• Berita
  • NONTON FILM: Taruh Nyawa, Drama Seorang Perawat Merawat Ayahnya yang Dimensia

NONTON FILM: Taruh Nyawa, Drama Seorang Perawat Merawat Ayahnya yang Dimensia

“Aku akan melupakan hari ini, namun bukan berarti hari ini tidak berarti,” demikian kalimat dalam film Taruh Nyawa tentang penyakit dimensia.

Diskusi Diana Anasta (sutradara film Kidung: Bubuka Panggung), Lucky Jae (sutradara film Taruh Nyawa), dan Ajam Good (sutradara film Jaka Bhyasa VS Kuntilanak) di BSM Rental Bandung, 31 Mei 2024. (Foto: R.Sabila Faza Riana/BandungBergerak.id)

Penulis R.Sabila Faza Riana 3 Juni 2024


BandungBergerak.idRinjani, anak tunggal yang lahir dari ibu penjual jamu, serta ayah yang mengidap penyakit demensia. Kematian ibu karena kecelakaan mengubah kehidupan Rinjani 180 derajat. Ayahnya mengemban trauma mendalam karena melihat kematian istrinya secara langsung. Kondisinya semakin memburuk, sampai tiba pada titik melupakan Rinjani sebagai anaknya.

Rinjani harus bertindak sebagai perawat (caregiver) dengan tugas-tugasnya yang melelahkan, penuh dengan ketakutan-ketakutan. Takut sang ayah semakin melupakan dirinya, takut pula penyakit tersebut menjangkit dirinya suatu saat.

Kisah Rinjani pada film pendek berjudul Taruh Nyawa diputar oleh Bluescreen Film di BSM Rental Bandung Jalan Ir. H. Djuanda, Bandung, 31 Mei 2024. Film ini menyorot penyakit demensia dalam nuansa merinding, sedih, dan putus asa. Penonton diajak merenungkan betapa sulit dan melelahkannya menjadi seorang caregiver dan betapa menakutkannya dihantui penyakit keturunan.

Adegan-adegan dalam film Taruh Nyawa begitu detail dan apik. Permainan warna di tiap suasana mampu mengaduk emosi penonton. Cahaya yang semula terang dan hangat menandakan kelengkapan keluarga, kebahagiaan, cinta, yang hadir di tengah kesulitan, perlahan meredup, suram.

Belum lagi tampilan Rinjani yang semakin kusut dengan kantung mata yang semakin tebal, menunjukkan betapa emosinya terkuras selama merawat ayahnya seorang diri. Rinjani menjadi representasi bagaimana seorang caregiver juga dapat merasa lelah, meskipun merawat orang yang amat mereka cintai.

Selain pemutaran film Taruh Nyawa, terdapat dua film lainnya yang juga turut ditayangkan Bluescreen Film. Pertama, Kidung: Bubuka Panggung, membawa premis seorang sinden yang ingin diajari kidung oleh seorang legenda ronggeng pada masanya. Film ini sangat kental dengan budaya Sunda, mulai dari bahasa yang digunakan, budaya yang diperlihatkan, serta suasana yang diangkat dalam film.

Lalu, film Jaya Bhyasa VS Kuntilanak, mengisahkan seorang bernama Jaya yang bertarung dengan Kuntilanak untuk menuntaskan dendam atas rasa sakit yang dideritanya yang disebabkan oleh sosok demit tersebut. Dengan gaya retro ala film tahun 80-an dan editing mirip seperti sinetron low budget pada umumnya, film ini menyuguhkan komedi yang akan menggelitik perut.

Baca Juga: Astaghfirullah Bingung, Film Tugas Akhir Mahasiswa ISBI tentang Pernikahan Dini
Film Eksil, Putusnya Generasi Intelektual di Indonesia
NONTON FILM: Dune, Ketika Masyarakat Menjadi Komoditas Bagi Duet Maut Kekuasaan dan Agama

Di Belakang Layar Taruh Nyawa

Lucky Jae, sutradara film Taruh Nyawa, bercerita pembuatan film erat kaitannya dengan Hari Alzheimer Sedunia pada 2022 silam. Isu ini cukup dekat dengan Lucky sehingga ia berpikir untuk membuat sebuah film yang mengangkat tentang demensia (istilah lain dari penyakit Alzheimer). Still Alice menjadi film yang menjadi referensi serta menginspirasinya untuk membuat film Taruh Nyawa.

Mulanya Taruh Nyawa ditujukan sebagai sebuah kampanye, sehingga sudut pandang keluarga terkhusus Rinjani merupakan hal yang menjadi sorotan. Perasaan dan perjuangan seorang caregiver selama merawat penyintas alzheimer menjadi poin utama dalam film ini. Film ini juga dipengaruhi oleh pengalamannya ketika sang nenek mengidap demensia, di mana hal tersebut membawa banyak pengaruh bagi keluarga Jae.

“Gimana sih perasaan si caregiver untuk menangani alzheimer itu sendiri, sehingga beberapa halnya ada sisi pandang yang empiris pengalaman pribadi dari nenek aku yang punya pengidap yang sama,” ujar Jae, dalam sesi diskusi.

Berlokasi di Bojongsoang, proses syuting film ini menghabiskan waktu selama dua hari. Selain itu, praproduksi hingga postproduksi menghabiskan waktu satu bulan. Setelah satu bulan tersebut, dibutuhkan waktu sekitar empat sampai lima bulan untuk menyelesaikan proses pembuatan film, termasuk di dalamnya bagian gambar tiga dimensi yang digunakan pada credit title.

“Sebenernya dari naskah dibikinnya ngejer-ngejer banget, karena ngejer buat tanggal 21 September itu di mana Hari Alzheimer Sedunia,” katanya.

Jae berharap, Taruh Nyawa dapat menentang stigma masyarakat seputar alzheimer. Ia mendedikasikan film ini untuk para penyintas dan berharap siapa pun yang menontonnya dapat merasakan ‘sesuatu’. Film ini telah berjalan tiga tahun sejak perdana tayang dan dapat disaksikan di Bioskop Online.

*Kawan-kawan bisa membaca lebih lanjut tulisan-tulisan lain dari R.Sabila Faza Riana atau artikel-artikel lain tentang Nonton Film

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//