• Berita
  • Aksi Komunitas dan Aktivis Lingkungan Menanam Pohon dan Melepas Burung serta Ikan di Kawasan Sungai Cikapundung

Aksi Komunitas dan Aktivis Lingkungan Menanam Pohon dan Melepas Burung serta Ikan di Kawasan Sungai Cikapundung

Komunitas Cika Cika bersama mahasiswa dan aktivis lingkungan terjun membersihkan Sungai Cikapundung. Pencemaran sungai terpanjang di Bandung ini memprihatinkan.

Aksi bersih-bersih Sungai Cikapundung, di Area Komunitas Cika Cika, Kota Bandung, Rabu, 12 Juni 2024. (Foto: Helni Sadiyah/BandungBergerak)

Penulis Helni Sadiyah14 Juni 2024


BandungBergerak.idMemasuki kawasan hijau di sekitar Sungai Cikapundung, kita disambut semilir angin segar dan kicauan burung. Namun, pemandangan kontras terlihat di badan sungai yang kotor dan tercemar berbagai jenis sampah, mulai dari sampah plastik hingga limbah rumah tangga. Sangat memprihatinkan.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, kondisi ekosistem sungai di wilayah tersebut memang mengkhawatirkan. Berdasarkan survei terbaru yang dilakukan pada tahun 2023, terdapat peningkatan signifikan dalam tingkat pencemaran air di Sungai Cikapundung. Data tersebut menunjukkan bahwa kadar limbah organik dan anorganik dalam air sungai mengalami peningkatan hingga mencapai 30 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Selain itu, laporan dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat juga menyatakan bahwa Sungai Cikapundung telah masuk ke dalam kategori "sangat tercemar" berdasarkan indeks kualitas air. Hal ini disebabkan oleh tingginya jumlah industri yang beroperasi di sekitar daerah aliran sungai, serta minimnya sistem pengolahan limbah yang efektif.

Dalam rangka merayakan Hari Lingkungan Hidup pada 5 Juni 2024 lalu, Komunitas Cika Cika bersama mahasiswa dan komunitas peduli lingkungan di Bandung mengadakan kegiatan bertema "Menjaga Keseimbangan Ekosistem untuk Bumi". Kegiatan ini dilakukan di area Komunitas Cika Cika di bantaran Sungai Cikapundung, Rabu, 12 Juni 2024.

Acara diisi berbagai aksi simbolik seperti penanaman pohon, penanaman bibit ikan, pelepasan burung, serta aksi bersih-bersih Sungai Cikapundung. Aksi yang dilakukan mengandung berbagai makna. Misalnya, aksi tanam pohon memiliki filosofi bahwa kita harus memproduksi oksigen di saat pohon-pohon banyak ditebang.

"Sekarang penghasil oksigen semakin berkurang,” kata Adi Rosadi Sapari, koordinator pelaksana kegiatan.

Aksi simbolik lainnya pelepasan burung dan ikan yang bermakna mengembalikan hewan ke alamnya. Keberadaan hewan di alam dapat memberikan energi positif kepada lingkungan maupun manusia.

“Energi positif ini sangat bermanfaat bagi kita tanpa kita sadari. Aksi pelepasan bibit ikan pun demikian. Jadi kita kembalikan hewan-hewan itu ke alam. Ketika hewan dikembalikan ke alam, mereka juga merasa bersyukur karena menemukan habitat aslinya. Dibandingkan hidup di kolam atau kandang, mereka lebih bebas di sini dan memberikan energi positif kepada kita," ungkap Adi.

Baca Juga: PROFIL KOMUNITAS CIKA-CIKA: Lahir dari Keprihatinan terhadap Nasib Sungai Cikapundung
Membangun Kekuatan Narasi Geowisata Jawa Barat Melalui Buku
Klaim 20 Sungai di Kota Bandung Membaik ketika Sungai Cikapundung Pernah Tercemar Logam Berat

Kondisi Ekosistem Sungai yang Memprihatinkan

Ekosistem sangat penting untuk keberlangsungan hidup manusia. Manusia harus menjaga dan merawat alam agar bisa terus menikmati manfaatnya. Dengan kata lain, Adi menegaskan menjaga ekosistem berarti menjaga semua komponen lingkungan. Begitu juga halnya dengan air.

"Lingkungan air sangat dibutuhkan oleh manusia, dan menjaga ekosistem berarti menjaga lingkungan air juga," kata Adi.

Alifatu Faila, perwakilan Greenpeace Bandung, menyampaikan pandangannya tentang kondisi ekosistem di Bandung dan Jawa Barat yang sudah mengalami degradasi. Manusia dan alam sudah tidak bisa berjalan seiring lagi karena sudah terlalu melewati batas.

“Daya tampung alam sudah tidak bisa menampung kegiatan di Jawa Barat atau di Bandung lagi, sehingga terjadi banyak bencana. Misalnya, kemarin di Braga, Cikapundung meluap, dan di daerah Cimbuluit juga banjir," ujar Alifatu.

Kawasan Bandung utara yang seharusnya menjadi kawasan lindung, kini telah banyak dibangun, sehingga air tidak bisa lagi diserap oleh tanah di daerah konservasi ini. Menurut Alifatu, kawasan Bandung utara adalah daerah tangkapan atau resapan air yang seharusnya tidak boleh ada aktivitas berlebihan oleh manusia.

“Namun, daerah ini sudah banyak dibangun, sehingga air langsung mengalir ke bawah tanpa diserap oleh tanah," jelas Alifatu.

Ia juga menyoroti kurangnya sistem resapan air dan pengelolaan sampah di kawasan Bandung yang berpengaruh pada ekosistem sungai. Minimnya fasilitas sungai menjadi bukti tidak terawatnya ekosistem air.

"Permasalahannya satu, tidak ada septic tank, dan tidak ada sistem persampahan yang baik di bantaran sungai. Orang-orang yang tinggal di bantaran sungai ya udah buangnya ke situ karena di sekitar rumahnya tidak ada tempat penampungan sampah atau sistem penarikan sampah secara kolektif," tambah Alifatu.

*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya Helni Sadiyah, atau artikel-artiikel lain tentang Sungai Cikapundung Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//