• Opini
  • Refleksi Hari Lahir Pancasila 1 Juni, Reartikulasi dan Reaktualisasi Pancasila

Refleksi Hari Lahir Pancasila 1 Juni, Reartikulasi dan Reaktualisasi Pancasila

Ketidaksungguhan dalam mewacanakan, mempraktikkan, dan mengaktualisasikan Pancasila membuat kita semakin berjarak dengan ideologi Pancasila.

Tjahjono Widarmanto

Guru SMAN 2 Ngawi, Jawa Timur. Penulis esai, artikel, cerpen, dan puisi. Dapat dihubungi melalui email [email protected].

Seorang anak membawa lambang negara Garuda Pancasila dalam perayaan hari lahir Pancasila yang diselenggarakan Karang Taruna Liogenteng Bandung (1/6/2023). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

1 Juni 2024


BandungBergerak.id – Pancasila adalah dasar negara yang merupakan warisan berharga dan mahakarya dari para pendahulu dan pendiri republik yang seharusnya telah menjadi komitmen final sebagai acuan dasar segenap warga negara Indonesia dalam olah pikir dan tindak laku. Pancasila seharusnya sudah mantap dan menjadi bagian yang utuh dari identitas kebangsaan, karakter, jati diri dan perekat bangsa.

Pancasila merupakan sebuah falsafah yang sangat historis. Historis sebagai sebuah peristiwa dan historis dari sudut makna (Oetama:2010). Sebagai sebuah peristiwa, Pancasila merupakan momentum komitmen pengakuan kebangsaan yang sudah final. Sedangkan sebagai sebuah makna adalah pengakuan bahwa Pancasila merupakan sebuah cita-cita kebangsaan yang agung, ideal dan menuju tujuan yang nyata. Pancasila dalam ungkapan Perancis merupakan I’ idee pousse a I act: ide dan cita-cita besar yang harus diwujudkan dalam kenyataan.

Baca Juga: Pancasila, Phronesis Berbangsa
Pancasila sebagai Aktualisasi, bukan Alat Pengatur
Mengukur Kesaktian Pancasila

Warisan yang Terabaikan

Sebagai sebuah komitmen pengakuan jati diri kebangsaan, warisan  maha karya yang sarat historis sekaligus cita-cita besar yang harus diwujudkan maka sudah seharusnya Pancasila harus tak hanya dijaga namun harus direfleksikan dalam realitas. Namun dalam kenyataan sekarang bahwa ajaran nilai-nilai luhur Pancasila yang terwadahi dalam sila-silanya belum mewujud secara sungguh-sungguh. Nilai-nilai tidak pernah diaktualisasikan dengan sepenuh hati dengan konkret.

Jangankan dilaksanakan dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, keinginan untuk membicarakan dan mewacanakan Pancasila saja cenderung diabaikan. Pancasila terkesan ditelantarkan dan disia-siakan. Warisan luhur yang dipuja dan diakui dunia ini dianggap sudah basi, sudah ketinggalan jaman, dianggap kuno dan tidak relevan. Jangankan diaktualisasikan, dipraktikkan, dan direfleksikan dalam realitas berbangsa dan bernegara, bahkan  dihayati, dihafal, dan dipahami pun tidak!

Ketidaksungguhan dalam mewacanakan, mempraktikkan, dan mengaktualisasikan Pancasila membuat kita semakin berjarak dengan ideologi sendiri. Tak hanya berjarak, bahkan mulai muncul kasak-kusuk dan diam-diam ada pemikiran dan godaan menggantikannya dengan ideologi lain.

Semua keprihatinan tersebut di atas membuat posisi Pancasila semakin lemah dan terabaikan bahkan termarginalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lebih-lebih ada beberapa faktor baik langsung dan tak langsung yang ikut memperlemah Pancasila.

Faktor-faktor itu antara lain. Pertama, Pancasila dipandang tercemar karena digunakan sebagai alat politik mempertahankan status quo rezim orde baru. Kedua, tidak adanya panutan dalam sikap perilaku dalam berpolitik dan memimpin, baik dalam ruang legislatif maupun eksekutif. Ketiga, gempuran globalisasi yang membawa liberalisasi politik sehingga muncul tandingan-tandingan ideologis termasuk ideologi berbasis agama. Yang keempat menguatnya etnonasionalisme, sentimen agama dan semangat kedaerahan yang sempit sebagai konsekuensi logis adanya otonomi daerah dan desentralisasi.

Upaya Reartikulasi dan Reaktualisasikan Pancasila

Melihat kondisi ini mau tidak mau harus ada upaya yang serius untuk memosisikan kembali Pancasila dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Salah satu upaya tersebut adalah reartikulasi dan reaktualisasi Pancasila.

Reartikulasi itu berarti adalah mewacanakan kembali secara terus-menerus agar semakin berakar kuat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan adanya pewacanaan kembali secara terus-menerus maka akan muncul kembali penghayatan dan kesadaran ideologi. Melalui pewacanaan itu pula diharapkan akan adanya kesadaran bahwa Pancasila adalah satu-satunya ideologi yang paling tepat bagi Indonesia. Reartikulasi itu harus dilaksanakan dengan cerdas dan rasional selaras dengan pemahaman bahwa Pancasila adalah ideologi terbuka yang memberikan solusi cerdas dan bernalar dibanding ideologi-ideologi lain.

Dalam pewacanaan dan reartikulasi itu harus ditekankan bahwa Pancasila memiliki salah satu karakteristik. Karakteristik itu adalah satu fungsi yang tidak bisa dimiliki ideologi lain yaitu fungsi integratif yaitu menjamin kesatuan bangsa Indonesia yang pluralistik dan merupakan ciri eksistensi kebangsaan.

Pancasila harus direartikulasikan kembali sebagai diskursus. Harus menjadi wacana publik sekaligus sebagai penilaian kembali atas pemaknaan Pancasila untuk melahirkan pemaknaan dan pemikiran baru yang sanggup bertahan dalam berbagai gejolak global dan relevan dalam berbagai perubahan zaman.

Adapun reaktualisasi Pancasila berarti harus ada implementasi dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Itu berarti harus ada pewujudan-pewujudan konkret dalam tindakan politik, kebijaksanaan, pelaksanaan hukum dan perlindungan terhadap warganya.

Dalam reaktualisasi Pancasila harus dikedepankan dimensi moral yang memiliki kepedulian hubungan secara harmonis dalam segala aspek kehidupan, lingkungan semesta dan peninggian muruah kemanusiaan. Nilai-nilai kesalehan sosial yang ada dalam Pancasila tidak boleh terhenti pada tingkat ritual namun juga harus teraktualisasikan pada kehidupan sosial kemasyarakatan. Reaktualisasi ini bisa mewujud dalam berbagai aturan hukum, kebijakan, perda, perpu, penegakan hukum yang benar-benar berbasis pada kepentingan rakyat. Pemerintah harus berwibawa dan berpihak pada kepentingan rakyat; yang harus tercermin dalam perilaku para pemimpin dan penyelenggara negara.

Tentu saja upaya reartikulasi dan reaktualisasi ini bukan hal yang mudah. Apalagi kedua upaya tersebut harus dilaksanakan secara bersamaan dan berkesinambungan supaya tidak terjebak pada kampanye slogan semata. Itulah tantangan dan tugas kita bersama.

*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain tentang Pancasila

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//