MAHASISWA BERSUARA: Tanggung Jawab Perusahaan dan Kebijakan Pemerintah yang Pro Pekerja Menghadapi Krisis PHK
Perusahaan dan pemerintah harus bekerja sama menghadapi krisis pemutusan hubungan kerja (PHK). Perlu membangun transparansi di perusahaan dan birokrasi pemerintahan.
Mazaya Shafa Alyka Rachmawan
Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung
10 Juni 2024
BandungBergerak.id – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang sebelumnya pernah terjadi di Indonesia, kini hadir kembali. Di tengah situasi perekonomian negara Indonesia pasca-pandemi yang belum pulih seutuhnya, kehadiran fenomena ini semakin mencederai keadaan ekonomi dan menimbulkan kegelisahan di antara kelompok pekerja. Gelombang PHK massal tidak hanya merugikan para pekerja yang kehilangan mata pencaharian mereka, namun juga dapat membahayakan sistem perekonomian dan mengancam keamanan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran Hubungan Kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara Pekerja/Buruh dan Pengusaha. Menurut hasil survei Kementerian Ketenagakerjaan, pada periode Januari–Maret 2024, terdapat 12.395 orang tenaga kerja yang ter-PHK. Tenaga kerja ter-PHK paling banyak ditemui di Provinsi DKI Jakarta yaitu sekitar 42,15 persen dari jumlah keseluruhan kasus yang dilaporkan. Di balik angka statistik tersebut, terdapat sekelompok besar masyarakat yang terdampak secara signifikan.
Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Wahai Pelaku Usaha, Jangan Abaikan Etika Bisnis
MAHASISWA BERSUARA: Bagaimana Cara Membangun Lingkungan Kerja yang Mendukung Kesehatan Mental?
MAHASISWA BERSUARA: Pelanggaran HAM di Papua, Apakah Pelakunya Terbatas pada Negara Saja?
Akar Permasalahan PHK Massal
Gelombang PHK massal yang menimpa Indonesia sejak tahun 2023 merupakan fenomena gunung es yang hanya menampakkan puncaknya. Di balik itu, akar permasalahan gelombang PHK di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari dua faktor utama: faktor eksternal dan faktor internal.
Faktor eksternal, seperti pandemi Covid-19, telah membawa pengaruh yang cukup signifikan bagi aktivitas perekonomian di berbagai bidang usaha. Besarnya pengaruh Covid-19 dijelaskan oleh Ozili (2020) bahwa gangguan ekonomi tiba-tiba yang disebabkan oleh Covid-19 tidak hanya merusak tetapi juga memiliki dampak berlebih karena menciptakan guncangan permintaan dan penawaran di hampir setiap bidang usaha. Pada masa pandemi Covid-19, umumnya pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi karena alasan force majeure (keadaan memaksa) dan efisiensi. Pembatasan interaksi sosial, perubahan pada kebiasaan berbelanja konsumen, dan gangguan pada rantai pasokan menjadi pemicu utama yang mendorong penurunan pemasukan secara signifikan dan memaksa perusahaan untuk melakukan PHK. Hingga saat ini, banyak perusahaan yang kesulitan untuk bangkit setelah terpuruk di masa pandemi Covid-19, dan berakhir harus mem-PHK karyawannya untuk mencegah kerugian lebih lanjut.
Di sisi lain, terdapat faktor-faktor internal yang juga berkontribusi terhadap terjadinya PHK massal. Transformasi digital dan kebiasaan konsumsi masyarakat, khususnya di Indonesia telah mengalami peralihan. Digitalisasi dan inovasi yang terus berkembang secara pesat mendorong terjadinya disrupsi di berbagai bidang usaha. Perusahaan dipaksa untuk dapat beradaptasi secara cepat dan efektif. Adapun perusahaan yang tidak mampu bertransformasi dan beradaptasi dengan baik akan tertinggal. Hal tersebut dapat berujung pada keadaan yang mengharuskan perusahaan mem-PHK pekerjanya. Persaingan antar perusahaan yang semakin ketat juga memicu adanya keharusan untuk melakukan efisiensi pekerja. Faktor internal lainnya seperti perselisihan pengusaha-pekerja, pailit, utang, dan lainnya juga dapat memengaruhi terjadinya PHK.
Peran Perusahaan dalam Menghadapi PHK Massal
Perusahaan sebagai pemberi kerja memiliki peran penting dalam menghadapi dan mengatasi fenomena gelombang PHK massal. Di tengah situasi seperti ini, perusahaan memiliki peran untuk berusaha meringankan beban para pekerja ter-PHK dan memberikan bantuan kepada mereka yang terdampak. Perusahaan perlu menunjukkan tanggung jawab materiil dan memenuhi hak-hak pekerja ter-PHK. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021, terdapat sejumlah pesangon yang perlu dibayarkan oleh perusahaan selama jangka waktu tertentu.
Perusahaan juga harus memperlihatkan sikap bertanggung jawab secara moral dalam menghadapi PHK massal. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menjalin komunikasi yang terbuka dan transparan dengan pekerja berkenaan dengan kondisi keuangan dan rencana PHK. Perusahaan perlu menginformasi secara jelas dan jujur mengenai alasan PHK, alur dan proses PHK, waktu PHK, dan hak-hak bagi pekerja ter-PHK. Diperlukan kesadaran di dalam perusahaan bahwa pekerja bukan hanya angka, melainkan manusia dengan perasaan dan kebutuhan. Oleh sebab itu, perusahaan perlu menunjukkan rasa empati dan menawarkan dukungan psikologis bagi pekerja ter-PHK. Perusahaan juga dapat memberikan dukungan kepada pekerja ter-PHK mendapatkan pekerjaan baru berupa pelatihan, pendampingan, dan akses terhadap informasi lowongan pekerjaan.
PHK massal adalah fenomena yang kompleks dan penuh dengan tantangan. Namun, perusahaan dapat menjalankan berbagai macam upaya untuk meminimalisasi dampak PHK dan membantu pekerja yang terkena dampak. Perusahaan dapat memberikan sosialisasi pelatihan dan pengembangan bagi pekerja untuk membantu meningkatkan keterampilan dan kemampuan beradaptasi mereka. Perusahaan juga bisa menawarkan bantuan kepada pekerja ter-PHK, seperti bantuan keuangan, kesehatan, dan pendampingan karier. Perusahaan yang berkomitmen menunjukkan tanggung jawab dalam menanggulangi dampak PHK akan mendapatkan manfaat jangka panjang berupa reputasi perusahaan yang positif di mata masyarakat.
Peran Pemerintah dalam Menghadapi PHK Massal
Pemerintah memikul tanggung jawab paling besar untuk meringankan beban para pekerja ter-PHK dan membantu mereka melewati masa sulit. Pertama, pemerintah perlu memperkuat sistem bantuan sosial untuk membantu para pekerja ter-PHK. Pemerintah harus memperluas cakupan program asuransi pengangguran. Melalui hal tersebut, akan lebih banyak pekerja yang terlindungi dan mendapatkan bantuan keuangan pada saat kehilangan pekerjaan. Pemerintah juga perlu meningkatkan jumlah dan durasi bantuan tunai bagi para pekerja ter-PHK. Hal ini perlu dilakukan untuk membantu mereka memenuhi kebutuhan hidup dasar selama belum memiliki pekerjaan baru.
Kedua, pemerintah perlu menciptakan lebih banyak lapangan kerja baru untuk menampung para pekerja ter-PHK. Hasil riset dalam Laporan Talent Acquisition Insights 2024 oleh Mercer Metti mengungkapkan bahwa 69% perusahaan di Indonesia tidak melakukan penambahan karyawan. Pembekuan perekrutan dilakukan tahun 2023, karena kekhawatiran akan adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Oleh sebab itu, pembukaan lapangan kerja baru sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Hal ini dapat dilakukan dengan mendukung UMKM melalui peningkatan kemudahan berusaha dan akses permodalan bagi UMKM. Kemudahan bagi UMKM akan mendorong penciptaan lapangan kerja baru. Pemerintah juga harus meningkatkan investasi dalam pembangunan infrastruktur dan menarik investasi asing ke sektor-sektor yang potensial. Hal tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja baru, dan mendorong transfer teknologi.
Ketiga, pemerintah perlu melakukan reformasi regulasi dan aturan mengenai ketenagakerjaan untuk meningkatkan fleksibilitas dan adaptabilitas bekerja. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan penyederhanaan birokrasi. Rumitnya birokrasi dalam pemerintahan sering mempersulit perusahaan, dan menghambat pembentukan usaha baru. Penyederhanaan proses perizinan usaha dan regulasi ketenagakerjaan akan memudahkan pengusaha dan mendorong penciptaan lapangan pekerjaan baru. Pemerintah juga dapat meningkatkan fleksibilitas kontrak kerja. Meskipun banyak perdebatan terjadi mengenai kontrak kerja yang lebih fleksibel. Namun, fleksibilitas yang lebih besar dalam kontrak kerja memungkinkan perusahaan baru untuk beradaptasi dan meminimalisasi PHK. Kemudian untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja, pemerintah dapat meningkatkan standar upah minimum dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja, seperti hak cuti.
Solusi dalam Menghadapi dan Mencegah PHK
Pemerintah perlu melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat tentang perubahan ekonomi dan teknologi yang terjadi saat ini. Masyarakat perlu diedukasi mengenai pentingnya memiliki keterampilan khusus yang terus ditingkatkan agar dapat beradaptasi. Pemerintah dapat memulai sosialisasi dengan meningkatkan kualitas pendidikan formal dan informal. Diperlukan juga program-program pelatihan untuk membantu masyarakat meningkatkan keterampilan. Kedua hal tersebut akan saling melengkapi untuk pembentukan hard skill dan soft skill yang baik. Perlu adanya kesadaran masyarakat tentang pentingnya beradaptasi dan terus mengembangkan kemampuan diri. Peran aktif dan komitmen yang kuat dari pemerintah, dan kerja sama seluruh pihak perlu untuk terus digalakkan akar tercipta masa depan yang bebas dari PHK dan keterpurukan.
Gelombang PHK massal yang melanda Indonesia bagaikan badai yang menghantam kehidupan para pekerja dan mengguncang perekonomian bangsa. Di tengah situasi seperti ini, diperlukan upaya kolektif dari berbagai belah pihak untuk turut serta meringankan beban para pekerja ter-PHK, menciptakan lapangan kerja baru, dan mengantisipasi hal serupa di masa mendatang. Maka dari itu, perusahaan dan pemerintah perlu bekerja sama dalam menghadapi gelombang yang sudah terjadi, dan mengantisipasi PHK di kemudian hari. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membangun transparansi dalam perusahaan dan birokrasi pemerintahan, melakukan peningkatan investasi dalam pelatihan dan pengembangan tenaga kerja, dan pemberian bantuan sosial dan keuangan kepada para pekerja ter-PHK. Secara khusus, pemerintah perlu memperkuat regulasi ketenagakerjaan yang pro-pekerja, memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat, dan memberikan dukungan pada UMKM sebagai penyedia lapangan pekerjaan yang lebih luas. Melalui kerja sama dan komitmen yang kuat dari semua belah pihak, kita dapat membangun masa depan yang lebih stabil dan sejahtera bagi seluruh lapisan masyarakat.
*Kawan-kawan bisa membaca artikel lain Mahasiswa Bersuara