PROFIL KOMUNITAS CIKA-CIKA: Lahir dari Keprihatinan terhadap Nasib Sungai Cikapundung
Komunitas Cika-cika lahir dari keresahan terkait pencemaran Sungai Cikapundung, Bandung. Mereka bergerak mengajak masyarakat agar peduli lingkungan.
Penulis Mochammad Arya Rizaldi13 Juni 2024
BandungBergerak.id - “Hidup adalah udunan (patungan),” kata Iin, anggota Komunitas Cika-cika. Bagi Komunitas Cika-cika, ada atau tidak ada dana kebersihan sungai harus tetap dijaga dan dilestarikan. Mereka mewakafkan komunitas untuk menjaga Sungai Cikapundung, nadi kehidupan Kota Bandung yang ironisnya sudah lama tercemar parah.
Komunitas Cika-cika beralamat di Cikalapa, Dago Pojok, Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung. Lahir pada 22 Desember 2011, komunitas ini berusaha menjaga kebersihan Sungai Cikapundung.
Asal-usul dari nama cika-cika diambil dari nama serangga malam kunang-kunang. Pada malam hari, kunang-kunang dapat mengeluarkan cahaya. Walau bercahaya sedikit namun kunang-kunang atau cika-cika bisa menerangi para pegiat lingkungan.
Salah satu program Komunitas Cika-cika setiap minggu mengarungi sungai untuk mengambil sampah. Rata-rata mereka melungakan waktu 1 hingga 2 jam untuk beroperasi di salah satu titik sungai terpanjang di Kota Bandung. Selain mengangkat sampah, kegiatan ini diharapkan menjadi dasar membangun kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan.
Acara susur Sungai Cikapundung ini pun melibatkan masyarakat. Kegiatannya meliputi pengenalan jenis sampah sampai mengukur kadar kualitas air sungai.
Warga dikenalkan bagaimana cara pengolahan sampah organik rumah tangga yang bisa dimanfaatkan menjadi pupuk alami bagi tanaman. Mereka juga menjalankan program Magotisasai Imah Maggot di mana sampah rumah tangga diurai dengan ulat maggot.
Iin mengatakan, sosialisasi sebelum memulai program penting dilakukan. Bahkan sosialisasi ini dilakukan jauh-jauh hari sebelum dimulainya kegiatan. Sebab mengajak warga untuk tidak membuang sampah sembarangan membutuhkan proses dan waktu yang tidak singkat.
“Sebelum kita mendirikan bangunan maggot, kita sosialisasi dulu selama 3 bulan kepada masyarakat di wilayah setempat,” terang Iin.
Sosialisasi juga sering diterapkan di saat aksi bersih-bersih. Di sinilah ditanamkan sikap menjaga lingkungan khususnya soal sampah.
Abah Gofar
Komunitas Cika-cika didirikan Mamat Rasidi atau akrab disapa Abah Gopar. Ia tergerak membuat komunitas karena kenyataan bahwa Sungai Cikapundung dipenuhi sampah.
Abah Gopar sadar, menjaga dan membersihkan Sungai Cikapundung bukan pekerjaan mudah. Dibutuhkan kerja yang terencana agar sungai ini bisa kembali bersih seperti dahulu.
“Waktu Abah berdiri pertama ke wilayah ini Cikapundung itu sampahnya banyak sekali,” kata Abah Gofar selaku Ketua Komunitas Cika-cika.
Kehadiran Komunitas Cika-cika cukup berdampak pada kebersihan Sungai Cikapundung. Setidaknya, sungai ini tidak sekotor sebelum adanya komunitas.
“Intinya selalu ada tapi ya tidak separah dulu yang kita pertama melihat Sungai Cikapundung. Jadi Abah mendirikan itu untuk memberikan Sungai Cikapundu setelah bersih kita merasa bangga,” kata Abah.
Kini, Komunitas Cika-cika telah berusia 14 tahun. Aktivitas komunitas mengundang berbagai kalangan berkunjung, mulai masyarakat, mahasiswa, siswa, hingga kalangan akedemik yang tertarik untuk meneliti di Sungai Cikapundung.
“Selama 14 tahun disini suka-dukanya emang banyak. Alhamdulillah kita jadi banyak saudara, dari mana-mana. Akademisi sempai SD taulah masalah di sini ada Cika-cika,” katanya.
Ke depan, Komunitas Cika-cika masih menghadapi masalah sampah. Kordinator Pengolahan Limbah Komunitas Cika-cika Adi Rosadi Sapari menjelaskan, program yang kini menjadi perharian komunitasnya adalah mendistirbusikan karya hasil limbah organik dan nonorganik. Melalui program ini diharapkan bisa muncul pemberdayaan anggota komunitas dan lingkungan sekitar.
Namun untuk menjalankan program tersebut tentunya perlu ada kerja sama dengan berbagai pihak. Misalnya, dibutuhkan kerja sama antara masyarakat dan komunitas untuk mendaur ulang sampah nonorganik menjadi berbagai macam barang yang dapat digunakan sehari-hari.
“Kita libatkan masyarakat, anggota untuk yuk bikin produknya seperti ini, nih. Dengan bahan baku dari lingbah nih, misalnya plastik ini bisa dibikin misalnya jadi kotak perhiasan,” kata Adi Rosadi Sapari.
Baca Juga: PROFIL KOMUNITAS MASAGI TJIBOGO: Gerakan Mengelola Sampah di Lingkup RT
PROFIL SALASAKAHIJI: Ikon Balap Sepeda Bandung Lembang
PROFIL PASAR GRATIS BANDUNG: Sindiran pada Negara Lewat Aksi Berbagi untuk Tunawisma
Kolaborasi Penyadaran Kebersihan Sungai
Komunitas Cika-cika telah menempuh jalan panjang dalam membenahi sampah yang mencemari lingkungan Sungai Cikapundung. Dalam perjalanannya, kolaborasi menjadi kunci. Salah satu pihak yang diajak berkolaborasi adalah sekolah.
Komunitas ini melibatkan siswa dalam membersihakn sampah yang ada di lingkungan Sungai Cikapundung. Dari situ diharapkan kesadaran menjaga lingkungan muncul sejak usia dini.
“Kita juga di sini ada program penunjang, yaitu edukasi untuk para anak sekolah, SD, terus SMP, dan SMA. Jadi, mereka itu di sini kita didik untuk lebih peduli sejak dini terhadap lingkungan,” kata Adi.
Berbagai cara dilakukan untuk memberikan pendidikan lingkungan pada anak-anak sekolah, di antaranya melalui program Jakpetualang yang menyuguhkan hutan kecil yang menyediakan tanaman ciri khas Sungai Cikapundung.
Mereka juga memanfaatkan media sosial dan untuk menggaet orang-orang muda agar terlibat dengan kegiatan komunitas. Namun pendekatan pada orang-orang muda ini memiliki tantangan tersendiri.
“Tetapi memang susah ya, mengajak untuk kawala muda aslinya. Karena mungkin present-nya bukan di situ gitu. Lebih ke arah gadget, lebih ke arah mungkin lebih seneng main PUBG atau apa,” ucap Adi.
*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain dari Mochammad Arya Rizaldi, atau artikel-artikel lain tentang Komunitas Bandung