ONO SURONO SIAP NYALON GUBERNUR: Membandingkan Sektor Perikanan dan Pertanian di Jawa Barat
Pemerintah Provinsi Jawa Barat dianggap kurang berperan dalam memajukan perikanan dan pertanian. Kedua sektor ini lebih tergantung pada program pusat.
Penulis Awla Rajul20 Mei 2024
BandungBergerak.id - Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat Ono Surono bakal masuk bursa pemilihan gubernur Jawa Barat (Pilgub Jabar) yang akan dihelat 27 November mendatang. Politisi yang membidangi perikanan di Komisi IV DPR RI ini sekaligus menjabat sebagai Ketua Umum Masyarakat Perikanan Nusantara, sebuah organisasi yang berisikan tujuh organisasi perikanan nasional.
Ono menyebutkan, Jawa Barat punya 11 kabupaten kota yang punya potensi perikanan tangkap, dalam artian memiliki pesisir dan wilayah laut. Adapun potensi perikanan budidaya tersebar di seluruh wilayah Jabar. Dengan latar belakangnya yang fokus di bidang ini, ia mengaku akan fokus meningkatkan perikanan di Jabar jauh lebih baik ke depannya.
“Laut harus menjadi potensi ekonomi yang besar bagi masyarakat, di saat masyarakat pesisir masih dalam kondisi yang tidak menguntungkan. Potensi laut sangat besar, mulai dari perikanan tangkap, budidaya, hingga pariwisata dan sumber energi dan mineral,” demikian ungkap Ono dalam siniar Suara Pinggiran bersama BandungBergerak.id bertajuk “Sebelum Menjadi Gubernur”.
Ono yang dua periode duduk sebagai anggota legislatif di Senayan menilai, Pemprov Jabar belum memaksimalkan potensi ini, meski memiliki beragam keterbatasan. Di sisi lain, sektor pertanian, dalam hal produksi padi selalu diklaim surplus di Jabar. Namun, Ono meragukan peran pemerintah Jabar dalam produksi padi. Ia menilai, pemerintah pusat yang lebih berperan.
“Semuanya peran pemerintah pusat, dari mulai urusan pengolahan tanah, penyediaan pupuk, sampai juga terkait pascapanen, beli gabah, gak ada peran pemerintah Jawa Barat,” kata Ono.
Bahkan terkait program yang dibanggakan oleh Gubernur Jabar sebelumnya, yaitu Petani Milenial, ia menilai belum mendatangkan manfaat sepenuhnya bagi petani. Salah satunya karena lahan yang diberikan 2.000 meter persegi dinilai belum cukup. Ditambah persoalan dasar pertanian yang belum terurai dan belum ada kehadiran Pemprov Jabar dalam meningkatkan produksi pertanian.
“Jadi misalnya kalau kemarin Ridwan Kamil punya program petani milenial, jujur kalau saya turun ke bawah mereka belum merasakan juga,” terang Ono, lugas.
Baca Juga: ONO SURONO SIAP NYALON GUBERNUR: Menolak Pengembangan Kawasan Industri Baru
ONO SURONO SIAP NYALON GUBERNUR: Klaim Meningkatkan Kesejahteraan Nelayan dan Masyarakat Pesisir
Produksi Perikanan dan Pertanian
Merujuk data BPS terkait Produksi Perikanan 2019-2020, memang ada 11 kabupaten kota yang menghasilkan perikanan tangkap di laut Jawa Barat, yaitu Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang, Bekasi, Pangandaran, dan Kota Cirebon. Sebanyak 11 kabupaten kota ini menghasilkan ikan tangkap di laut sebanyak 248.778 ton di 2019 dan 234.256 ton pada tahun 2020.
Sedangkan perikanan perairan umum daratan (PUD), hampir ada di seluruh kab/kota di Jabar, kecuali Kota Bandung, Kota Cirebon, dan Kota Cimahi. Produksi perikanan PUD di Jawa Barat pada tahun 2019 sebanyak 15.069 ton dan meningkat pada tahun 2020 menjadi 16.287 ton.
Adapun produksi padi di Jabar juga didominasi oleh daerah yang memiliki pesisir, seperti Indramayu, Subang, maupun Cirebon yang berada di peringkat 10 produksi terbanyak. Produksi padi di Jabar selama tiga tahun pada rentang 2020-2022 memang terus meningkat. Pada tahun 2020 produksi padi mencapai 9.016.773 ton. Angka ini kemudian naik menjadi 9.113.573 ton pada tahun 2021. Lantas pada tahun 2022 mencapai 9.433.723 ton.
Terkait program unggulan Gubernur Jabar periode 2018-2023 tentang petani milenial, terdapat sebanyak 543.044 orang petani milenial yang berusia 19-39 tahun di Jawa Barat. Angka itu sekitar 17,19 persen dari keseluruhan petani di Jawa Barat.
Program petani milenial memang mendapat sorotan miring, usai beberapa peserta program ini menceritakan pengalamannya yang tidak dibayar dari hasil budidaya hingga meninggalkan utang di media sosial X. Program petani milenial bertujuan untuk mengurangi permasalahan ketersediaan tenaga kerja pertanian di Jawa barat, dan menarik generasi milenial bergelut di sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan. Program ini bahkan dijuluki “petani kekinian yang tinggal di desa, rezeki di kota”.
Namun begitu, Rizky Anggara, salah seorang petani milenial yang ikut curhat di X mengaku gusar dengan penghasilan panen yang tidak seberapa, ditambah tagihan kredit dari Bank BJB.
“Kami sudah menanam tanaman dan barang-barangnya sudah diambil. Namun, kami dikejutkan surat peringatan dari Bank bjb terkait utang kami. Padahal, kami saja tidak menikmati hasil dari panen dengan maksimal,” ujarnya, sebagaimana dikutip dari kompas.id.
Ridwan Kamil menepis kegagalan program petani milenial. Ia menyebut program ini telah mencetal 70 persen Petani Milenial yang sukses, sisanya mnegalami kegagalan. 70 persen yang berhasil tersebut disebutnya mencapai 1.200 orang pada 2021. Adapun 30 persen petani milenial yang gagal sebanyak 560 orang.
Namun begitu, menumbuhkan minat dan menyiapkan regenerasi petani memang menjadi pekerjaan rumah yang perlu dipersiapkan oleh pemerintah. Di luar kuasa pemerintah yang menyiapkan berbagai program menumbuhkan minat di sektor pertanian, petani sebenarnya menghadapi banyak hal suram, yang menjadi lonceng kematian. Sebab, program pemerintah yang menumbuhkan minta bertani dengan yang menghancurkan petani sama banyaknya.
Kontradiksi tersebut di antaranya pengembangan kawasan industri ke daerah lumbung padi ke kawasan Segitiga Rebana dan Jawa Barat Bagian Selatan, pembangunan infrastuktur yang mengalihfungsikan persawahan, hingga program lain yang tidak berpihak kepada masa depan petani.
*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Awla Rajul, atau tulisan-tulisan menarik lain tentang Pilgub Jabar