Sungai Citarum dalam Kepungan Pencemaran dan Lahan Hutan Kritis
Walhi Jabar mengkritik klaim keberhasilan pemerintah dalam menangani pencemaran Sungai Citarum di Water World Forum atau WWF Bali.
Penulis Linda Lestari24 Mei 2024
BandungBergerak.id - Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat mengkritik langkah pemerintah yang mendeklarasikan keberhasilan pengelolaan sumber daya air Citarum di perhelatan Forum Air Dunia (Water World Forum atau WWF) Bali. Pencemaran limbah di sungai Citarum masih kerap terjadi. Hal ini diperburuk oleh tidak efektif dan lemahnya penegakkan hukum bagi para pelaku pencemar.
Kritik tersebut disuarakan Walhi Jabar melalui aksi unjuk rasa bertemakan “Hari Citarum, 24 Mei: Jangan Ada Citarum Jilid II” di depan Gedung Sate, Bandung, Rabu, 22 Mei 2024. Walhi mendesak pemerintah untuk menerapkan “Zero Tolerance Policy” dengan tidak ada toleransi bagi para pelaku perusakan dan pencemaran limbah ke sungai.
Mereka juga menuntut penetapan 24 Mei menjadi Hari Citarum sebagai bentuk semangat untuk mendorong partisipasi atau kepemilikan masyarakat atas sungai Citarum. Aksi ini berfokus pada lima tuntutan masalah. Pertama, tentang klaim Indeks Kualitas Air (IKA) sungai Citarum dalam kategori tercemar ringan. Walhi tidak setuju dan meragukan klaim ini.
Sumber lokasi serta pengambilan sampel uji lab air perlu dipertanyakan. Menurut Walhi, pencemaran limbah B3 industri dan pemukiman kerap terjadi di Sungai Citarum. Kedua, terjadi kerusakan kawasan hulu Nol Kilometer Citarum.
Koordinator aksi Rahma Husna menyebut kerusakan hulu Sungai Citarum tidak menurun dan cenderung meningkat. Klaim pemerintah tentang keberhasilan reforestasi perlu dipertanyakan. Banjir bandang dan banjir lumpur kerap terjadi bahkan sampai menimbulkan korban jiwa.
“Kami mempertanyakan kawasan mana saja yang berhasil direforestasi, karena itu (pertumbuhannya) membutuhkan waktu yang cukup panjang, yang sudah menjadi sebuah ekosistem itu di mana?,” ucap Rahma, kepada BandungBergerak.id.
Walhi Jabar mencatat, lahan kritis yang tidak tersentuh oleh program Citarum Harum adalah lahan di bawah pengelolaan Perhutani, yakni kawasan puncak Sulibra (Artapela) yang berada pada bentang gambung Sidaningsih dan masuk pada sub-DAS Cihejo serta bermuara di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum.
Tuntutan ketiga adalah klaim pemerintah terkait masalah sampah di sungai Citarum yang dapat teratasi dengan upaya bersih-bersih sampah oleh TNI. Walhi menyebut fakta yang terjadi bahwa anak sungai dan sungai Citarum masih dijadikan media untuk membuang sampah domestik. Hal tersebut dapat dilihat terutama saat musim hujan.
Selain itu, anggaran besar pengelolaan Sungai Citarum kerap mengalami kegagalan menggambarkan ketidakefektifan dan penghamburan biaya. Akuntabilitas dan transparansi anggaran program juga menjadi salah satu tuntutan masalah yang disampaikan.
Direktur Walhi Jabar Wahyudin Iwang dalam orasinya menyampaikan, program Citarum Harum dan empat program penanggulangan Sungai Citarum sebelumnya tidak menjawab akar masalah. Akuntabilitas dan transparansi anggaran pada situs PPK DAS tidak disampaikan secara detail.
Menurutnya, detail anggaran dalam setiap rencana aksi patut dipertanggungjawabkan. Menurut catatan Walhi, alokasi anggaran tahun 2023 untuk program Citarum Harum sebesar 1,37 triliun rupiah. Walhi khawatir biaya ini tidak digunakan secara maksimal dengan masih banyaknya masalah yang terjadi.
Terakhir, partisipasi publik dalam setiap program Citarum tidak pernah dilibatkan. Iwang menyebut publik tidak pernah dilibatkan dalam perencanaan, pelaksanaan serta monitoring, dan evaluasi. Ruang-ruang saran tidak pernah dipastikan terwujud secara nyata. Dalam hal ini mereka meminta penjelasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Baca Juga: Selain Butuh Pendanaan, Sungai Citarum Memerlukan Evaluasi Capaian Program
Pemerhati Lingkungan Mencium Pembiaran Aliran Limbah Cair TPA Sarimukti ke Sungai Citarum
Kritik Aktivis Lingkungan terhadap Pengelolaan Pencemaran Sungai Citarum
Penanganan Sungai Citarum Belum Berhasil
Walhi menyebut program Citarum Harum belum bisa dikatakan berhasil dan membawa nama baik Jawa Barat di kancah nasional maupun internasional. Pernyataan keberhasilan Citarum pada WWF adalah keliru. Indikator tercemar ringan dihitung berdasarkan data yang diambil pada rentang tahun 2019-2023. Pada periode tersebut, Indonesia sedang dilanda pandemi Covid-19 yang mana banyak industri atau pabrik yang berhenti beroperasi sehingga volume limbah yang dibuang ke Sungain Citarum pun berkurang.
“Saya rasa tidak pantas untuk dipertontonkan dan di-showcase-kan sebagai keberhasilan karena yang punya jawabannya adalah masyarakat sendiri yang memang tinggal di situ dan menyaksikan (kondisinya)”, ucap Rahma.
Di tengah-tengah aksi, Iwang beserta beberapa perwakilan Walhi lainnya dipersilakan menemui Ketua Harian Satgas Citarum Harum dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat untuk melakukan audiensi. Audiensi berisikan penjelasan terkait tuntutan yang telah disebutkan beserta gagasan, konsep serta saran yang harus dilegitimasi dan diambil oleh Penjabat (Pj) Gubernur.
Hasilnya, Walhi dijanjikan untuk dapat berdialog langsung dengan Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin, pekan depan. Iwang menyampaikan, ruang tersebut tidak hanya dimandatkan kepada Walhi, siapa pun boleh ikut terlibat dalam pertemuan dialog yang akan datang.
*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Linda Lestari, atau artikel-artikel lain tentang Pencemaran Sungai Citarum