• Buku
  • Membangun Kekuatan Narasi Geowisata Jawa Barat Melalui Buku

Membangun Kekuatan Narasi Geowisata Jawa Barat Melalui Buku

T Bachtiar mengatakan, salah satu potensi yang dapat menjadi daya tarik wisatawan adalah kekuatan narasi. Ini menjadi kekurangan pariwisata di Jawa Barat.

Bincang Buku Geowisata Jawa Barat di Ruang Publik Seni Kreatif Disparbud Jawa Barat, Bandung, Jumat, 07 Juni 2024. (Foto: Helni Sadiyah/BandungBergerak)

Penulis Helni Sadiyah10 Juni 2024


BandungBergerak,id - Ketika berbicara pariwisata Jawa Barat, salah satu topik menarik adalah geowisata. Geowisata atau geoturisme merupakan kegiatan berwisata dengan memanfaatkan sumber daya alam seperti bentang alam, batuan, struktur geologi, dan sejarah kebumian. Geowisata menjadi salah satu aset penting dalam mempromosikan pariwisata berkelanjutan di daerah ini.

Jawa Barat dikenal dengan geowisatanya yang memukau, mulai dari pegunungan yang menjulang tinggi hingga air terjun yang menawan. Keindahan alam ini tidak hanya menjadi daya tarik visual, tetapi juga menawarkan berbagai aktivitas luar ruangan seperti pendakian, perkemahan, dan fotografi alam. Dengan lanskap yang memesona, setiap sudut Jawa Barat menyimpan panorama yang memanjakan mata dan menenangkan jiwa. Keanekaragaman flora dan fauna di kawasan ini juga menambah daya tarik tersendiri bagi para pecinta alam dan petualangan.

Menyadari betapa kayanya potensi geowisata di Jawa Barat, sebuah diskusi inspiratif digelar pada Jumat, 7 Juni 2024. Bertempat di Ruang Publik Seni Kreatif Disparbud Jawa Barat, acara ini diinisiasi oleh Asosiasi Pemandu Geowisata Indonesia (PGWI) yang bekerja sama dengan Dinas Pariwisata dan Budaya Provinsi Jawa Barat.

Diskusi ini mengupas dua buku karya penulis yang tergabung dalam Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB), yaitu "Kaldera Sunda" Deni Sugandi dan "Lingkung Gunung Bandung #1" Gan Gan Jatnika. Buku-buku ini membahas berbagai aspek geowisata di Jawa Barat, menawarkan pandangan mendalam tentang sejarah alam dan budaya khususnya di kawasan Bandung Raya.

Isu yang digarap kedua buku tersebut dibedah Titi Bachtiar, seorang geolografiawan, dan Ani Widiani, Kepala Bidang Destinasi Pariwisata Disparbud Jawa Barat. Kegiatan ini dihadiri oleh pegiat, praktisi, dan pemandu geowisata, dengan tujuan memperkenalkan geowisata.

Sesi foto kegiatan Bincang Buku Geowisata Jawa Barat, di Ruang Publik Seni Kreatif Disparbud Jawa Barat, Bandung, Jumat, 07 Juni 2024. (Foto: Helni Sadiyah/BandungBergerak)
Sesi foto kegiatan Bincang Buku Geowisata Jawa Barat, di Ruang Publik Seni Kreatif Disparbud Jawa Barat, Bandung, Jumat, 07 Juni 2024. (Foto: Helni Sadiyah/BandungBergerak)

Potensi Wisata Jawa Barat

Menurut Titi Bachtiar, salah satu potensi yang dapat menjadi daya tarik wisatawan adalah kekuatan narasi. Setiap lokasi wisata yang memiliki cerita kaya akan memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Narasi tidak hanya memberikan informasi, tetapi juga menghidupkan kembali peristiwa masa lalu dan menghubungkan pengunjung dengan alam sekitar. Dengan narasi yang kuat, pengalaman berwisata menjadi lebih bermakna dan mendalam, membuat wisatawan tidak hanya menikmati pemandangan tetapi juga memahami nilai dan pentingnya pelestarian lingkungan.

Salah satu kekurangan pariwisata di Jawa Barat adalah dalam menggali cerita atau narasi dari sebuah tempat wisata. Padahal, sejak zaman kolonial banyak penjelajah yang mencatat dan mendokumentasikan tempat di Jawa Barat melalui berbagai media, seperti tulisan atau lukisan.

"Yang kurang di Jawa Barat adalah narasinya. Buku dapat menjadi salah satu upaya untuk menciptakan narasi. Misalnya, dulu ada yang melukis bersama ilmuwan lalu menggambar apa yang dilihat. Seperti orang Belgia pada tahun 1800-an, yang keliling Parahyangan bersama seorang ilmuwan, lalu dia menggambar apa yang dilihat," ungkap T Bachtiar.

Dokumentasi yang ditinggalkan para penjelajah dapat dilihat melalui situs-situs online secara gratis. Hal ini memudahkan kita mengakses dan mempelajari sejarah serta keindahan alam Jawa Barat yang terekam dalam catatan dan lukisan dari masa lalu. Menggali dan menghidupkan kembali narasi-narasi ini bisa memperkaya pengalaman wisatawan dan meningkatkan daya tarik pariwisata di Jawa Barat.

Baca Juga: RESENSI BUKU: Menyelaraskan Hubungan Batin Manusia
RESENSI BUKU: Alternatif Belajar Sejarah yang Menyenangkan
Melihat Revolusi Indonesia dari Sudut Pandang Lokal

Membangun Narasi Melalui Buku

Gan Gan Jatnika, seorang pendaki gunung yang tergabung dalam Komunitas Pendaki Gunung Bandung (KPGB), menjelaskan latar belakang penulisan buku "Lingkung Gunung Bandung #1". Gan Gan terinspirasi oleh pelatihan geowisata yang diikutinya pada tahun 2001, ia memutuskan untuk menulis buku ini meskipun awalnya bukan seorang penulis profesional. Hal ini menunjukkan bahwa siapa pun bisa menulis dan menghasilkan sebuah karya.

“Lingkung Gunung Bandung #1” adalah seri pertama dari rangkaian yang direncanakan. Buku pertama ini mencakup gunung-gunung di Bandung timur, dari Cicalengka hingga perbatasan Sumedang sampai Cimahi. Buku kedua “Lingkung Gunung Bandung #2”  nanti akan memuat gunung-gunung di wilayah Bandung selatan dan barat.

Berdasarkan riset, Bandung memiliki sekitar 625 gunung, baik besar maupun kecil, dan jumlah ini kemungkinan akan bertambah dengan temuan baru. "Buku ini adalah buku hashtag yang pertama. Nanti akan terbit beberapa bulan kemudian hashtag yang kedua," ungkap Gan Gan.

Buku “Lingkung Gunung Bandung #1” terdiri dari 27 judul yang membahas 30 gunung, termasuk Gunung Manglayang yang terkenal dengan air bersihnya, serta gunung-gunung lain seperti Gunung Pangparang dan Gunung Tangkorak. Tujuan utama penulisan buku ini adalah untuk mendukung wisata alam, di mana setiap orang bisa menjadi pemandu wisata, baik untuk keluarga maupun teman-teman mereka.

Dalam geowisata, selain menawarkan pemandangan yang indah, penting untuk memiliki kekuatan narasi yang bisa membangkitkan ketakjuban terhadap alam. Misalnya, memahami proses terbentuknya mata air atau sejarah di balik batu besar di suatu lokasi. Hal ini akan membuat wisatawan tetap terkesan meskipun cuaca tidak mendukung.

"Kita harus punya kekuatan narasi selain pemandangan yang bagus. Kita harus bisa membangkitkan ketakjuban terhadap alam. Misalnya, dari hal sepele seperti ada mata air, kenapa mata air ini bisa keluar dari dalam tanah, prosesnya bagaimana, ada batu besar, kenapa ada batu besar di sini, atau ada jenis pohon tertentu, dan manfaatnya apa? Ketika sudah tahu, walaupun cuaca mendung atau kurang mendukung, unsur-unsur narasi yang ada di alam itu akan tetap membuat kita terkesan," ujar Gan Gan.

Narasi yang kuat dan informatif dalam buku ini diharapkan dapat meningkatkan apresiasi wisatawan terhadap tempat yang mereka kunjungi. Dengan memahami cerita di balik keindahan alam, wisatawan akan lebih menghargai dan merasa terhubung dengan destinasi tersebut. Pada gilirannya buku ini dapat mendorong pariwisata berkelanjutan, wisatawan tidak hanya datang untuk menikmati pemandangan, tetapi juga berkontribusi pada pelestarian alam dan budaya setempat.

*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya Helni Sadiyah, atau artikel-artiikel lain tentang Buku 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//