• Opini
  • JEJAK PRAKTIK BAIK DI BANDUNG #13: Indahnya Berbagi, Nyate Bersama

JEJAK PRAKTIK BAIK DI BANDUNG #13: Indahnya Berbagi, Nyate Bersama

Idul Adha biasa diwarnai tradisi nyate bersama. Saking bahagianya tak ada perbincangan perbedaan pelaksanaan salat id (kemarin dan hari ini). 

Ibn Ghifarie

Pegiat kajian agama dan media di Institute for Religion and Future Analysis (IRFANI) Bandung.

Pemotongan hewan kurban di Masjid Baiturahman, Bandung, Rabu (21/7/2021). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

4 Juli 2023


BandungBergerak.idMomentum Idul Adha merupakan tonggak awal lahirnya peradaban Islam berbasis keimanan yang  kukuh, terdiri dari serangkaian perintah kurban (menyembelih sapi, domba, kerbau), salat id (dilaksanakan di lapangan, masjid), silaturahim (membagikan daging kurban) kepada fakir miskin, mustadafin, tetangga). Ini menjadi pertanda peradaban Rasul untuk menegakkan keadilan, kemerdekaan, menghargai perbedaan yang sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.

Rasanya tak afdal bila Idul Adha tidak dibarengi dengan aktivitas bakar-bakar bersama keluarga, kerabat, sahabat, kawan perjuangan. Saking bahagianya tak ada perbincangan perbedaan pelaksanaan salat id (kemarin dan hari ini) dengan berbagai dalih dan alasannya. Semuanya asyik menyatu dalam kudapan (nyate) berjamaah. 

Kawanku berkata, "Alhamdulillah hari ini (Rabu, 28 Juni 2023) masih bisa melaksanakan salat id di UM Bandung dengan imam dan khatib Pak Hendar Riyadi. Selepas salat tidak ada makan-makan opor di rumah. Proses sembelihan hewan kurban dilakukan besok karena saudaraku (kakaknya) tengah menjalankan saum Arafah. Baru besok (Kamis, 29 Juni 2023) melaksanakan salat id di UIN Bandung dengan imam dan khatib Pak Babay Suhaemi."

Walhasil, demi menjaga kerukunan dan tenggang rasa terhadap umat Islam yang masih berpuasa Arafah, dianjurkan penyembelihan hewan kurban pada 29 Juni 2023. Uniknya, ikut merasakan kebahagiaan umat Islam saat Idul Adha, GPIB Bethel Bandung turut serta menyerahkan seekor kambing sebagai hewan kurban kepada Panitia Idul Adha RW 07 Babakan Ciamis Bandung. Sebelumnya, setiap tahun Germasa GPIB Bethel Bandung melakukan indahnya berbagi (peduli) dengan warga sekitar (www.gpib.or.id).

Hakikat Kurban

Kurban itu pendekatan (diri) kepada Tuhan. Maka berkurban adalah melakukan sesuatu yang mendekatkan diri kita kepada Tuhan. Sebab memang kita berasal dari Tuhan, dan kembali kepada-Nya.

Dalam bentuknya yang konkret, tindakan berkurban merupakan tindakan yang disertai pandangan jauh ke depan, yang menunjukkan bahwa kita tidak mudah tertipu oleh kesenangan sesaat, kesenangan sementara, kemudian melupakan kebahagiaan abadi, kebahagiaan selama-lamanya.

Rupanya, Ibrahim tidak mau tertipu oleh kesenangan mempunyai seorang anak kesayangan, (Ismail), dan dia tidak ingin lupa akan tujuan hidupnya yang hakiki, Allah Swt. Maka Ibrahim pun bersedia mengorbankan anaknya, lambang kesenangan dan kebahagiaan sesaat dan sementara (kesenangan duniawi). Sebab Ibrahim tahu dan yakin akan adanya kebahagiaan abadi dalam rida Allah Swt.

Ismail pun tidak mau terkecoh oleh bayangan hendak hidup senang di dunia ini, tapi melupakan hidup yang lebih abadi di akhirat kelak. Maka ia bersedia mengakhiri hidupnya yang toh tidak akan terlalu panjang itu, dan pasrah kepada Allah, dikurbankan oleh ayahnya.

Berkurban ini telah menghantarkan kehidupan kita untuk terus melihat jauh ke masa depan dan  tidak boleh terkecoh oleh masa kini yang sedang kita alami; bahwa kita tabah dan sabar menanggung segala beban yang berat dalam hidup kita saat sekarang. Sebab, kita tahu dan yakin bahwa di belakang hari kita akan memperoleh hasil dari usaha, perjuangan, dan jerih payah kita.

Dengan demikian, makna berkurban ialah bahwa kita sanggup menunda kenikmatan kecil dan  sesaat demi mencapai kebahagiaan yang lebih besar dan kekal. Kita bersedia bersusah-payah karena hanya dengan susah-payah dan mujâhadah, suatu tujuan akan tercapai dan cita-cita terwujud.

Sesungguhnya beserta setiap kesulitan itu akan ada kemudahan; (sekali lagi), Sesungguhnya beserta setiap kesulitan akan ada kemudahan (QS. 94: 5-6). Maka bila engkau telah bebas (dari suatu beban), tetaplah engkau bekerja keras, dan berusahalah mendekat terus kepada Tuhanmu (QS. 94: 7-8).

Semangat berkurban adalah konsekuensi takwa kepada Allah. Sebab takwa itu jika dijalankan dengan ketulusan dan kesungguhan, akan membuat kita mampu melihat jauh ke depan; mampu menginsafi akibat-akibat perbuatan saat ini di kemudian hari, sekaligus menyongsong masa mendatang dengan penuh harapan.

Mari kita tundukkan kepala untuk merenungkan firman Allah dalam Al-Quran mengenai perbuatan ini. Wahai sekalian orang yang beriman! Bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, dan hendaknya setiap orang memerhatikan apa yang ia perbuat untuk hari esok! Bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, sesungguhnya Allah mengetahui segala sesuatu yang kamu kerjakan (QS. 59: 18).

Firman itu mengandung perintah Ilahi untuk bertakwa. Dalam perintah takwa itu sekaligus diingatkan agar kita membiasakan diri menyiapkan masa depan. Maka kurang bertakwalah seseorang jika ia kurang mampu melihat masa depan hidupnya yang jauh, jika ia hidup hanya untuk di sini dan kini, di tempat ini dan sekarang ini.

Dalam ukurannya yang besar, di dunia ini dan di dalam hidup ini saja! Tetapi justru inilah yang sulit kita sadari. Sebab manusia mempunyai kelemahan pokok, yaitu kelemahan berpandangan pendek, tidak jauh ke depan. Sesungguhnya mereka (manusia) itu mencintai hal-hal yang segera, dan melalaikan di belakang mereka masa yang berat (QS. 76: 27).

Maka manusia pun tidak tahan menderita dan menerima cobaan. Tidak tabah memikul beban. Selanjutnya tidak tahan melakukan jerih payah sementara karena mengira bahwa jerih payah itu kesengsaraan dan menyangka bahwa kerja keras itu kesusahan!

Padahal, justru di balik jerih payahnya itu akan terdapat manis dan nikmatnya keberhasilan dan sukses. Justru di belakang pengorbanan itulah akan terasa nikmatnya hidup karunia Tuhan yang amat berharga ini (Ensiklopedi Nurcholish Madjid Jilid II, 2006:789-791).

Baca Juga: JEJAK PRAKTIK BAIK DI BANDUNG #10: Memupuk Toleransi, Menebar Kebaikan
JEJAK PRAKTIK BAIK DI BANDUNG #11: Merawat Sahur Toleransi, Indahnya Berbagi
JEJAK PRAKTIK BAIK DI BANDUNG #12: Merawat Halalbihalal, Mengokohkan Toleransi

Semangat dan Ikhlas

Hikmah dari idul kurban itu semangat dan ikhlas untuk berkorban. Semangat untuk berkorban dengan tanpa pamrih pada dasarnya akan menumbuhkan solidaritas sosial masyarakat. Semangat untuk  berkorban ini pun harus tercermin dalam berbagai aktivitas pengelolaan negara.

Para pemimpin dan kaum elite negara ini harus menunjukkan semangat untuk berkorban demi kepentingan rakyatnya. Tidak hanya rakyat yang ditimpa untuk berkorban, tetapi para pemimpin pun harus memberikan contoh. Tidak berkhianat terhadap amanah jabatan yang diembannya merupakan salah satu contoh pengorbanan yang dilakukan.

Ingat, pengkhianatan terhadap amanah hanya akan membawa bangsa ini pada kehancuran. Rasulullah telah mengingatkan kepada kita dalam salah satu hadisnya, amanah itu akan mendatangkan rezeki dan khianat itu akan mendatangkan kefakiran (Didin Hafidhuddin, 2003:176-177).

Apalagi tujuan kurban adalah mendekatkan diri kepada Allah, dengan jalan menyedekahkan daging-daging kepada fakir miskin dan menghadiahkannya kepada handai taulan dan untuk keluarga.

Syarat utama untuk diterimanya kurban adalah ikhlas. Yang diterangkan dalam Al Quran dengan sebutan taqwa. Firman Allah menegaskan, "Tidak akan sampai kepada Allah daging-dagingnya dan tidak pula darah-darahnya, tetapi sampai kepada-Nya kebaktian dari kamu (yakni pengorbanan yang ikhlas)" (QS. 22:37).

Hikmahnya untuk mengingatkan kembali pengorbanan besar yang pernah diberikan Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan putra kesayangannya dan pengorbanan nabi Ismail yang rela mengorbankan dirinya karena kepatuhan terhadap Tuhan yang menciptakannya (M. Syafi'i Hadzami [Gus Arifin:Editor], 2010:345).

Mudah-mudahan dengan hadirnya Idul Adha ini menjadi momentum yang tepat untuk belajar indahnya berbagi, peduli terhadap sesama, arti pentingnya merawat, memelihara semangat berkorban dengan ikhlas. Selamat Idul Adha 1444 H. Hayu urang nyate bareng deui Lur!

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//