• Kolom
  • MERAWAT ZIARAH INGATAN KURBAN #1: Nyate, Munding, dan Nyeker

MERAWAT ZIARAH INGATAN KURBAN #1: Nyate, Munding, dan Nyeker

Kurban kerbau jadi tradisi khas Indonesia. Strategi Sunan Kudus menyebarkan Islam dengan tidak menyembelih hewan sapi sebagai bentuk toleransi pada umat Hindu.

Ibn Ghifarie

Pegiat kajian agama dan media di Institute for Religion and Future Analysis (IRFANI) Bandung.

Anak pertama Kaka Fia dan anak kedua Aa Akil foto bersama depan hewan kurban di samping Masjid Ar Rahman pada tanggal 22 Agustus 2018. (Foto: Ibn Ghifarie)

17 Juni 2024


BandungBergerak.id – Saat asyik membaca koran Pikiran Rakyat, tiba-tiba Aa Akil (anak kedua, kelas 3 SD) datang bertanya, "Bah, boleh ga kurban pakai kerbau?" sambil menunjuk pada judul di koran!

Kujawab dengan singkat, "Tiasa A!”

"Kayanya rame ya Bah! Kan kurban di Kampus, Ar Rahman sama Al Hidayah biasanya sapi sama domba!" celetuk Aa.

Baca Juga: JEJAK PRAKTIK BAIK DI BANDUNG #13: Indahnya Berbagi, Nyate Bersama
MERAWAT ZIARAH INGATAN RAMADAN #1: Nyekar, Kuramas, dan Botram
Rumah Ibadah di Tengah Pusaran Komodifikasi Agama

Merawat Tradisi

Pikiran melayang, menembus ruang dan waktu, langsung ada kerinduan ke kampung halaman di Bungbulang Garut Kidul yang terkenal dengan legenda dalem Boncel (si Boncel), teringat suasana salat Id di Alun-alun; ngangon munding, embe, domba di Joglo, sambil main layang-layang; tergambar suasana asyik petani yang sedang membajak sawah dengan menggunakan kerbau, bukan traktor; terbayang jelas balakecrakan di saung sawah antara joglo dengan Cibalubur Loa yang sering digunakan untuk bakar-bakar (ayam, ikan), nyate munding, embe saat tiba kurban. Sungguh indah suasana sejuk persawahan dengan udara segar yang sesekali diiringi tiupan suling yang dimainkan oleh penggembala kerbau.

Masih segar dalam ingatan, selesai ngaji sore, menjelang magrib, hewan kurban (kerbau, sapi, domba, kambing) biasanya berdatangan untuk dititipkan ke DKM Masjid Darussalam.

Gema takbir terus dikumandangkan dari toa masjid yang diikuti dengan tradisi ngadulag yang terus ditabeuh barudak. Bedanya dulag Iduladha dimulai setelah salat Subuh, waktu puasa Arafah tiba sampai hari tasyrik. Sementara Idulfitri setelah salat Isa, malam takbiran, hingga khatib naik mimbar.

Dahulu, saat masih kecil di Pasar Lama suka ikut-ikutan memberikan makanan ala kadarnya untuk hewan kurban. 

Terkadang dilarang oleh Marbot. "Barudak omat tong dipasihan jukut atanapi parabnya!" Alasannya sederhana supaya sehat, kuat, bersih dari kotorannya. "Engke pinuh kadutna, nya kudu diberesihan di Cibalubur hente cukup di Cikaret!"

Proses penyembelihan di pelataran masjid menjadi tontonan gratis anak-anak. Pasca hewan kurban dipotong, lubang darah yang masih segar, selalu diwarnai rebutan Bapak, Ibu, kawula muda karena orang tua dulu mewariskan, mama, panggilan juru sembelih, "Sok nu gaduh panyawat kulit, roromeheun anclomkeun sampean na ka getih tadi!"

Saat Bapak-bapak, pemuda memotong daging, nyacag tulang, nyisit kulit, Ibu-ibu menyiapkan makanan ala kadarnya untuk botram, biasanya ditugaskan memasukkan daging ke pipiti, semacam besek dari anyaman bambu, ada juga yang langsung ditojos, ditiir awi untuk dibagikan ke warga. Tidak menggunakan plastik, tapi daun jati untuk membungkus daging kurban.

Tibanya waktu pembagian daging kurban yang selalu didistribusikan setelah salat zuhur menjadi momentum yang berbahagia, tak bisa dilupakan. Pasalnya, kita akan bertemu dengan saudara jauh yang beda kampung, hingga melewati dua sampai tiga desa, tapi masih satu kecamatan.

Untuk pembagian ke sanak saudara dari keluarga besar Ibu jaraknya cukup jauh, jika jalan kaki sekitar 5-6 kilometer, ya bisa  mencapai 1-2 jam lebih dari Darussalam ke Sindangwari, terus dilanjutkan ke Cihikeu. Untuk sampai ke kampung Uyut dari Ibu satu-satunya jalan harus melewati hamparan sawah yang hijau dengan terdapat kuburan besar yang posisi tepat di tengah-tengah sawah.

Tentunya selalu ada kerbau yang digembalakan di makam ini. Pernah suatu waktu, anak-anak ada yang memakai baju merah, kebetulan di makam ini terdapat beberapa kerbau hitam, bule. Tiba keisengan Mang Epul biasa dipanggil. "Awas munding bule nubruk!"

Tanpa komando, barudak lari terbirit-birit, hingga merusak sawah, ada yang terjatuh, sendal tertinggal di sawah. Walhasil harus nyekar ke rumah Uyut saat membagikan daging kurban dan kembali ke rumah di Darussalam. Nyekar man!

Ketika bertemu dengan saudara, orangtua, kokolot pernah berkata, "Jang ieu daging munding sanes!"

Dijawab Mang Epul, "Muhun!"

"Wah pasti nu kurbana jenderal nya, raos daging na. Hayu nyete di dieu!"

Bila kita kuat memegang prinsip, esensi kurban erat kaitannya dengan keikhlasan, kepedulian (status) sosial yang tergambar dari hewan (kerbau, sapi, domba) yang disembelih, maka dapat dipastikan kaum papa yang jarang merasakan lezatnya daging itu akan merasa gembira dengan kehadiran tradisi Ibrahim ini.

Suasana persawahan Joglo, tempat menggembala kerbau, domba, kambing di Bungbulang Garut Kidul tahun 2012. (Foto: Ibn Ghifarie)
Suasana persawahan Joglo, tempat menggembala kerbau, domba, kambing di Bungbulang Garut Kidul tahun 2012. (Foto: Ibn Ghifarie)

Hikayat Kerbau

Lain ceritanya dengan kebiasaan menyembelih  kerbau di Kampung Bojong Larang, Kelurahan Sukamentri, Garut Kota.

Dalam satu liputan bertajuk "Warga Garut Pertahankan Tradisi Kurban Kerbau," Engkos, tokoh masyarakat menjelaskan faktor harga kerbau yang lebih murah dan dagingnya lebih banyak, jika dibandingkan dengan sapi menjadi alasan untuk tetap mempertahankan tradisi kurban kerbau setiap merayakan Iduladha yang sudah berlangsung selama 10 tahun.

Hari Raya Iduladha merupakan momentum yang ditunggu-tunggu masyarakat karena akan mendapatkan daging kurban kerbau untuk dikonsumsi. (Antara, Jumat, 1 September 2017 12:07 WIB).

Padahal pelaksanaan kurban kerbau menjadi khas tersendiri di Indonesia. Pasalnya, berkat strategi dakwah Sunan Kudus dalam menyebarkan ajaran agama Islam, yang menghimbau masyarakat setempat agar tidak menyembelih hewan sapi sebagai bentuk toleransi pada umat Hindu.

Budaya Hindu memang mempunyai kepercayaan dan menyakralkan sapi sebagai hewan yang suci. Sunan Kudus lantas menggunakan kerbau untuk menyebarkan agama Islam pada masyarakat.

Uniknya Sunan Kudus menambatkan sapi di depan masjid untuk menarik simpati. Konon sang Wali tidak mengonsumsi daging sapi. Akhirnya, terbentuklah tradisi tidak menyembelih sapi sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan terhadap masyarakat Hindu.

Tradisi ini masih dipegang teguh oleh masyarakat Kudus. Justru masyarakat lebih memilih menyembelih kerbau, daripada sapi, saat Iduladha. Pasalnya mereka meyakini bila orang Kudus melanggar tradisi ini akan mendapat balak, petaka. (Tempo, Jumat, 8 Juli 2022 14:50 WIB).

Untuk di Cibiru, khususnya daerah Manisi, Kebon Terong, Babakan Dangdeur, seperti tahun sebelumnya, aktivitas warga menyembelih hewan kurban sapi, domba tetap akan difokuskan di pelataran (Jalan Kapling) Masjid Al Hidayah, Ar Rahman.

Khusus di RT 01, RW 04 dikabarkan baru 1 sapi yang dititipkan di Masjid Ar Rahman. Istri berkata, "Alhmdulilah aya hiji sapi, mung taun ieu hente tiasa kurban, mugia kapayun mah aya rizkina sareng tiasa ngiringan deui nya Bah!"

Memang sebagian besar lahan sawah di Cibiru telah beralih fungsi menjadi permukiman (kos-kosan, perumahan) dan industri. Namun kita masih bisa menyaksikan anak-anak main layangan-layang saat sore tiba di persawahan antara pemancing Surya Mas, HSP.

Proses pembajakan sawah masih menggunakan kerbau yang bisa dilakukan di sawah milik Pa H, yang berlokasi di RT 01, RW 04. Sontak menjadi tontonan gratis untuk anak-anak, warga sekitar karena tidak menggunakan traktor yang berada ditengah-tengah beralih fungsi sawah menjadi beton.

Sejatinya, kehadiran Iduladha merupakan momentum tonggak awal lahirnya peradaban Islam berbasis keimanan yang  kukuh. Serangkaian perintah kurban (menyembelih sapi, domba, kerbau), salat Id (dilaksanakan di lapangan, masjid), silaturahmi (membagikan daging kurban) kepada saudara, tetangga, handai taulan harus menjadi petanda peradaban Rasul untuk menegakkan keadilan, kemerdekaan sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.

Saat mencari sumber referensi untuk melengkapi tulisan tentang kurban. Tiba-tiba pada tumpukan bundelan kliping koran yang pernah dimuat Pikiran Rakyat, Kompas, Tribun, Gala, Sindo, Media Indonesia, Republika dll..

Rupanya terselip mahakarya anak pertama, Kaka Fia (waktu itu masih kelas III SD, sekarang kelas II Tsanawiyah) bertajuk "Melihat Penyembelihan Hewan Kurban" yang dimuat PR Kecil edisi Minggu 2 September 2018.

Kaka Fia sedang bermain bersama kawannya di sawah Babakan Dangdeur Cibiru, tahun 2019. (Foto: Ibn Ghifarie)
Kaka Fia sedang bermain bersama kawannya di sawah Babakan Dangdeur Cibiru, tahun 2019. (Foto: Ibn Ghifarie)

Halo Sobat Percil apa kabar? Mudah-mudahan sehat ya. Sobat Percil, kali ini aku ingin menceritakan pengalamanku saat menyaksikan penyembelihan hewan kurban di masjid Ar Rahman.

Pada Rabu, 22 Agustus 2018, umat Islam Indonesia melaksanakan Hari Raya Iduladha 1439 H. Aku bersama ayah dan warga Kebon Terong RT 04 RW 03 Pasirbiru, Cibiru, Kota Bandung melaksanakan Salat Iduladha di masjid Al Hidayah. Bertindak sebagai imam dan khatib adalah KH Hanafi.

Untuk warga di Babakan Dangdeur RT 01 RW 04 Pasirbiru, Cibiru, Kota Bandung, pelaksanaan penyembelihan hewan kurban dilakukan di Masjid Ar Rahman.

Kata Ustaz Eman ada 1 sapi dan 2 kambing yang disembelih di Masjid Ar Rahman.

Kata bunda, Iduladha itu merupakan salah satu hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 10 bulan Zulhijah. Dirayakan untuk memperingati peristiwa Nabi Ibrahim, yang bersedia mengorbankan putranya, Ismail untuk Allah. Karena keikhlasan mereka, kemudian sembelihan itu digantikan oleh Allah dengan domba.

Oh ya sobat, ada perbedaan antara Idulfitri dengan Iduladha. Kata bunda, takbiran Idulfitri dimulai dari Magrib pada akhir Ramadan sampai imam naik mimbar untuk Salat Id. Sedangkan Iduladha dimulai dari subuh Hari Arafah pada 9 Zulhijah sampai Hari Tasyrik pada 13 Zulhijah menjelang ashar.

Pada Iduladha disunahkan untuk tidak makan dulu sebelum Salat Id. Sementara itu, pada Idulfitri dianjurkan untuk makan terlebih dahulu sebelum Salat Id. Untuk Salat Id pada Iduladha lebih pagi karena dilanjutkan dengan prosesi penyembelihan hewan kurban. Sementara itu, pada Salat Idulfitri dianjurkan tidak terlalu pagi sebab untuk memberi kesempatan pada mereka yang hendak membayar zakat fitrah.

Sobat Percil, itulah pengalamanku saat menyaksikan penyembelihan hewan kurban di Masjid Ar Rahman. Semoga bermanfaat buat Sobat Percil semua. (Pikiran Rakyat, Minggu 2 September 2028)

Sudah tiga tahun Kaka Fia absen Iduladha bareng keluarga kecil di Cibiru karena sedang mondok. Mudah-mudahan sehat, lancar mencari ilmunya. Pasti dijamin asyik nyate berjamaah di pondok ya!

Iduladha (hari raya kurban) yang diperingati setiap 10 Zulhijah dan jatuh pada tanggal 17 Juni 2024 ini tidak hanya melaksanakan perintah memotong hewan kurban (sapi, kambing, kerbau), tetapi menjadi momentum yang tepat untuk meneladani keluarga Ibrahim sebagai sarana menyembelih sifat kebinatangan yang ada dalam diri kita.

Saat sedang mencari buku lain tentang kurban di Bandung, terutama di daerah Cibiru. Tiba-tiba anak ketiga, Kakang Faqih, umur 3 tahun, memanggil, "Babah baca Nabi Ibrahim ya!"

Cah ah!

*Kawan-kawan bisa membaca tulisan lain dari Ibn Ghifarie, atau artikel-artikel lainnya tentang agama dan keberagaman

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//