipertemukan kembali oleh data riset ini.

Pertemuan kami pun semakin intens, bahkan saya diperkenalkan dengan anak nenek Warsah yang bernama ibu Sukaemi. Mereka berdua banyak sekali menceritakan kisah akurat dari keluarga Blommestein dari mulai karier, kiprah hingga kematiannya, hingga semua benang merah sejarah Lembang pun semakin jelas dan terurai. Sepertinya saya telah banyak menemukan kepingan puzzel pada diri nenek Warsah dan ibu Sukaemi.   Hingga pada pertengahan 2023, saya menerbitkan buku hasil riset saya yang berjudul “ Satu Dekade”.

Hingga kini saya dengan keluarga nenek Warsah sudah seperti keluarga, kami sangat dekat bahkan kepada ibu Sukaemi saya memanggil beliau dengan sebutan Ambu. Data riset ini tidak hanya memberikan saya wawasan kisah Lembang di masa lalu, namun data Riset 12 tahun ini banyak memberikan saya pelajaran hidup. Memberikan pelajaran apa itu sabar dan ikhlas, memberikan wawasan apa itu ketulusan, bahkan mendorong saya untuk tetap bangkit dari keterpurukan. Data- data ini mengantarkan saya pada beragam narasumber yang banyak mengajarkan saya arti dari memaafkan dan terus bangkit menggapai cita.  

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain tentang Sejarah Lembang

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//