• Berita
  • Orang-orang Muda Bandung Menuntut Kebijakan Nol Toleransi terhadap Pelanggaran Lingkungan di Jawa Barat

Orang-orang Muda Bandung Menuntut Kebijakan Nol Toleransi terhadap Pelanggaran Lingkungan di Jawa Barat

Aliansi Orang Muda Bergerak menyatakan mulai dari Kawasan Bandung Utara, Kawasan Bandung Selatan, Sungai Citarum dalam kondisi darurat lingkungan.

Aksi darurat lingkungan orang-orang muda Bandung di jalan layang Pasupati, 5 Juni 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Awla Rajul6 Juni 2024


BandungBergerak.idKerusakan lingkungan di Jawa Barat membentang sepanjang pantai selatan hingga kawasan pegunungan. Degradasi lingkungan ini membuat kelompok orang-orang muda resah tentang masa depan lingkungan yang merupakan warisan mereka. 

Persoalan tersebut menjadi salah satu keluhan yang disuarakan pada aksi peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang bertajuk "Jawa Barat Darurat Lingkungan", di depan Taman Cikapayang dan Gedung Sate, Rabu, 5 Juni 2024. Aksi ini digelar oleh Aliansi Orang Muda Bergerak (Ombak) yang terdiri dari berbagai organisasi sipil dan kemahasiswaan. 

Anggota Pusat Sumber Daya Komunitas (PSDK) Das Citarum Yoga dalam aksi menyebutkan, sebagai pewaris yang hidup dekat dengan Sungai Citarum ia telah merasakan dampak kerusakan lingkungan di sana. Bagi masyarakat yang tidak bersinggungan langsung dengan Sungia Citarum, mungkin saja dampak itu belum terasa. 

"Tapi mungkin suatu saat nanti, anak, cucu dari bapak-bapak dan ibu-ibu ini akan merasakannya. Hari ini mungkin bapak-ibu sedang baik-baik saja, mungkin 10-20 tahun ke depan akan merasakannya (dampak)," terang Yoga, dalam orasinya di depan Gedung Sate. 

Perwakilan Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Barat Erik menerangkan, pihaknya sangat ingin bertemu dan berdiskusi langsung dengan pemangku kepentingan dan kebijakan untuk mempertanyakan bagaimana kelanjutan proyek air di Citarum. Ia menilai proyek Citarum tidak efektif menyelesaikan persoalan. 

Erik yang juga generasi penerus di sekitar Sungai Citarum, bahkan mengecam seluruh program yang mengatasnamakan Citarum. Sebab masyarakat sekitar dipaksa kehilangan air. "Pemerintah memaksa kami untuk kehilangan air," ungkapnya dalam orasi. 

Ombak Jawa Barat merupakan aliansi orang muda bergerak yang terdiri dari Walhi Jawa Barat, Sahabat Walhi (SAWA), FK3I Jabar, PPM Nusantara, BEM Kema Unpad, Mapala Bandung Raya, LBH Bandung, Lion Indonesia, PSDK DAS Citarum, Lintas Peradaban UIN, Forum Akar, Forum Komunikasi Gunung Geulis, Bale Rancage, Hedjo Institut, Forum Pemuda Peduli Karst Citatah (FP2KC), dan Perkumpulan Inisiatif. 

Orang-orang muda yang turun aksi ini, selain merayakan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, juga untuk menyampaikan kemuakan kondisi dan kebijakan yang darurat di Jawa Barat. Sebagai generasi penerus, orang-orang muda ini merasa khawatir dengan masa depan lingkungan yang akan semakin sulit. 

Sebelum melakukan aksi di depan Gedung Sate, aksi sempat dilakukan di Taman Cikapayang. Saat aksi berlangsung, lima orang massa aksi membentangkan spanduk di flyover Pasopati yang bertuliskan "Jawa Barat Darurat Lingkungan Hidup". Di spanduk tersebut juga terdapat logo bulat berwarna merah dengan tulisan putih "Zero Tolerance Policy".

Ekspresi aktivis Eva Eryani saat berorasi di aksi darurat lingkungan di Gedung Sate, Bandung, 5 Juni 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Ekspresi aktivis Eva Eryani saat berorasi di aksi darurat lingkungan di Gedung Sate, Bandung, 5 Juni 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Desakan Nol Toleransi

Koordinator aksi Hegel Amre menerangkan, aliansi Ombak melihat Jawa Barat tengah berada dalam kondisi darurat lingkungan karena banyak faktor. Dalam konteks regional, di Jawa Barat, indeks kualitas air, udara, tutupan lahan, dan kualitas air laut perlu menjadi perhatian masyarakat. Meski begitu, titik berat yang menjadi penekanan pada aksi ini yaitu pada kebijakan nol toleransi. 

"Jadi kita titik beratnya ada di Zero Tolerance Policy, bagaimana agar pemerintah tidak ada lagi celah, ibaratnya tidak lagi memberikan jalan kepada investor yang ada di Jawa Barat. Kami menegaskan hal itu agar pemerintah Jabar terus bisa melestarikan lingkungan," ungkap Hegel yang juga perwakilan Departemen Lingkungan Hidup BEM Kema Unpad. 

Hegel mencermati pada kasus Kawasan Bandung Utara (KBU) dan Kawasan Bandung Selatan (KBS) yang memiliki fungsi utama penyangga ekologi dan kawasan lindung. Seharusnya kawasan ini tidak boleh ada pembangunan, selain untuk kepentinhan pelestarian. Sayangnya yang terjadi malah sebaliknya. Banyak infrastruktur komersial yang dibangun di KBU dan KBS. 

"Jadi dengan adanya Zero Tolerance Policy ini tidak ada lagi toleransi kepada pelanggar atau kejahatan yang ada dan berdampak kepada lingkungan," harapnya. 

Mahasiswi dari BEM KEMA Unpad lainnya Retno Aditya menerangkan, ia turun aksi hari itu setidaknya sebagai upaya untuk mengkampanyekan bahwa krisis iklim adalah persoalan nyata. "Aku banyak nyari dan aku merasa kayaknya banyak narasi yang bilang ini (krisis iklim) mungkin emang gak akan bisa diperbaiki, gak akan mungkin kita bisa diatasi. Tapi setidaknya kita bisa memundurkan itu," ungkap Retno, kepada BandungBergerak.id. 

Persoalan Tanpa Batas Administratif

Di penghujung aksi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat Prima Mayaningtyas bergabung dengan massa aksi. Ia menyampaikan, aksi yang dilakukan itu menjadi bentuk kepedulian masyarakat yang membantu pemerintah dengan menyuarakan persoalan lingkungan. 

Prima menjelaskan, persoalan lingkungan tidak memiliki batas administratif (borderless). Persoalan ini juga tidak bisa diselesaikan sendiri oleh pemerintah, makanya semua orang harus berperan. 

"Jadi ini kita semua harus berpikir bersama-sama," ungkapnya di tengah massa aksi. "Saya terima kasih untuk hari ini kawan-kawan peduli. Saya harap kepedulian ini bisa hadir di semua orang yang ada di Jawa Barat." 

Prima juga menyebutkan, hari lingkungan hidup adalah hari semua orang. Makanya ia menyatakan, meski dibatasi secara administratif, kontribusi pentahelix memiliki peran besar dalam persoalan lingkungan yang borderless.

"Jadi mari kita bergandengan tangan. Gak bisa urusan lingkungan itu kita saling menyakahkan, itu kata kuncinya. Karena kita juga berkontribusi," katanya

Prima mengklaim, secara bersama-sama pihaknya terus mencari solusi terkait program Citarum Harum yang akan berakhir pada Mei 2025, di antaranya dengan menargetkan percepatan mana yang paling bisa dikejar.

"Terima kasih untuk masukan dan sarannya, akan saya sampaikan ke pak Gubernur. Hari ini saya akan rapat dengan para Dansektor dan kemarin dengan rekan-rekan komunitas, Insya Allah semua akan kita libatkan," klaimnya. 

Baca Juga: Sungai Citarum, Berkah di Masa Lalu, Bencana di Masa Kini
DAS Citarum Kritis, Luas Hutan Penyangga Tinggal 10 Persen
Konservasi Sungai Citarum akan Dibahas dalam Forum Internasional

Kadis Lingkungan Hidup Jabar Prima Mayaningtyas mendatangi massa aksi darurat lingkungan Jawa Barat, di depan Gedung Sate, Rabu, 5 Juni 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)
Kadis Lingkungan Hidup Jabar Prima Mayaningtyas mendatangi massa aksi darurat lingkungan Jawa Barat, di depan Gedung Sate, Rabu, 5 Juni 2024. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)

Adapun tuntutan yang disampaikan dalam aksi ini adalah sebagai berikut:

  1. Zero Tolerance Policy. Segara jalankan penegakan hukum dan sanksi tegas kepada pelaku perusak lingkungan (tanpa pandang bulu). 
  1. Segera jalankan transisi energi yang adil dan berkelanjutan, bukan transisi yang masih dianggap politis serta masih menlanggengkan pelaku bisnis sehingga arah kebijakannya hanya terkesan akal-akalan dan hanya sekedar menjadi solusi palsu. 
  1. Segera maksimalkan program Citarum Harum yang hanya tersisa 10 bulan, prioritaskan kegiatan yang menyasar akar masalah salah satunya (Lahan Kritis, Penegakan Hukum, masalah Sampah, Pencemaran Limbah Industri, Limbah Ternak dan Penataan Ruang Wilayah yang buruk). 
  1. Mendesak segera Pemprov Jabar agar membuat Perda KBU dan Perda KBS mengingat kerusakan tidak dapat terhindarkan dan perlu di ingat dua kawasan tersebut sebagai penyangga terakhir bagi keselematan hidup hajat orang banyak. 
  1. Meminta pertanggung jawaban program JRCP yang telah dirilis oleh Ridwan Kamil, hal ini begitu penting mengingat dari kegiatan tersebut tidak lepas dari rencana anggaran APBD Provinsi yang wajib disampaikan kepada publik secara akuntable dan transparan. 
  1. Segera lakukan Restorasi lahan kritis di Jawa Barat dan Pelarangan total pada alih fungsi lahan di Kawasan Lindung. 
  1. Segera lakukan Reformasi perizinan dan pengawasan lingkungan secara akuntable dan transparan. 
  1. Jalankan dengan nyata sinergitas pemerintah pusat dan pemerintah daerah melalui pembentukan kebijakan dan peraturan terhadap pengelolaan lingkungan hidup. 
  1. Jalankan ruang-ruang partisipatif dalam bentuk pelibatan masyarakat terhadap upaya penanganan masalah lingkungan di Jawa Barat. 
  1. Berikan penghargaan secara nyata kepada komunitas dan berikan fasilitas serta edukasi pengelolaan sampah dan limbah kepada masyarakat secara nyata. 
  1. Mendorong Pemprov Jabar untuk proaktif menolak Penurunan Status (down grade) Kawasan Cagar Alam (CA) menjadi Taman Wisata Alam (TWA) di KPHK Guntur Kamojang Papandayan, karena kontra produktif dengan upaya pemulihan kawasan dengan Perpres 15 tahun 2018 tentang Citarum Harum. 
  1. Mendorong Pemprov Jabar untuk menyetujui perluasan kawasan konservasi dengan merealisasikan hadirnya Taman Nasional Cikurai, Taman Nasional Malabar, dan Tahura Gunung Wayang. Sehingga upaya penyelamatan kawasan konservasi menjadi lebih diutamakan daripada pemanfaatan secara ekonomi.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Awla Rajul atau artikel lain tentang Proyek Strategis Nasiona dan Energi

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//