MAHASISWA BERSUARA: Kampanye Pemerintah untuk Menggunakan Kendaraan Listrik, Bikin Untung atau Buntung Masyarakat?
Pemerintah mengklaim alasan utama mendorong masyarakat menggunakan kendaraan listrik adalah perlindungan lingkungan.
Idmar Rizky Athallah
Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung
10 Juni 2024
BandungBergerak.id – Di era kemajuan teknologi saat ini, Indonesia seperti terlambat di hal kemajuan dalam bidang industri teknologi dan otomotif. Padahal keuntungan yang dirasakan apabila seluruh masyarakat paham akan hal ini dalam menggunakan kendaraan listrik sangat banyak. Kendaraan listrik pada zaman ini menjadi salah satu alternatif kendaraan yang ramah lingkungan dan semakin populer di seluruh dunia.
Kendaraan konvensional yang banyak digunakan saat ini telah menjadi sumber utama polusi udara dan kerusakan lingkungan. Efek negatif dari kendaraan konvensional terhadap lingkungan telah menjadi perhatian serius di seluruh dunia. Salah satu dampak paling terlihat dari kendaraan konvensional adalah polusi udara. Mesin pembakaran internal yang digunakan oleh kendaraan konvensional menghasilkan emisi berbahaya seperti karbon monoksida, nitrogen dioksida, dan partikel-partikel kecil. Selain itu, kendaraan konvensional juga berkontribusi pada kerusakan lingkungan melalui konsumsi bahan bakar fosil yang besar. Sektor transportasi merupakan salah satu penyumbang emisi CO2 terbesar di Indonesia, nomor dua setelah sektor industri.
Dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat sebesar 5% pada tahun 2019, yang diperkirakan akan pulih pada tahun 2022 setelah pandemi COVID-19 dan tingginya tingkat urbanisasi, kebutuhan akan mobilitas yang nyaman diperkirakan akan meningkat. Kepemilikan kendaraan pribadi terus meningkat sebesar lebih dari 5% setiap tahunnya, menurut Badan Pusat Statistik yang secara statistik terdiri dari sepeda motor (82%), mobil (11%), bus (1,7%), dan angkutan barang (5,3%). Tren ini menunjukkan bahwa pasar kendaraan pribadi masih tergolong tinggi.
Permintaan yang terus meningkat untuk bahan bakar fosil mengarah pada eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak terbarukan. Penambangan dan produksi minyak bumi dan gas alam menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan, termasuk deforestasi, kerusakan habitat, dan polusi tanah dan air. Karena semakin banyak nya permasalahan yang muncul terciptalah teknologi yang disebut dengan EV atau electric vehicle. EV atau Electric Vehicle adalah kendaraan yang menggunakan satu atau lebih motor listrik untuk menggerakkannya. Bersamaan dengan ini pemerintah Indonesia pun terus mendorong percepatan penggunaan mobil listrik di tanah air. Bahkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Pengembangan dan Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik (Mobil Listrik) juga telah dibuat oleh Presiden Joko Widodo.
Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Subsidi Kendaraan Listrik hanya Memindahkan Polusi
MAHASISWA BERSUARA: Enigma Kendaraan Listrik bagi Masyarakat Indonesia
MAHASISWA BERSUARA: Ancaman Bahaya di Balik Penerapan Peralihan Kendaraan Listrik
Tren Kendaraan EV di Indonesia
Indonesia, negara kepulauan dengan populasi besar, dihadapkan pada tantangan polusi udara yang semakin mengkhawatirkan. Kendaraan bermotor menjadi salah satu penyumbang terbesar emisi gas buang terbesar, hal ini mendorong pemerintah untuk mencari solusi transportasi yang lebih ramah lingkungan. Berbagai macam faktor yang memicu hadirnya kendaraan EV ini di Indonesia. Salah satunya, kesadaran global akan perubahan iklim mendorong negara-negara, termasuk Indonesia, untuk beralih ke energi terbarukan dan mengurangi emisi gas karbon. Electric vehicle dengan emisi gas buang yang jauh lebih rendah dibandingkan kendaraan konvensional, menjadi pilihan yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut.
Kehadiran berbagai macam merek dan model EV di Indonesia juga turut mendorong maraknya penggunaan kendaraan listrik ini. Saat ini, beberapa merek EV ternama seperti Hyundai, Tesla, dan Wuling sudah hadir di Indonesia dengan berbagai macam pilihan model yang menarik. Hal ini memberikan konsumen lebih banyak pilihan dan mendorong persaingan pasar EV di Indonesia.
Terakhir, dukungan pemerintah Indonesia itu sendiri, berbagai kebijakan dan regulasi menjadi faktor penting atas penggunaan kendaraan listrik saat ini. Pemerintah Indonesia telah menetapkan target ambisius untuk mempercepat adopsi penggunaan EV, seperti Presiden Jokowi yang mendorong penggunaan EV di berbagai sektor. Hal ini termasuk pemberian insentif pajak. Pemerintah Indonesia memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% untuk pembelian Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) berbasis baterai roda empat dan bus tertentu dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebesar 40% atau lebih. Dengan insentif ini, pembeli hanya perlu membayar PPN sebesar 1% dari harga pembelian.
Penggunaan Kendaraan Listrik untuk Apa?
Pemerintah dengan berbagai sektor terus mendorong kerja sama yang baik antar pihak, yakni dari industri, lembaga penelitian dan juga masyarakat dalam upaya percepatan implementasi penggunaan kendaraan listrik di Indonesia. Kampanye penggunaan kendaraan listrik kepada masyarakat perlu diwujudkan guna mempercepat transisi dari bahan bakar fosil ke energi rendah emisi. Data Kementerian Perindustrian menyebut, hingga tahun 2025, ditargetkan 400.000 unit, dan 600.000 unit pada 2030 mobil listrik sudah beredar di berbagai jalan di Indonesia.
Alasan utama dibalik dorongan pemerintah untuk mengadopsi kendaraan listrik adalah perlindungan lingkungan. Kendaraan bermesin pembakaran dalam menggunakan bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi gas rumah kaca dan polusi udara. Polusi udara ini telah terbukti merugikan kesehatan manusia dan merusak lingkungan. Tingkat pencemaran udara di kawasan Jakarta dan sekitarnya sepanjang tahun 2021 skor Air Quality Index (AQI) rata-rata di bawah 80 jauh menurun ketimbang pada 2019–sebelum pandemi Covid-19 Jakarta dan sekitarnya (Bodetabek) mendapat skor rata-rata 195 dalam AQI, yang artinya mempunyai udara tidak sehat (unhealthy).
Selain manfaat lingkungan, pemerintah juga melihat peluang ekonomi yang terkait dengan industri kendaraan listrik. Pengembangan, produksi, dan penjualan kendaraan listrik dapat menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Selain itu, dengan meningkatnya permintaan akan kendaraan listrik, industri tersebut menjadi lebih inovatif dan kompetitif di Indonesia.
Realita yang Dihadapi Saat Ini
Pada kenyataannya adalah pengguna masyarakat Indonesia terhadap EV masih di luar target. Indonesia Electric Vehicle Outlook (IEVO) 2023 oleh IESR memproyeksikan bahwa Indonesia menargetkan memiliki 1,8 juta kendaraan listrik roda dua dan 0,4 juta roda empat pada tahun 2025. Masyarakat Indonesia saat ini masih banyak dihadapkan dengan beberapa masalah atau rintangan yang perlu dihadapi. Pertama, ketidakmerataan pembangunan infrastruktur SPKLU. Saat ini, SPKLU masih terkonsentrasi di kota-kota besar saja, sedangkan di kota-kota lainnya masih sangat terbatas. Hal ini membuat masyarakat di luar kota besar sulit untuk menggunakan EV.
Kedua, harga EV masih tergolong tinggi dibandingkan dengan kendaraan konvensional. Banyak pengguna EV saat ini di Indonesia berasal dari tingkat atas. Seperti contoh, untuk kendaraan EV dengan dimensi mobil kecil berada di angka Rp. 258.000.000. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti harga baterai yang masih mahal dan biaya produksi yang tinggi. Ini kemudian menyebabkan konsumen menengah sampai bawah lebih memilih untuk menggunakan kendaraan konvensional dengan pertimbangan harga beli lebih murah dan pemeliharaan lebih terjangkau, seperti mobil konvensional harga termurah berada di angka Rp. 138.000.000. Ketiga, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap EV di Indonesia. Rendahnya kesadaran ini menjadi salah satu tantangan utama dalam mendorong adopsi EV secara luas dan merata di Indonesia. Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang manfaat dan keunggulan EV, sehingga mereka masih ragu untuk beralih dari kendaraan konvensional.
Sebagai kesimpulan, meskipun upaya pemerintah Indonesia dalam mempromosikan penggunaan kendaraan listrik telah menunjukkan kemajuan yang positif, realitas menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat masih belum siap untuk mengadopsi teknologi ini. Salah satu alasan utamanya adalah keterbatasan infrastruktur pengisian daya yang belum memadai di banyak wilayah, membuat penggunaan kendaraan listrik menjadi tidak praktis bagi sebagian besar masyarakat. Selain itu, harga kendaraan listrik yang tinggi juga menjadi kendala, membuatnya sulit dijangkau oleh sebagian besar masyarakat. Di samping itu, kurangnya pengetahuan dan kesadaran tentang manfaat kendaraan listrik, bersama dengan kekhawatiran akan keandalan dan performa kendaraan, juga menjadi faktor penghambat adopsi teknologi EV di Indonesia.
Meskipun demikian, langkah-langkah lebih lanjut perlu diambil untuk mengatasi hambatan-hambatan ini. Ada harapan bahwa kesenjangan harga akan semakin mengecil seiring dengan perkembangan teknologi baterai, penurunan biaya produksi dan peningkatan permintaan dapat membuat mobil listrik menjadi lebih terjangkau. Pemerintah dapat meningkatkan investasi dalam infrastruktur pengisian daya, serta meluncurkan kampanye penyuluhan yang lebih luas untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kendaraan listrik. Dengan tindakan-tindakan ini, dapat diharapkan masyarakat Indonesia akan semakin siap dan menerima teknologi kendaraan listrik, yang ke depannya akan membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan mendukung transisi menuju mobilitas berkelanjutan.
*Kawan-kawan bisa membaca artikel lain Mahasiswa Bersuara