• Cerita
  • Catatan Perjalanan ke Puncak Jayagiri, Peluncuran Buku Lingkung Gunung Bandung Sambil Mendaki

Catatan Perjalanan ke Puncak Jayagiri, Peluncuran Buku Lingkung Gunung Bandung Sambil Mendaki

Pendakian ke Puncak Jayagiri ini bagian dari peluncuran buku Lingkung Gunung Bandung 1, katalog elegan tentang gunung-gunung di Bandung Raya.

Pendakian sekaligus peluncuran buku Lingkung Gunung Bandung 1 di Puncak Jayagiri, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Minggu, 12 Mei 2024. (Foto: Adelia Putri Rejeki/BandungBergerak.id)

Penulis Mochammad Arya Rizaldi14 Mei 2024


BandungBergerak.idMinggu pagi, 12 Mei 2024 lebih dari 50 orang laki-laki dan perempuan berkumpul di gerbang Jayagiri, Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Udara dingin terasa menembus pakaian hiking kami, yang segera terusir oleh tingginya antusiasme pendakian sekaligus peluncuran buku Lingkung Gunung Bandung 1.

Peluncuran buku ini terbilang unik karena dilakukan dengan cara mendaki Puncak Jayagiri, gunung yang disebut-sebut kakaknya Tangguban Parahu. Sebelum menanjak, peserta terlebih dahulu mendengarkan penjelasan singkat soal pendakian Jayagiri, dipandu Gan Gan Jatnika dari Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB) dan Fajar dari Geotrek.id.

Gan Gan Jatnika, bersama Yostiani Noor Asmi Harini, merupakan penulis buku Lingkung Gunung Bandung 1. Ulasan menarik tentang Puncak Jayagiri ada di halaman 163. Disebutkan bahwa Puncak Jayagiri ini berada di perbatasan Desa Wangunharja Kabupaten Bandung Barat dan Desa Cipunagara Kabupaten Subang dengan ketinggian 1.676 meter di atas permukaan laut.

Sebagian peserta sudah saling mengenal satu sama lain, meski ada juga yang belum saling kenal dan berkenalan di TKP. Pejalanan mendaki pun dimulai. Peserta dimanjakan dengan pemandangan gunung yang diabadikan dalam lagu “Melati dari Jayagiri” karya Iwan Abdurachman alias Abah Iwan tahun 1968. Di benak peserta, lagu ini terngiang-ngiang walaupun mungkin sulit untuk menemukan bunga melati dan sebagai gantinya mereka menemukan panorama alam.

Peserta dibekali selembar kertas berisi peta dan gambar dari gunung-gunug yang ada di Bandung Raya, yang diulas secara menarik di dalam buku Lingkung Gunung Bandung 1.

Pendakian sekaligus peluncuran buku Lingkung Gunung Bandung 1 di Puncak Jayagiri, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Minggu, 12 Mei 2024. (Foto: Adelia Putri Rejeki/BandungBergerak.id)
Pendakian sekaligus peluncuran buku Lingkung Gunung Bandung 1 di Puncak Jayagiri, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Minggu, 12 Mei 2024. (Foto: Adelia Putri Rejeki/BandungBergerak.id)

Lima belas menit kemudian peserta sampai di bak penampungan air bersih yang dibangun ilmuwan sohor Franz Wilhelm Junghuhn pada tahun 1936. Jarak bak air ini 16 kilometer dari titik pertemuan pertama.

Junghuhn adalah tokoh lain yang menjadi daya tarik Jayagiri. Di kawasan inilah pakar botani dan geologi ini meninggal dan dimakamkan. Warga lokal menyebut lokasi di sekitar makam penulis buku Java ini sebagai (kampung) Junghuhn.

“Franz Wilhelm Junghuhn, seorang pengarang berkebangsaan Jerman yang berkerja pada zaman VOC Belanda, di akhir hayatnya sebelum mengebuskan napas terakhir dan berkata bukakan jendela agar aku bisa melihat keindahan gunung, saking cintanya dengan gunung,” tutur Gan Gan Jatnika, menceritakan detik-detik kehidupan terakhir Junghuhn di Jayagiri.

Peserta melanjutkan perjalanan sambil terus mengobrolkan sejarah dan lain-lain. Gan Gan Jatnika sibuk memberikan penjelaskan. Bak air tersebut bernama Bak Pengurang Tenaga. Sepanjang jalan, kami melewati pipa-pipa berselimut lumut hijau yang terhubung ke bak tersebut.

Di tengah perjalanan, peserta sempat beristirahat sambil menikmati perbekalan yang membebani tas punggung mereka. Perjalanan ini cukup menguras energi terutama bagi yang jarang naik gunung atau berolahraga.

Pendakian dilanjutkan menuju pos dua. Di sini, peserta yang kelelahan dimanjakan dengan suguhan teh hangat dicampur sepotong lemon segar. Ada juga buah semangka yang dalamnya merah menyala.

Di lokasi pos dua ada tempat istirahat yang cukup legendaris bagi para pendaki, yaitu warung Abah Jengkol Jayagiri. Sayang tempat ini kini tinggal kenangan.

Baca Juga: GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA (9): Gunung Burangrang, Saksi Bisu Sejarah Gunung Sunda Purba dan Kerajaan Saung Agung
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #39: Gunung Singa Soreang, Pesona Bentang Alam dan Fosil Gunung Api Purba
GUNUNG-GUNUNG DI BANDUNG RAYA #47: Gunung Kerenceng dan Gunung Kareumbi, Kerucut Kembar di Lintasan Sesar Cicalengka

Pendakian sekaligus peluncuran buku Lingkung Gunung Bandung 1 di Puncak Jayagiri, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Minggu, 12 Mei 2024. (Foto: Adelia Putri Rejeki/BandungBergerak.id)
Pendakian sekaligus peluncuran buku Lingkung Gunung Bandung 1 di Puncak Jayagiri, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Minggu, 12 Mei 2024. (Foto: Adelia Putri Rejeki/BandungBergerak.id)

Masyarakat Menjaga Alam

Pos selanjutnya adalah makam Eyang Jaya dan Eyang Giri, makam-makam ini letaknya tidak jauh dari pos dua sekitar 400-500 meter, sebelah tenggara puncak Jayagiri. Konon, makam-makam ini “ditunggui” ular berkulit putih. Mitos ini masih diyakini oleh sebagian warga.

“Terlepas mitos atau cerita rakyat, semua itu memiliki arti dan tujuan masing-masing. Dengan adanya cerita itu, memiliki arti dan tujuan bukan untuk menakuti, tapi untuk menjaga, menghargai, dan melesatrikan alam yang ada di sekitar,” terang Gan Gan jatnika.

Baik mitos maupun sejarah menjadi modal untuk tetap melestarikan alam. Bahwa alam tidak boleh dirusak. “Itu sebuah kekuatan sejarah maka jangan lupakan sejarah,” lanjut Gan Gan.

Perserta kemudian melanjutkan perjalanan menyusuri hutan tropis sembari terus mengobrol, ditemani hawa segar pegunungan yang tak mungkin didapatkan di kota yang penuh polusi. Peserta akhirnya sampai di tempat bernama Lorong Lumut.

Banyak peserta yang mengabadikan momen di Lorong Lumut. Di ujung lorong, peserta kembali beristirahat sambil mendengarkan penjelasan dari Fajar tentang pentingnya menghargai alam dan hewan.

“Kita sebenarnya berdampingan dengan hewan karena kita sama-sama mahluk hidup. Kita harus saling menghargai, jika tempat kita diusik maka kita akan marah kan betul? Sama halnya seperti hewan di mana jika tempat atau dia diganggu pasti dia kan marah dan melawan,” terang Fajar.

Contoh, lanjut Fajar, badak jika ada api di tempat mereka maka mereka akan mematikan api tersebut. Di mata badak api adalah tanda bahaya. Begitupun ular yang sebenarnya takut pada manusia. Secara alamiah satwa akan takut pada makhluk lain yang ukurannya lebih besar dari dirinya.

“Tapi akan berbeda kalau kita mengusiknya,” ucap Fajar.

“Lingkung Gunung Bandung: Wisata Alam, Sejarah, dan Toponimi” sendiri merupakan buku pertama dari seri gunung-gunung Bandung Raya yang diterbitkan BandungBergerak berkolaborasi dengan KPGB. Buku ini jadi semacam katalog gunung-gunung Bandung Raya. Pada jilid pertama buku Lingkung Gunung Bandung memuat tulisan-tulisan memikat sebanyak 27 gunung di Bandung Raya.

*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain dari Mochammad Arya Rizaldi, atau artikel-artikel lain tentang Gunung di Bandung Raya

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//