• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Menyoal Gaya Hidup Konsumtif di Kalangan Generasi Z

MAHASISWA BERSUARA: Menyoal Gaya Hidup Konsumtif di Kalangan Generasi Z

Generasi Z tumbuh di saat teknologi yang semakin maju dan berkembang. Mudahnya akses internet membuat mereka jauh lebih konsumtif.

Ruqayyah

Mahasiswa tinggal di Solo

Ilustrasi kemudahan transaksi daring memicu budaya konsumerisme yang menjerat masyarakat. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

11 Juni 2024


BandungBergerak.id – Apa itu gaya hidup konsumtif? Waluyo mengemukakan bahwa gaya hidup konsumtif adalah perilaku individu yang senang membelanjakan uangnya tanpa menimbang dengan matang (Fitri, 2013: 30). Sedangkan menurut Setiaji dalam  Konsumerisme (1995) menyatakan bahwa gaya hidup konsumtif adalah perilaku berlebihan dan membabi buta dalam membeli suatu barang. Pada dasarnya setiap orang ingin menuruti hasrat mereka untuk membeli sesuatu berdasarkan apa yang mereka inginkan, bukan berdasarkan apa yang mereka butuhkan. Seseorang yang cenderung membeli barang tanpa memikirkan harga dan nilai gunanya untuk mendapatkan kepuasan semata merupakan bentuk dari perilaku konsumtif.

Di era modern ini, gaya hidup konsumtif sudah menjadi hal yang lumrah. Kita dapat dengan mudah menemui gaya hidup konsumtif dari berbagai kalangan,  salah satunya yang sering kita jumpai pada kalangan Generasi Z. Hasil riset Katadata Insight Center (KIC) dan Kredivo menyatakan bahwa penduduk usia 18-25 tahun menggunakan sebesar 5,4% dari gaji mereka untuk berbelanja di e-commerce, ini menunjukkan mayoritas gaya hidup konsumtif dimiliki oleh Generasi Z. Generasi Z adalah sebuah istilah yang diberikan pada sekelompok orang yang lahir pada tahun 1997-2012, yang jika dilihat dari umur mereka saat ini sekitar 27-12 tahun.

Generasi Z tumbuh di saat teknologi yang semakin maju dan berkembang. Banyaknya aplikasi e-commerce seperti Shoppe, Tokopedia, Lazada, Gojek, Grab dan sebagainya, membuat mereka jauh lebih konsumtif. Adanya akses internet dapat membuat Gen Z membeli sesuatu dengan mudah, cepat, dan tanpa keluar rumah. Salah satu contohnya ketika Gen Z ingin membeli barang yang berada di luar kota. mereka tidak perlu jauh-jauh keluar kota untuk mendapatkan barang tersebut, cukup dengan membuka aplikasi e-commerce dari rumah, mereka bisa mendapatkan barang yang mereka inginkan. Tidak heran mengapa Gen Z disebut generasi yang konsumtif.

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Pelanggaran HAM di Papua, Apakah Pelakunya Terbatas pada Negara Saja?
MAHASISWA BERSUARA: Tanggung Jawab Perusahaan dan Kebijakan Pemerintah yang Pro Pekerja Menghadapi Krisis PHK
MAHASISWA BERSUARA: Kampanye Pemerintah untuk Menggunakan Kendaraan Listrik, Bikin Untung atau Buntung Masyarakat?

Faktor Penyebab Gaya Hidup Konsumtif

Gaya hidup konsumtif yang dimiliki Gen Z dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari diri mereka sendiri, untuk mencapai kepuasan pribadi. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari dorongan luar.

Beberapa faktor eksternal yang dapat membuat Gen Z memiliki gaya hidup konsumtif. Faktor pertama yaitu FOMO. Kebanyakan Gen Z menganut budaya FOMO atau Fear Of Missing Out yaitu rasa takut tertinggal karena tidak mengikuti aktivitas tertentu. Tidak bisa dipungkiri bahwa media sosial berperan aktif  dalam mempengaruhi seseorang untuk mengikuti sebuah tren. Salah satu contoh tren di media sosial baru-baru ini adalah tren membeli Cromboloni, Sosis Indomaret, Milk Bun, dan tren-tren lainnya. Beberapa Gen Z akan membeli barang atau makanan yang sedang tren, karena mereka takut tertinggal oleh tren tersebut. Tentunya jika hal ini terus dilakukan maka akan menjadi perilaku konsumtif.

Faktor kedua yaitu Status Sosial. Gen Z dapat berperilaku konsumtif salah satunya karena status sosial mereka. Seseorang akan dipandang dan diterima dalam lingkungan masyarakat apabila mereka memiliki status sosial yang tinggi.  Untuk mendapatkan status sosial, mereka terkadang membeli barang-barang branded dengan harga yang tidak masuk akal agar mendapat pengakuan status sosial mereka. Hal itu juga menjadi faktor pendorong Gen Z memiliki gaya hidup yang konsumtif. Faktor ketiga yaitu kebiasaan nongkrong. Gen Z memiliki kebiasaan suka menongkrong di cafe atau di restoran yang mahal, biasanya mereka akan menongkrong untuk sekedar mengobrol bersama teman, mencicipi menu yang sedang viral atau bahkan untuk kebutuhan bermedsos. Nah, itu beberapa faktor yang dapat menyebabkan Gen Z menjadi konsumtif, walaupun tidak semua ya.

Dampak serta Solusi

Gaya hidup konsumtif akan menimbulkan dampak positif jika dilihat dari sisi penjual. Tetapi  jika kita lihat dari sisi pembeli, apakah akan berdampak positif atau justru sebaliknya? Segala sesuatu pasti akan ada dampak positif dan negatifnya, namun bagi pembeli gaya hidup konsumtif lebih banyak menimbulkan dampak negatif jika dilakukan secara terus menerus. Contoh saja ketika seseorang terbiasa memiliki gaya hidup konsumtif mereka akan mengalami kesulitan keuangan karena terlalu sering membelanjakan uang tanpa pertimbangan. Di lain sisi, seseorang yang kecanduan belanja akan kesulitan untuk berhenti dari kebiasaan  dan bahkan ketika tidak memiliki uang untuk memenuhi keinginan mereka membeli sesuatu, mereka tidak akan segan untuk melakukan pinjaman online seperti paylatter yang sudah tersedia di beberapa e-commerce, hal ini dapat mengakibatkan seseorang terlilit hutang jika tidak bisa melunasinya.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwasanya gaya hidup konsumtif merupakan suatu kebiasaan buruk yang harus dihilangkan dari kalangan Gen Z. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi gaya hidup konsumtif pada Gen Z seperti, membuat anggaran bulanan, menentukan skala prioritas, dan menyaring hal yang ada di media sosial.  Cara-cara tersebut akan efektif jika sudah ada kemauan dalam diri dan mindset mereka untuk mau berubah. Selain itu dalam proses mengubah kebiasaan harus dilakukan dengan sabar dan konsisten.

*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain Mahasiswa Bersuara

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//